Be Your Inspiration

Tuesday 27 October 2020

Antisipasi Libur Panjang, Pengelola Tempat Wisata di NTB Harus Terapkan Standar Covid-19

Dr. Farid Said

Libur panjang di pekan ini mesti menjadi perhatian semua pihak, terutama pelaku pariwisata dan pemerintah. Jangan sampai akibat kelalaian kita bersama, libur panjang akan menjadi klaster baru dalam penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) di NTB. Apa yang harus dilakukan pemerintah dan pelaku pariwisata dalam mengantisipasi liburan panjang pekan ini?

Pemerintah telah menetapkan hari Rabu tanggal 28 Oktober dan Jumat tanggal 30 Oktober sebagai cuti bersama. Sementara hari Kamis tanggal 29 Oktober 2020 adalah libur nasional serangkaian memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Sejak pekan lalu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengingatkan agar libur panjang di pekan terakhir Oktober tidak menjadi klaster penyebaran Covid-19 di Indonesia, termasuk di NTB.

Untuk itu, antisipasi harus dilakukan semua pihak agar penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas. Objek wisata yang menjadi tujuan wisata warga di saat libur panjang ini wajib menerapkan standar protokol kesehatan. Pengelola objek wisata wajib menyediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer, termasuk melarang pengunjung yang tidak memakai masker. Tidak hanya itu, pengelola objek wisata juga meminta pengunjung agar menjaga jarak. Jika ada pengunjung yang tidak mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan, pengelola objek wisata bisa meminta mereka keluar dari objek wisata.

Begitu juga pada pengelola objek wisata yang tidak mematuhi atau menerapkan standar protokol kesehatan, pemerintah atau tim gugus tugas bisa menutup atau membubarkan aktivitas kegiatan wisata. Ketegasan ini penting dilakukan, sehingga penyebaran Covid-19 bisa diminimalisir.

Untuk itu, pemerintah pusat pada hari Kamis (22/10/2020) dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Moh. Mahfud MD, menggelar rapat koordinasi mengantisipasi libur panjang cuti bersama. Di NTB, rapat koordinasi ini diikuti Sekda NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si., bersama unsur Forkompinda NTB.

Menurut Mahfud MD, setiap ada libur panjang selalu ada potensi  kerumunan atau tumpukan orang.  Misalnya di transportasi umum, atau di tempat-tempat seperti terminal, stasiun, bandara, tempat rekreasi dan sebagainya. Tentu semua potensi ini harus diantisipasi supaya jangan sampai menjadi pusat-pusat penularan baru. Ini akan  berakibat pada menurunnya tingkat kesembuhan pasien yang sudah bagus.

‘’Kemudian persentase penularan, tingkat kematian juga sudah bagus, karena sedikit. Di tingkat kematian itu tiga koma sekian persen. Masih lumayan meskipun tidak sama dengan rata-rata dunia, bisa menurun lagi. Nah itu semua harus diantisipasi,’’ katanya.

Penegasan serupa juga disampaikan Pengamat Pariwisata NTB Dr. Farid Said. Kepada Suara NTB, Senin (26/10), Pembantu Dekan I Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Lombok ini, mengantisipasi liburan panjang ada 2 hal yang harus diperhatikan. Pertama, kelompok pembawa atau pengunjung dan kelompok yang dikunjungi. Dalam hal ini, ujarnya, dua-duanya harus memahami penerapan protokol Covid-19.

Jika kelompok pengunjung mengetahui dirinya sebagai pengidap Covid-19 disarankan tetap di rumah. Namun, kalau tetap harus rekreasi disarankan harus ke tempat terbuka, seperti pantai. ‘’Kalau di pantai kan tidak terlalu berkerumun banyak. Di Lombok, banyak pantai-pantai terbuka yang bisa dikunjungi. Karena refreshing juga perlu,’’ terang mantan Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB ini.

Selain itu, sarannya, bagi yang merasa kurang sehat untuk tidak masuk ke tempat wisata tertutup, seperti Desa Wisata Sade, Museum Negeri dan tempat tertutup lainnya. ‘’Kalau pun ada masih menerima wisatawan, harus ada kuota berapa orang per hari. Ini harus dipahami pengunjung. Jadi pengunjung harus pintar-pintar memilih tempat rekreasi dengan menghindari kerumunan,’’ tambahnya.

Bagi pengelola, ujarnya, harus membuat peraturan atau membatasi jumlah wisatawan. Cara  membatasinya seperti apa? Pertama, membuat zona parkir dengan kapasitas tertentu. Kedua, pengelola menyiapkan fasilitas untuk protokol Covid-19, seperti tempat cuci tangan, hand sanitizer dan lainnya. Bagi pengelola yang tidak mematuhi standar Covid-19, ujarnya, pemerintah harus membubarkan kegiatan liburan. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 semakin meluas.

Sementara Manajer Eksekutif Divisi Taman Narmada Kamarudin, menegaskan kesiapan pihaknya menerapkan protokol kesehatan bagi wisatawan yang datang berkunjung. Pada wisatawan yang akan masuk harus menggunakan masker, mencuci tangan dan tetap menjaga jarak. Hal ini, katanya, penting dilakukan agar Taman Narmada tidak menjadi salah satu sumber penularan Covid-19. (ham)

Share:

Aktivitas Guru Pelosok di Masa Pandemi, Harus Jadi Guling dan Intens Sosialisasikan Standar Protokol Kesehatan

Guru di SMPN 1 Terara Lotim yang langsung datang ke rumah siswa untuk mengajar.

Guru adalah profesi yang mulia dan patut diperhitungkan di semua kondisi terlebih di masa Corona Virus Disease (Covid-19) sekarang ini. Saat pemerintah tidak mengizinkan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah, pembelajaran dalam jaringan (daring), luar jaringan (luring) dan guru keliling (guling) menjadi alternatif. Hal ini bertujuan agar penyebaran Covid-19 di kalangan siswa dan guru bisa dicegah. Bahkan, di Lombok Timur (Lotim) ada seorang guru yang rela harus menjadi guling demi kelangsungan pendidikan anak didiknya.

Nyasar mencari rumah siswa tidak sekali dialami oleh guru SMPN 1 Terara Lotim Mursyid Azmy, S.Pd. Saat bertugas mengajar sejumlah siswa di rumahnya, dirinya harus rela nyasar ke lokasi yang cukup jauh dari tujuan. Namun, saat bertugas di lapangan tetap menerapkan protokol kesehatan saat bertugas, seperti menggunakan masker, menjaga jarak dan cuci tangan.

Sebagai seorang guru yang bertugas langsung di lapangan, dirinya juga tetap menjadi juru bicara pemerintah agar masyarakat khususnya siswa yang dikunjungi tetap mematuhi protokol kesehatan. Siswa yang tidak menjaga jarak, tidak menggunakan masker atau mencuci tangan langsung diberikan nasihat agar tidak mengabaikan standar protokol kesehatan.

Terkadang dirinya sering menemukan siswa di saat belajar bersama atau tidak menjaga jarak di satu kampung dan tidak menggunakan masker langsung diberikan peringatan. Dirinya tidak ingin saat belajar bersama ada siswa dan guru yang tertular Covid-19, karena banyak orang tanpa gejala (OTG) yang bisa menularkan virus ke orang lain.

Untuk itu, semuanya ini dilakoni dengan penuh tanggung jawab, sehingga penyebaran Covid-19 di Lotim tidak semakin bertambah. Hal inilah juga, ujarnya, yang mendasari pihak SMPN 1 Terara dengan jumlah siswa yang lebih dari 1.000 orang memilih menerapkan sistem pembelajaran daring, luring dan guling.

Pada sistem pembelajaran cara daring, ujarnya, siswa dan guru berinteraksi dengan cara virtual, yakni menggunakan aplikasi Zoom, Google Classroom atau yang lainnya. Namun, kendalanya tidak semua siswa dan sekolah memiliki jaringan internet yang memadai.

‘’Terlebih di daerah pelosok, ada siswa punya HP Android, namun kendala di kuota, begitu juga dengan gurunya. Belum lagi jaringannya yang lelet,’’ tutur Guru Bahasa Inggris ini pada Suara NTB, Jumat (23/10/2020).

Namun, pada sistem pembelajaran daring ini tidak semua guru menguasai IT dan tidak semua siswa memiliki fasilitas HP Android/laptop, sehingga tingkat keaktifan siswa hanya 65. Di satu sisi, meski siswa punya fasilitas HP, kuota yang dimiliki siswa tidak cukup. ‘’Siswa punya HP Android jaringan kurang bagus,’’ ujarnya.

Sementara yang kedua, tambahnya, sistem pembelajaran dengan cara luring. Sistem ini diterapkan bagi sekolah dan siswa yang tidak memiliki jaringan internet yang memadai, sehingga guru memberikan tugas atau pekerjaan rumah pada anak untuk dikerjakan di rumah.

Meski demikian, ujarnya, tidak semua siswa bisa dijangkau dengan sistem pembelajaran daring dan luring ini. Untuk itu, pihak sekolah dan guru harus siap turun langsung ke rumah-rumah siswa memberikan pelajaran agar siswa yang tidak bisa mengakses daring dan luring tidak ketinggalan mata pelajaran.

‘’Pilihan ketiga ini, yakni guling ini termasuk pilihan yang banyak diambil sekolah-sekolah yang tidak siap dengan daring dan luring. Prosesnya seperti belajar kelompok, namun didampingi oleh guru. Guru yang berkeliling mencari kelompok siswa ke kampung-kampung untuk dibimbing dan diberikan materi seperti proses belajar mengajar di kelas,’’ terangnya.

Nantinya, pada sistem belajar guling ini, siswa dan guru akan menumpang belajar di rumah salah satu siswa yang sudah disepakati oleh siswa sendiri. Di sinilah, ujarnya, saat guru turun lapangan, banyak kendala yang dihadapi, terutama saat guru nyasar ke desa lain akibat miskomunikasi siswa dan guru. Belum lagi, ujarnya, saat guru sampai di lokasi yang sudah disepakati, siswa secara sepihak memindahkan lokasi belajar ke tempat lain tanpa ada konfirmasi dengan sekolah.

Selain itu, tambahnya, kendala lainnya jika sekolah yang memiliki jumlah siswa lebih dari 1.000 orang, guling ini menjadi tidak efektif, karena materi pelajaran yang diberikan tidak maksimal. Tidak hanya itu,  secara administratif pihak sekolah kesulitan dalam mengumpulkan data siswa ataupun memberikan informasi kepada siswa secara menyeluruh.

‘’Di guling ini, intensitas pertemuan antara guru dan siswa terbatas hanya 2 kali seminggu, sehingga jika anak memiliki permasalahan dalam proses belajar mengajar agak sulit untuk menanyakan pada guru bina,’’ ujarnya.

Meski demikian, ujarnya, sebagus apapun sistem pembelajaran pada masa pandemi ini para siswa punya kerinduan yang mendalam untuk bersekolah dengan normal seperti biasanya.  ‘’Tak jarang terdengar pertanyaan mereka,  kapan kita mulai sekolah pak? Pertanyaan ini muncul ketika proses BDR( belajar di rumah) atau guling sedang berlangsung.  Sebagai seorang guru saya juga berharap pandemi ini cepat berlalu agar siswa siswi bisa belajar normal seperti sedia kala di bawah bimbingan para guru di sekolah,’’ harapnya. (ham)

Share:

Gubernur NTB Ingatkan Santri Terapkan Protokol Kesehatan di Ponpes

 

Gubernur NTB Dr. H. Zulkieflimansyah menghadiri acara Adz-Zikrol Hauliyyah atau pelepasan santri NW ke-55 MDQH al-Majidiyyah Asy-Syafi'iah NW di Anjani, Lombok Timur.

Sejumlah lembaga pendidikan di NTB masih terus berjalan di masa pandemi Covid-19. Namun, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan tidak melupakan protokol kesehatan. Seperti Minggu (18/10), Gubernur NTB Dr. H. Zulkieflimansyah menghadiri acara Adz-Zikrol Hauliyyah atau pelepasan santri NW ke-55 MDQH al-Majidiyyah Asy-Syafi'iah NW di Anjani, Lombok Timur.

Gubernur mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan di masa pandemi. Ia meminta masyarakat untuk tidak meremehkan Covid-19 agar risiko dari wabah pandemi ini dapat ditekan.

"Kita sedang berada pada situasi yang tidak biasa, oleh sebab itu, jangan meremehkan Covid-19 ini, tetap terapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tetap mencuci tangan, dan menggunakan masker," pesannya.

Gubernur juga meminta masyarakat agar terus melakukan aktivitas positif guna meningkatkan imunitas tubuh agar dapat terhindar dari wabah ini. "Mari kita berolahraga, kemudian menghiasi pikiran kita dengan hal-hal positif, mudah-mudahan Allah melindungi kita semua," ajak Bang Zul – sapaan akrabnya.

Sementara itu Ketua Panitia Acara, M. Zainal Muhibbinallah, menegaskan, acara ini diadakan dengan konsep Internal Ma'had. Artinya tidak ada jama'ah dan wali yang hadir. Akan tetapi hanya dihadiri oleh Masyaikh, tamu undangan dan Thullab dan Tholibat.

"Acara berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini acara diadakan dengan jumlah jamaah terbatas, tidak mengundang para wali dan alumni sebelumnya, tapi acara bisa disaksikan melalui daring fanspage FB Nahdlatul Wathan Official," terangnya.(ham)

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive