Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin mengatakan pihaknya rutin melakukan pendataan
setiap tahun terkait dengan jumlah masyarakat yang masih buta huruf. Bahkan,
katanya, BPS melakukan pendataan tiap tiga bulan sekali.
Menurutnya, munculnya perbedaan data jumlah masyarakat yang masih buta
huruf itu disebabkan Pemprov NTB melalui Dikpora hanya berpatokan pada
pengentasan sebanyak 200 ribu orang lebih masyarakat yang harus dientaskan
sejak 2008 lalu. Sebanyak 200 ribu orang masyarakat buta huruf yang dientaskan
sejak 2008 itu berumur di atas 15 tahun.
Padahal, kata Wahyudin, ada masyarakat berumur di bawah 15 tahun yang buta
huruf yang tak tersentuh program pengentasan buta aksara itu. Sehingga, saat
ini masyarakat berumur di bawah 15 tahun beberapa tahun lalu itulah yang ikut
menyumbangkan bertambahnya
masyarakat yang buta huruf.
‘’Itu permasalahannya. Orang-orang yang ditangani tidak hanya usia 15 tahun
ke atas. Tapi yang umurnya kurang dari 15 tahun yang masih buta huruf ini harus
ditangani juga. Karena suatu saat pasti usianya akan meningkat menjadi 15 tahun. Ketika dia masuk usia 15 tahun
masuk lagi dia kategori buta huruf lagi sebagai penambah sebelumnya,’’ sebutnya.
Menurutnya, jika masyarakat yang berumur di bawah 15 tahun beberapa tahun
lalu juga ikut ditangani program pengentasan buta aksara maka mereka tak akan
menjadi faktor penambah. BPS
mengaku mempunyai data rinci terkait dengan jumlah masyarakat buta huruf yang berumur di
bawah 15 tahun ke bawah. Dari sekitar 15 persen tersisa masyarakat yang buta
huruf di NTB ini, lanjut Wahyudin, mayoritas berumur 40 tahun ke atas.
‘’Dari persentase itu lebih banyak Lombok Tengah dan Lombok Utara. Tetapi dari
sisi jumlah ya Lombok Timur paling banyak
karena penduduknya paling banyak. Itu hasil survei Susenas,’’ tandasnya.
Sementara itu, Pemprov NTB dan BPS duduk bersama menyikapi perbedaan data jumlah
angka buta huruf di daerah ini hingga tahun 2013 lalu. Hal tersebut dimaksudkan
untuk mengetahui letak permasalahan sehingga bisa muncul perbedaan data jumlah
masyarakat yang sudah dientaskan dari buta huruf.
‘’Kan programnya (pengentasan buta huruf, Red) sudah sangat intens. Sudah sangat tinggi
capaiannya. Bisa terjadi apa yang
dilakukan itu tidak tercover oleh pendatanya. Oleh karena itu kita harus
sama-sama,” kata Sekda NTB, H. Muhammad Nur, SH, MH ketika dikonfirmasi di
Mataram, Kamis (11/9/2014).
Sebagaimana diketahui, data terakhir pada tahun 2013 lalu, terjadi
perbedaan data antara Pemprov NTB dengan BPS. Dimana, data yang dikeluarkan
Pemprov NTB melalui Dikpora bahwa angka melek huruf di NTB sampai tahun 2013
sudah mencapai 96 persen. Artinya, jumlah masyarakat yang buta aksara tersisa
sekitar 4 persen.
Sementara, data dari BPS NTB menunjukkan bahwa angka melek huruf sampai
dengan tahun 2013 sekitar 85
persen. Artinya jumlah masyarakat NTB yang masih buta huruf tersisa sekitar 15 persen.
Menurut Sekda, jika dilakukan intervensi pengentasan buta huruf (aksara)
pada suatu wilayah tertentu maka harus juga dilakukan pendataan di wilayah
tersebut. Sehingga datanya bisa sinkron antara dinas terkait dengan data BPS. “Dalam waktu dekat
saya satukan semua ini. Tidak ada waktu untuk tidak satu dalam satu kotak. Kita
masih tersisa sekitar 4 persen, 96 persen capaiannya angka melek huruf. Tetapi
BPS baru 85 persen. Kan 15 persen itu
ndak sedikit itu. Kalau dikorelasikan dengan jumlahnya sudah banyak itu. Kalau
bisa secepatnya selesai (perbedaan data)
ini,’’tandasnya. (Suara NTB)
No comments:
Post a Comment