Kepala
Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB,
Ir. Hj. Hartina, MM mengungkapkan sebanyak 96 dari 116 kecamatan di NTB dalam kondisi rawan pangan. Hal tersebut sesuai dengan informasi yang dikaji melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
SKPG digunakan sebagai alat bagi
pemerintah daerah untuk mengetahui situasi pangan dan gizi masyarakat.
“Kalau kita lihat dari akses pangan, dari 116 kecamatan yang ada di NTB ,
96 kecamatan dalam kondisi rawan pangan. Setelah kami dalami, ini apa penyebabnya. Ternyata
penyebabnya itu adalah kemiskinan,” kata Hartina dalam rapat koordinasi percepatan penurunan kemiskinan di ruang Rapat Utama
Kantor Gubernur NTB, Rabu (10/9/2014).
Rakor tersebut dipimpin Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi didampingi Sekda NTB, H. Muhammad Nur, SH, MH. Selain itu, acara tersebut juga
dihadiri para staf ahli gubernur,
asisten, para pimpinan SKPD dan
Kepala BPS NTB, Drs. Wahyudin.
Hartina menjelaskan,
dalam SKPG terdapat
tiga hal yang menjadi analisa. Seperti
ketersediaan pangan, pemanfaatan pangan dan distribusi pangan. Ia menambahkan,
hasil diskusi BKP dengan para staf ahli gubernur bahwa kunci untuk mengurangi atau menekan kerawanan pangan
tersebut adalah salah satunya dengan program bedah rumah.
“Jadi kami sepakat apabila daya ungkit yang kita gunakan itu adalah bedah
rumah. Karena dalam bedah rumah itu, enam indikator yang ada di dalam akses
pangan ini sudah masuk. Sehingga kalau kita melakukan ini (bedah rumah), akan mengurangi kemiskinan. Juga mengurangi kecamatan yang warna merah dalam analisis sistem
kewaspadaan pangan dan gizi,”tandasnya.
Sebelumnya, program-program intervensi yang dilakukan untuk mengurangi kemiskinan penduduk terutama
dari segi peningkatan gizi masyarakat adalah dengan membentuk Desa Mandiri
Pangan atau Desa Mapan. Desa Mapan merupakan salah satu program Kementerian
Pertanian yang dilaksanakan oleh seluruh Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang ada
di 33 provinsi di Indonesia, termasuk NTB.
Desa Mapan adalah desa yang masyarakatnya
mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui
pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem
konsumsi dengan memanfaatkan sumber daya setempat secara berkelanjutan. Program
aksi Desa Mapan dilaksanakan di desa-desa terpilih yang mempunyai rumah tangga
miskin minimal 30 persen dari total jumlah penduduknya sehingga risiko rawan
pangan dan gizi buruk dapat teridentifikasi.
Melalui program aksi Desa Mapan tersebut diharapkan masyarakat desa mampu memproduksi
dan memenuhi produk-produk pangan yang dibutuhkan dengan didukung unsur-unsur
sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, permodalan, sarana dan
prasarana, sehingga dapat mengurangi risiko kerawanan pangan dan dapat
menciptakan ketahanan pangan di dalam lingkup desa. Program Desa Mapan memiliki dua fungsi ganda,
yakni membangun ekonomi masyarakat pedesaan sekaligus membangun pertanian.
Sejak mulai dibentuk pada 2006 hingga 2012
lalu, jumlah Desa Mapan di NTB yang sudah terbentuk sebanyak 199 desa/kelurahan.
Dengan rincian sebanyak 30 desa/kelurahan masih dalam tahapan persiapan,
tahapan penumbuhan sebanyak 10 desa/kelurahan, tahapan pengembangan 49
desa/kelurahan, mandiri 28 desa/kelurahan dan pasca mandiri sebanyak 82
kelurahan/desa.
Jumlah kepala keluarga (KK) penerima
manfaat desa mandiri pangan mencapai 25.640 KK yang tergabung dalam 935
kelompok afinitas. Bila asumsi per KK ada empat jiwa, maka penerima
manfaat dari Desa Mapan adalah 105.560 jiwa. Semuanya dari keluarga kurang
mampu. (Suara NTB)
No comments:
Post a Comment