Naskah kuno Babad Lombok |
Kutipan tersebut
berbunyi “Gunung Rinjani longsor, Gunung Samalas runtuh, banjir dan batu
gemuruh, jatuh di Desa Pamatan, lalu hanyut rumah, lumpur rubuh. Terapung apung
di lautan. Penduduknya banyak yang mati.
Jika dihubungkan
dengan peradaban kuno, sejumlah temuan benda arkeologi di Desa Aik Berik, Desa
Tanak Beak dan Ranjok, Kecamatan Batukliang Kabupaten Lombok Tengah, semakin menguatkan
bahwa benda-benda tersebut merupakan peninggalan setelah letusan Gunung Samalas
tahun 1257 silam.
"Gerabah
yang ditemukan di sana sama dengan gerabah yang ditemukan di Gunung Piring Truwai,
yang merupakan peninggalan prasejarah. Dari hasil kajian giloginya juga, bahwa
lapisan tanahnya menunjukan bahwa itu sudah berusia 700 tahun lebih. Jadi kalau
dihubungkan dengan letusan Samalas itu cocok," ujar Kasubag Museum pada
Museum Provinsi NTB, Bunyamin kepada Suara
NTB, Senin (12/8/2019).
Penemuan sejumlah
artepak di Desa Aik Berik tersebut, semakin menguatkan tentang keberadaan
sebuah Kerajaan Pamatan yang lenyap tertimbung oleh letusan Samalas.
Temuan-temuan benda-benda artefak tersebut bisa menjadi petunjuk untuk
melakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari keberadaan Kerajaan Pamatan.
Sebab,
benda-benda yang ditemukan itu memiliki kemiripan dengan benda-benda kuno yang
ada di Vietnam. Hal itu tentu bisa menjadi petunjuk bahwa sebelum letusan
Samalas terjadi pernah hidup peradaban yang cukup maju di Lombok, yang sudah
menjalin hubungan perdagangan dengan dunia luar.
"Temuan itu
memang sama dengan benda-benda kebudayaan milik Vietnam, dan dari hasil
penelitian orang Amerika. Itu artinya bahwa nenek moyang kita sudah
berinteraksi dengan dunia luar ketika itu," jelasnya.
Hanya saja,
temuan tersebut belum cukup untuk bisa sampai pada kesempulan terkait dengan
keberadaan Kerajaan Pamatan. Sebab di naskah kuno Babad Lombok, juga disebutkan
bahwa Pamatan bukan kerajaan, namun hanya sebuah desa.
"Kalau
Pamatan ini memang disebutkan Desa Pamatan, di Babad Lombok itu bukan kerajaan, dan itu ada tujuh bait yang
diceritakan tentang Pamatan. Jumlah penduduk Pamatan yang disebutkan sampai 10
ribu di naskah itu kemungkinan bukan penduduk Desa Pamatan, tapi penduduk
Lombok," jelasnya.
Pulau Lombok
diyakini banyak menyimpan sejarah besar, namun belum bisa digali dengan
maksimal. Keyakinan itu bisa dilihat dari ditetapkannya Gunung Rinjani sebagai Geopark
Dunia. Namun penggalian sejarah tersebut masih terkendala dengan tidak memiliki
balai Arkeologi sendiri yang bisa fokus melakukan penelitian.
"Museum
geologi itu sangat penting, karena kita sudah punya geopark skala internasional. Sekarang kan masih dibawah Bali kita, sehingga kalau kita punya Balai Arkeologi
sendiri, mungkin bisa lebih maksimal untuk melakukan penelitian sejarah. Karena
kita sangat kaya dengan peninggalan kebudayaan," sebut Bunyamin.
Peninggalan-peninggalan
kebudayaan milik Lombok yang sudah ditemukan saat ini terisimpan di berbagai
tempat, ada yang di Balai Arkeologi Bali, Museum Geologi Nasional dan juga
beberapa ada di Belanda. Jika dilakukan penelitian lebih dalam, maka diyakini
akan bisa ditemukan sejarah yang lengkap tentang peradaban yang pernah hidup pra
letusan Samalas.
"Sejarah
Lombok ini kayak missing link. Prasasti
kita belum ada, kebanyakan manuskrip kita itu setelah Islam. Nah pada abad sebelumnya belum pernah
ada. Kita tidak pernah tahu apakah itu artefak - artefak kita dibawa ke Belanda
atau tertimbun oleh letusan Samalas itu
belum kita tahu. Karena beberapa yang sudah ditemukan ini ada tersimpan di Museum
Nasional, di Belanda dan juga yang baru-baru ditemukan," ujarnya.
"Sekarang
yang ada ini sejarah Lombok itu berbeda-beda antar daerah. Karena tidak ada
sumber yang pasti. Karena itulah perlu lembaga Arkeologi sendiri, untuk
melakukan penelitian baik dari sisi geologi maupun arkeologi. Kan temuan-temuan yang sekarang ini,
baru sebatas temuan masyarakat yang ditindaklanjuti, tapi upaya penelitian
lebih dalam itu belum ada," pungkasnya. (Hiswandi/Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment