Cerorot, makanan khas Lombok yang sulit ditemukan di pasaran. Lebih mudah membeli pizza atau burger, daripada beli cerorot. |
Mencari penganan lokal untuk dikonsumsi atau dijadikan
oleh-oleh masih sulit. Hanya ada beberapa toko atau pedagang di pasar yang
menjual penganan lokal, seperti kelepon kecerit, jaje tujak, renggi, cerorot,
nagasari, opak-opak, poteng dan lainnya. Beda halnya, kalau kita ingin membeli
penganan modern atau luar daerah banyak ditemukan di toko-toko roti hingga
pedagang kecil di masyarakat.
Harus diakui masih sedikit yang mempertahankan tetap
memproduksi penganan tradisional ini. Regenerasi produsen panganan lokal
mengkhawatirkan. Mereka tersaing oleh produk penganan modern yang justru
ditengarai banyak memicu beragam jenis penyakit, karena dibuat dengan beragam
campuran bahan-bahan pewarna dan pemanis modern.
Sebaliknya, pangan lokal yang dibuat masih dengan cara-cara
tradisional justru lebih terjamin risiko kesehatannya. Sayangnya, modernisasi
membuat panganan lokal makin dikucilkan.
Adalah Industri Kecil Menengah (IKM) Sasak Maiq di Senteluk,
Lombok Barat adalah salah satu produsen produk olahan pangan lokal. Produksinya
cukup beragam, mulai dari tortilla atau keripik rumput laut, terasi Lombok,
dodol rumput laut, kopi rumput laut, abon ikan hingga rengginang rumput laut.
Semua bahan bakunya diambil dari petani lokal.
Baiq Siti Suryani selaku pengelola Sasak Maiq menuturkan,
produk olahan pangan lokal semakin beragam. Namun belum semua jajanan yang
menjadi warisan leluhur masyarakat Lombok dibuat sedemikian rupa untuk
selanjutnya dijual ke wisatawan. Yang diproduksi selama ini adalah produk tahan
lama yang berbahan baku rumput laut, ubi ungu, singkong dan abon ikan.
Cerorot dan makanan tradisional Lombok lainnya saat dipamerkan. |
Untuk menambah variasi produk olahan pangan lokal, Sasak
Maiq juga mengolah jus jagung dengan aneka variasi, sehingga konsumen bisa
memilih sesuai dengan selera. Variasi ini bagian dari inovasi agar mampu
bertahan pascagempa tahun 2018 lalu. Karena pascagempa, nyaris seluruh dunia
usaha terdampak, tak terkecuali IKM yang bergerak di bidang produksi makanan.
Menurutnya, satu tahun pascagempa usahanya belum benar-benar
pulih. Hal ini tercermin dari perolehan omzet usaha. Sebelum gempa kata
Suryani, omzet bulanan yang bisa diperoleh sekitar Rp 150 juta per bulan. Namun
saat ini, omzet yang diperoleh sekitar Rp 60 juta per bulan. Ia optimis seiring
dengan program pemulihan pasca bencana yang masih terus dilakukan serta geliat
pariwisata NTB, usaha IKM di Lombok akan membaik di masa yang akan datang.
“ Dulu sebelum gempa bisa mencapai 150 juta, sekarang kami
rasakan hanya sekitar 50, atau 60 juta. Namun sejak Juli kemarin mulai ada
sedikit perubahan,” terangnya.
Semua produk yang dihasilkan oleh Sasak Maiq dijual di
sejumlah gerai modern, toko roti, lingkungan sekolah dan tersedia di situs
penjualan berbasis daring. Penjualan lewat daring cukup diandalkan, karena
banyak konsumen yang melakukan pemesanan melalui situs.
Ia mengatakan, agar IKM dapat berkembang dengan baik, maka
semua syarat-syarat untuk berkembang harus terpenuhi, seperti adanya label
halal MUI, PIRT, keterangan kedaluwarsa dan lainnya. “ Itu semua bisa diurus.
Insya Allah tidak sulit jika ada kemauan, apalagi pemerintah daerah memberikan
kemudahan untuk pengurusan itu,” terangnya.
Penganan modern menjadi penguasa pasar. Sementara penganan
tradisional terancam punah. Seharusnya re-branding dilakukan.
Penegasan ini disampaikan Ketua Indonesian Chef Association (ICA) atau Asosiasi Chef Indonesia NTB,
Anton Sugiono. Penganan tradisional ( produk lama), jika tak ditampilkan dengan
bagus bisa jadi hanya tinggal menunggu waktu kepunahannya.
Penganan tradisional menurutnya, belum berani tampil
mengikuti zaman. Seharusnya, ia telah ditampilkan dengan kemasan yang bagus, sehingga
menarik minat konsumen. Anton menyebut contoh wajik, dodol yang merupakanan penganan
tradisional. Sampai saat ini, belum dikemas menarik, mengikuti selera zaman. Penganan
ini hanya dibuat biasa-biasa saja. Jika tetap seperti ini, akan ditinggalkan.
Beda jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di
Indonesia. Terutama daerah yang sadar dengan potensi pariwisatanya. Pangan
tradisionalnya adalah kearifan lokal yang dijaga kelestarian. Pangan tradisional
ditampilkan dengan kemasan yang sangat menarik. Tak heran kemudian pangan
tradisionalnya menjadi di toko oleh-oleh.
Dengan perkembangan zaman saat ini, Anton mengatakan
konsumen sangat mengerti tentang kualitas dan standarisasi. Pangan lokal tidak
dilihat sekilas. Tetapi dinilai dari proses pembuatannya. Legalitas
penjualannya juga diperhatikan. Misalnya sudah ada tidaknya izin dari Dinas
Kesehatan dan BPOM. “Konsumen sudah mengerti standarisasi. Sanitasi, dan
pengolahannya. Sehingga faktor ini tidak bisa diabaikan,” jelas Anton.
Kelepon, salah satu penganan tradisional yang masih memiliki
daya tarik. Kendati demikian, kelepon ini masih disajikan seperti yang biasa. Menurutnya,
produsen harus berani membuatnya tampil lebih menarik.
ICA NTB juga turut melestarikan penganan tradisional ini. Apalagi
komitmen yang tertuang dalam AD/ART ICA sudah jelas, agar penganan
lokal/tradisional harus terus dipertahankan. Kelepon salah satu contohnya.
Biasanya disajikan sebagai menu-menu tradisional dalam setiap kegiatan di hotel.
Kelepon juga tidak sekadar disajikan, seperti model penyajian para pedagang. ‘’Untuk meningkatkan daya tariknya, kelepon ini bisa disusun
dalam bentuk boneka. Atau sejenisnya. Tidak sekadar dijejer di atas wadah,
seperti yang biasa kita lihat,’’ imbuhnya.
Untuk melestarikan penganan tradisional ini, Chef Hotel Puri
Indah Mataram ini mengatakan, ada ketentuan di hotel untuk menyajikan pangan
lokal. Misalnya, di Puri Indah, setiap sarapan disiapkan sajian tigapo, getuk, juga cerorot. Demikian juga pada kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di
hotel. Diatur komposisi menu sajian. 1 pangan tradisional lokal, 1 pangan
modern.
Anton mengatakan, seluruh anggota ICA sepakat untuk membantu
pemerintah melestarikan pangan lokal. Salah satunya dengan cara mengkampanyekan
pangan lokal dalam setiap sajian hotel. Tapi pemerintah juga harus aktif. Sarannya, agar pangan lokal tetap lestari. Para produsen
harus diberikan pelatihan. cara membuat pangan higienis, penggunaan alat dan
bahan, serta pengemasannya.(Ekbis NTB)
0 komentar:
Post a Comment