Seorang penjahit di Rumah Produksi Sasambo Bumi Gora Lombok Barat sedang membuat masker berbahan baku kain. |
Ada usaha yang tetap bisa bertahan dan bahkan omsetnya
meningkat oleh mewabahnya virus Corona atau Covid-19. Tak membutuhkan modal
besar, tidak sedikit orang yang bisa memanfaatkan peluang dan mendapatkan keuntungan.
Adalah kerajinan rumahan yang memproduksi masker, mampu memanfaatkan kesempatan
di tengah kondisi terbatasnya masker yang biasa dijual di apotek-apotek.
Pandemi virus Corona mewabah ke seluruh dunia. Dampak
negatifnya telah meluas. Hampir seluruh sektor terpukul. Imbasnya, tidak
sedikit warga kehilangan pekerjaan. Sudah banyak pekerja swasta terpaksa
dirumahkan dan bahkan di PHK. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap
perekonomian masyarakat.
Bagi yang bisa membaca peluang, kondisi sekarang ini justru
bisa membuat usaha berjalan dan eksis. Karyawan yang sebelumnya tidak
mendapatkan penghasilan, justru tetap bisa menghidupi keluarganya.
Seperti IKM Sasambo Bumi Gora di Perumahan Bale Lumbung,
Labuapi, Lombok Barat. Selama ini, mereka memproduksi berbagai macam motif
batik khas NTB, seperti batik Sasambo. Saat Corona mulai mewabah, berdampak
pada pesanan hingga pembelian produk oleh wisatawan.
Di tengah kondisi sulit, perajin batik khas NTB ini tidak
kehilangan inspirasi. Mereka menyikapi kondisi tingginya kebutuhan masker
sebagai salah satu Alat Pelindung Diri (APD), sebagai sebuah peluang. Bak
gayung bersambut. Pemprov NTB pun meminta disediakan 3.000 masker. Permintaan
masker tidak saja datang dari Pemprov NTB. Permintaan masker untuk dijual kembali
juga meningkat signifikan. Setidaknya 15 karyawan yang sebelumnya dirumahkan,
kembali dipekerjakan untuk membuat pesanan masker dalam jumlah besar.
Menurut pengelola Rumah Produksi Sasambo Bumi Gora L.
Darmawan, saat dampak Corona terasa di NTB ada 15 karyawan yang dirumahkan sementara,
karena tidak lagi memproduksi batik Sasambo. ‘’Namun, kalau ada rezeki, kita
bagi pangan ke karyawan-karyawan ini,” tuturnya pada Ekbis NTB, Sabtu (11/4/2020).
Saat Ekbis NTB
berkunjung ke rumah produksi yang sementara ini dijadikan sentra produksi
masker. Ada beberapa pekerja tengah bekerja. Mereka membuat beberapa jenis
masker, seperti masker biasa, masker medis, masker aroma terapi hingga masker
lapis. Ada juga masker bertulis Lombok yang dikembangkan bersama salah satu
rekannya sesama produsen masker. ‘’Standar maskernya sesuai standar yang direkomendasi
pemerintah daerah. Se tingkat di bawah masker medis,’’ ujarnya.
Saat ini, katanya, ada puluhan penjahit dilibatkan untuk
pembuatan masker. Di mana, bahan dan standar pembuatan masker, tetap
menggunakan acuan yang sama. Bahkan, rumah produksi ini menggunakan mesin
konveksi berskala besar. Termasuk menggunakan mesin potong kain, sehingga
proses pembuatan masker relatif cepat.
Diakuinya, produksi masker pesanan pemerintah daerah
sedang dipercepat. Karena saat ini masyarakat sangat butuh masker untuk
meminimalisir penularan virus Corona. Sementara, masker yang tersedia di apotek
dan ritel-ritel modern sudah tak lagi ditemukan.
Ada salah satu masker yang unik dibuat sentra produksi
ini adalah masker aroma terapi. Di bagian moncong masker, dibuatkan semacam
kantong kecil seukuran sachet teh. Kantong inilah yang dijadikan tempat bagi
isi ulang aroma terapinya.
Ketika pengguna masker ini menghirup udara. Otomatis, udara yang dihirup
akan beraroma. Sesuai aroma selera pengguna. Beberapa aroma yang ditawarkan
adalah aroma kopi, serai, daun jeruk, adas, dan puluhan aroma pilihan lainnya.
‘’Masker aroma terapi ini peminatnya banyak. Lebih nyaman
bagi pengguna. Aroma bisa diganti-ganti tanpa mengganti masker. 1 refill isi ulang aroma
terapi kita hargai Rp1.000. Refill-nya
juga kita yang produksi,’’ kata L. Darmawan.
Dengan masker aroma ini, menurut L. Darmawan, pengguna
yang tadinya asing dengan masker, merasa akan lebih nyaman dan lebih betah
menggunakan masker. Sehingga tujuan pencegahan penularan virus yang diharapkan
tercapai.
Selain itu, L. Darmawan juga tetap mengharapkan agar
bahan baku pembuatan masker tak mengalami kenaikan. Ia berharap pemerintah bisa
mengawasi tata kelolanya. Sehingga bahan baku masker tetap tersedia di pasaran
dengan harga normal.
Kemudian di Kota Mataram, sejumlah penyandang disabilitas
di bawah bimbingan Lombok Disability Center Endris Foundation, juga berkreasi
membuat masker dari kain. Bahkan, masker yang dibuat penyandang disabilitas ini
sudah disalurkan secara gratis pada warga yang membutuhkan.
Ketua Endris Foundation Endri Susanto menjelaskan,
pembuatan masker ini bertujuan untuk mengantisipasi peyebaran virus Corona atau
Covid- 19 melalui udara. ‘’Secara ekonomi kita ingin program atau project ini ditiru oleh semua penjahit
di seluruh Indonesia untuk membuat masker yang dapat dikerjakan di dalam
ruangan atau rumah tanpa harus berinteraksi dengan dunia luar,’’ ujarnya.
Nantinya, masker yang dibuat ini dapat digunakan untuk
diri sendiri, keluarga bahkan dapat menjadi penunjang peningkatan ekonomi tanpa
harus berpikir takut beraktivitas di luar. Apalagi, hasil pembuatan masker
dapat dijual, karena saat ini banyak masyarakat yang membutuhkan masker. Sementara
di satu sisi masker menjadi barang langka pascawabah virus Corona.
Dalam membuat masker ujarnya, pihaknya melibatkan penjahit-penjahit
disabilitas untuk. Selain dapat meningkatkan ekonomi mereka, juga menjadi salah
satu solusi untuk membantu masyarakat dalam mempermudah mendapatkan masker.
Warga binaan Rutan Praya sedang menjahit masker untuk keperluan warga binaan dan pegawai Rutan Praya, Sabtu (11/4/2020) |
Di
Lombok Tengah (Loteng), sejumlah warga binaan Rumah Tahanan Negara (Rutan)
kelas IIB Praya juga tidak mau ketinggalan untuk ikut berpartisipasi mendukung
pemerintah mengatasi kelangkaan masker di tengah-tengah pandemi Covid-19.
Mereka membuat masker dari bahan kain dengan skala terbatas, yakni untuk
memenuhi kebutuhan masker bagi warga binaan lainnya. Sehingga penyebaran virus
Corona di dalam Rutan Praya bisa dicegah.
Bermodalkan
dua mesin jahit, enam warga binana Rutan Praya blok wanita silih berganti
menjahit masker kain sejak sepekan terakhir. “Sebagian masker hasil tangan
warga binaan ini ada yang digunakan oleh warga binaan lainnya. Ada juga yang
digunakan oleh para pegawai Rutan Praya,” sebut Kepala Rutan Praya, Jumasih,
kepada Ekbis NTB, Sabtu (11/4/2020).
Jumasih
mengatakan, dalam sehari warga binaan Rutan Praya blok wanita bisa menghasilkan
antara 50 sampai 60 buah masker. Itu pun karena kendala keterbatasan bahan (kain).
Jika bahannya banyak, ungkapnya, warga binaan bisa lebih banyak membuat masker.
“Tapi karena sementara ini untuk digunakan di sekitar lingkungan Rutan Praya
jadi belum bisa buat secara massal. Masih dalam skala terbatas,” terangnya.
Sejumlah pekerja di Desa Selagik Kecamatan Terara Lombok Timur sedang membuat pesanan masker kain. |
Di
Lombok Timur (Lotim), penjahit dan IKM konveksi di Desa Selagik Kecamatan
Terara Lotim mampu menyediakan 1.000 buah masker per hari. Menurut Kepala Desa
Selagik, Kecamatan Terara, Hamdan Firdaus, A.Md, saat ini sudah 20 ribu masker
percobaan yang sudah dituntaskan dalam kurun waktu 1 minggu. Itupun berhasil
dilakukan menyusul pesanan masker dari Pemda Lotim sebanyak 500 ribu ditambah
kepala desa di Lotim masing-masing 1.000 buah.
Untuk
merealisasikan pesanan masker ini, Hamdan Firdaus mengatakan jika pemerintah
desa memberdayakan seluruh masyarakat setempat terutama yang memiliki mesin
jahit maupun yang memiliki keterampilan menjahit. Maka dari itu, dipastikannya
bahwa kualitas masker yang diproduksi dari Desa Selagik, cukup aman digunakan
untuk mencegah penyebaran Covid-19.