|
Corporate Communication Alfamart Lombok, Ame Dwi Pramesti |
JARINGAN minimarket Alfamart mengkalim terus menambah jumlah
item produk UMKM lokal yang dijual di toko sebagai bukti komitmen terhadap
pelaku usaha kecil. Sejumlah produk lokal yang dijual antara lain beras 69, kopi
555, air mineral produk Lombok, telur, minyak oles bokashi, madu hutan Sumbawa,
hingga permen susu kerbau.
Corporate Communication Alfamart Lombok, Ame Dwi Pramesti
kepada Ekbis NTB mengatakan, kerja
sama dengan UMKM ini sesuai dengan visi perusahaan yakni berorientasi kepada
pemberdayaan pengusaha kecil.
Menurut Ame – sapaan akrabnya, akan ada lagi 10 item produk
UMKM wilayah NTB yang dijual di toko Alfamart. Jenisnya makanan ringan (snack) tradisional dan sembako.
"Kami jualnya per wilayah, misalnya produk dari UMKM Sumbawa dijualnya di
toko-toko Alfamart Sumbawa. Kalau produk UMKM Lombok Barat maka dijualnya di
toko-toko wilayah Lobar," jelasnya.
Namun, jika setelah dievaluasi penjualannya bagus, maka
tidak menutup kemungkinan produk tersebut akan dijual di seluruh jaringan toko
Alfamart NTB. Ame melanjutkan, ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi apabila ingin menjadi bagian suplier produk yang dijual di jaringan
toko Alfamart.
Pertama, UMKM tersebut merupakan produsen yakni bukan
penyalur. Kedua, tempat produksinya bersih dan sesuai standar dari pemerintah
mengenai kebersihan dan kesehatan tempat produksi industri rumah tangga.
Ketiga, skala produksi dapat mencukupi kebutuhan toko, sehingga
tidak akan terjadi out of stock
(kekosongan produk). Ke empat, ragam barang yang ditawarkan sesuai dengan
segmentasi pasar.
Selanjutnya, pelaku UMKM itu memiliki izin legalitas usaha
dan produk, memiliki jaringan distribusi yang baik, memiliki komitmen kuat
terhadap kualitas produk, memberikan harga terbaik agar bisa bersaing dengan
produk lain, diutamakan menetapkan harga yang lebih murah dari pada item
reguler sejenis.
Selain itu, produk yang ditawarkan lolos uji laboratorium
secara berkala, produk akan selalu dievaluasi dari sisi penjualan, tingkat
pemenuhan permintaan dan akan diskontinyu jika tidak sesuai dengan standar yang
ditentukan perusahaan.
"Kami membuka peluang kerja sama terhadap UMKM lokal,
namun bukan berarti tak ada kendala. Kendala yang paling sering dijumpai antara
lain, packaging dan produk yang tidak
standar, tanpa dilengkapi izin PIRT, tanpa keterangan produk yang jelas, baik
itu tanggal kedaluwarsa, gramasi, hingga keterbatasan skala produksi atau
suplai tiap harinya," jelasnya.
Dukungan Alfamart terhadap para pelaku UMKM ini, lanjut Ame,
juga diwujudkan dalam bentuk kerja sama tenan di halaman toko. Mereka diajak
untuk berjualan di halaman toko. Tarifnya sangat terjangkau sebab hanya
digunakan untuk membayar biaya listrik dan air. Upaya ini dilakukan untuk
mendorong para pelaku UMKM lokal pemula yang ingin berwirausaha.
"Khusus untuk pelaku UMKM yang memiliki warung atau
toko kelontong yang letaknya di sekitar toko kami, dirangkul untuk menjadi member dan diberikan pelatihan manajemen
ritel modern," tambahnya.
Ia mengatakan, keuntungan menjadi member atau pedagang binaan Alfamart ini, mereka bisa memesan
barang dengan fasilitas antar gratis oleh tim Member Relations Officer (MRO). Selain itu, mereka juga mendapatkan
potongan harga spesial. Tujuan pemberian harga khusus ini agar pedagang bisa
menjual kembali barang itu dengan harga yang kompetitif.
Selain itu, bagi member
pemilik warung yang beruntung bisa mendapatkan dress up warung cuma-cuma setiap bulan melalui program Outlet
Binaan Alfamart (OBA). Per akhir Maret 2017 tercatat 850 orang member atau
pedagang binaan di wilayah NTB.
“Kami ingin bersinergi dengan para pelaku UMKM, jadi
teman-teman UMKM tidak perlu merasa khawatir kehadiran Alfamart akan berdampak
negatif terhadap keberadaan warung-warung yang sudah ada lebih dulu. Sebab kami
selalu membuka kesempatan untuk bersinergi," jelasnya.
Ame menambahkan, hadirnya minimarket berskala nasional yakni
Alfamart di wilayah ini juga menunjukkan adanya peluang pasar yang siap untuk
dikembangkan. Sampai dengan akhir November 2017, Alfamart di wilayah NTB telah menyerap tak kurang dari 2.322
orang tenaga kerja di mana 96 persennya adalah warga lokal.
Sementara pengamat ekonomi Universitas Mataram, Dr. Abdul Aziz
Bagis, mengatakan ada beberapa hal yang menjadi kendala masuknya produk UMKM ke
ritel modern. “Persyaratan dari ritel modern terutama ritel yang berjaringan
nasional termasuk ketat, seperti pola pembayaran yang bisa sampai 2-4 minggu,”
terang Abdul Aziz Bagis yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)
NTB ini.
|
Abdul Aziz Bagis |
Selain itu, ujarnya, dari segi kualitas terutama masalah
kemasan dan juga berkaitan dengan risiko. “Biasanya pola yang diterapkan adalah
barang titipan, bilamana barang tidak laku sampai batas kedaluwarsa meski
barang itu harus dibayar maka akan dikembalikan,” kata Aziz.
Dari segi pola pembayaran ini, imbuhnya, jika pengusaha UKM
harus tiap hari mengirim barang misalnya nilainya Rp 1 juta, kalau dibayar
setiap 2 minggu, berarti pengusaha harus menanam modal sebesar Rp 14 juta. “Ini
kan memberatkan sekali, oleh karena itu kita minta pemerintah harus menguatkan
hal itu dengan berbagai cara,” terangnya.
Pemerintah melalui Dinas Perdagangan dapat mengimbau ritel
berjaringan nasional untuk mempermudah produk UKM lokal masuk sana. “Kalau
ritel lokal di sini tidak ada masalah, karena siapapun bisa masuk,” kata Aziz.
Ia mencontohkan, di ritel lokal produk UKM dibayar setelah 1
minggu barangnya masuk, berapapun yang terjual. Memang di ritel modern
berjaringan nasional persyaratannya agak berat, sehingga membutuhkan pihak
ketiga yaitu pemerintah untuk melakukan pendekatan.
“Karena pemerintah daerah selama ini berperan sebagai
pemberdaya UKM, salah satunya adalah dengan mengatasi permasalahan ini melalui
pemberdayaan secara operasional,” kata Aziz.
Pemberdayaan bukan hanya dilakukan dengan melakukan pelatihan
atau pembinaan, tetapi membantu mengatasi permasalahan pelaku UKM di lapangan.
Apalagi produk-produk UKM di NTB bisa dibilang mampu bersaing di pasaran karena
banyak produk yang berkualitas. “Karena kita bisa melihat Ukm membuat produk
dan kemasan yang bagus, kalau ini bisa diberdayakan dan masalah dengan ritel
modern bisa diatasi, maka akan muncul banyak pelaku UKM baru,” kata Aziz.
Oleh karena itu, jangan melihat jumlahnya dulu tetapi lihat
produk yang sudah ada dan dimaksimalkan maka akan timbul kreasi baru. “Memang
kendala terbesar UKM kita adalah pemasaran, makanya sekarang sarananya adalah
ritel modern berjaringan nasional ini,” jelasnya. Tetapi ritel modern ini
menerapkan syarat, tetapi diringankan, mungkin pelaku UKM diberi kekhususan.
Untuk itu, ujarnya, pelaku UMKM harus meningkatkan kualitas
produknya. Termasuk harus memilih lokasi ritel yang cocok untuk pemasaran
produknya, misalnya di tempat wisata. Sebagai ketua Aprindo juga, ia menginginkan adanya diskusi
bersama antara Aprindo dan pemerintah daerah. “Selama ini kami dari Aprindo
juga menunggu kapan kesempatan yang baik dari pemda untuk sama-sama
memfasilitasi dan memberikan solusi terhadap masalah ini,” jelasnya. Apalagi
peran pemda sangat penting untuk masalah perizinan terutama saat pembangunan.
Selain itu, ujarnya, saat mengeluarkan izin, pemda
mengeluarkan persyaratan. Di mana, izin bisa diberikan bila ada rekomendasi
dari Aprindo. ‘’Tapi sampai sekarang belum ada,” kata Aziz.
Kalau ada permintaan ini, Aprindo tidak bisa juga bekerja,
sehingga membutuhkan pemerintah sebagai mediator. “Mestinya pemda menggandeng
Aprindo mencari solusi untuk sama-sama mencari jalan keluar untuk permasalahan
UKM ini,” terangnya. (Faris/Uul Ekbis NTB)