Be Your Inspiration

Monday, 11 December 2017

Alfamart dan Aprindo Siapkan Tempat bagi Produk UMKM Lokal

Corporate Communication Alfamart Lombok, Ame Dwi Pramesti

JARINGAN minimarket Alfamart mengkalim terus menambah jumlah item produk UMKM lokal yang dijual di toko sebagai bukti komitmen terhadap pelaku usaha kecil. Sejumlah produk lokal yang dijual antara lain beras 69, kopi 555, air mineral produk Lombok, telur, minyak oles bokashi, madu hutan Sumbawa, hingga permen susu kerbau.

Corporate Communication Alfamart Lombok, Ame Dwi Pramesti kepada Ekbis NTB mengatakan, kerja sama dengan UMKM ini sesuai dengan visi perusahaan yakni berorientasi kepada pemberdayaan pengusaha kecil.

Menurut Ame – sapaan akrabnya, akan ada lagi 10 item produk UMKM wilayah NTB yang dijual di toko Alfamart. Jenisnya makanan ringan (snack) tradisional dan sembako. "Kami jualnya per wilayah, misalnya produk dari UMKM Sumbawa dijualnya di toko-toko Alfamart Sumbawa. Kalau produk UMKM Lombok Barat maka dijualnya di toko-toko wilayah Lobar," jelasnya.

Namun, jika setelah dievaluasi penjualannya bagus, maka tidak menutup kemungkinan produk tersebut akan dijual di seluruh jaringan toko Alfamart NTB. Ame melanjutkan, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila ingin menjadi bagian suplier produk yang dijual di jaringan toko Alfamart.

Pertama, UMKM tersebut merupakan produsen yakni bukan penyalur. Kedua, tempat produksinya bersih dan sesuai standar dari pemerintah mengenai kebersihan dan kesehatan tempat produksi industri rumah tangga.

Ketiga, skala produksi dapat mencukupi kebutuhan toko, sehingga tidak akan terjadi out of stock (kekosongan produk). Ke empat, ragam barang yang ditawarkan sesuai dengan segmentasi pasar.
Selanjutnya, pelaku UMKM itu memiliki izin legalitas usaha dan produk, memiliki jaringan distribusi yang baik, memiliki komitmen kuat terhadap kualitas produk, memberikan harga terbaik agar bisa bersaing dengan produk lain, diutamakan menetapkan harga yang lebih murah dari pada item reguler sejenis.

Selain itu, produk yang ditawarkan lolos uji laboratorium secara berkala, produk akan selalu dievaluasi dari sisi penjualan, tingkat pemenuhan permintaan dan akan diskontinyu jika tidak sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan.

"Kami membuka peluang kerja sama terhadap UMKM lokal, namun bukan berarti tak ada kendala. Kendala yang paling sering dijumpai antara lain, packaging dan produk yang tidak standar, tanpa dilengkapi izin PIRT, tanpa keterangan produk yang jelas, baik itu tanggal kedaluwarsa, gramasi, hingga keterbatasan skala produksi atau suplai tiap harinya," jelasnya.

Dukungan Alfamart terhadap para pelaku UMKM ini, lanjut Ame, juga diwujudkan dalam bentuk kerja sama tenan di halaman toko. Mereka diajak untuk berjualan di halaman toko. Tarifnya sangat terjangkau sebab hanya digunakan untuk membayar biaya listrik dan air. Upaya ini dilakukan untuk mendorong para pelaku UMKM lokal pemula yang ingin berwirausaha.

"Khusus untuk pelaku UMKM yang memiliki warung atau toko kelontong yang letaknya di sekitar toko kami, dirangkul untuk menjadi member dan diberikan pelatihan manajemen ritel modern," tambahnya.

Ia mengatakan, keuntungan menjadi member atau pedagang binaan Alfamart ini, mereka bisa memesan barang dengan fasilitas antar gratis oleh tim Member Relations Officer (MRO). Selain itu, mereka juga mendapatkan potongan harga spesial. Tujuan pemberian harga khusus ini agar pedagang bisa menjual kembali barang itu dengan harga yang kompetitif.

Selain itu, bagi member pemilik warung yang beruntung bisa mendapatkan dress up warung cuma-cuma setiap bulan melalui program Outlet Binaan Alfamart (OBA). Per akhir Maret 2017 tercatat 850 orang member atau pedagang binaan di wilayah NTB.

“Kami ingin bersinergi dengan para pelaku UMKM, jadi teman-teman UMKM tidak perlu merasa khawatir kehadiran Alfamart akan berdampak negatif terhadap keberadaan warung-warung yang sudah ada lebih dulu. Sebab kami selalu membuka kesempatan untuk bersinergi," jelasnya.

Ame menambahkan, hadirnya minimarket berskala nasional yakni Alfamart di wilayah ini juga menunjukkan adanya peluang pasar yang siap untuk dikembangkan. Sampai dengan akhir November 2017, Alfamart di wilayah  NTB telah menyerap tak kurang dari 2.322 orang tenaga kerja di mana 96 persennya adalah warga lokal.

Sementara pengamat ekonomi Universitas Mataram, Dr. Abdul Aziz Bagis, mengatakan ada beberapa hal yang menjadi kendala masuknya produk UMKM ke ritel modern. “Persyaratan dari ritel modern terutama ritel yang berjaringan nasional termasuk ketat, seperti pola pembayaran yang bisa sampai 2-4 minggu,” terang Abdul Aziz Bagis yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) NTB ini.
Abdul Aziz Bagis
Selain itu, ujarnya, dari segi kualitas terutama masalah kemasan dan juga berkaitan dengan risiko. “Biasanya pola yang diterapkan adalah barang titipan, bilamana barang tidak laku sampai batas kedaluwarsa meski barang itu harus dibayar maka akan dikembalikan,” kata Aziz.

Dari segi pola pembayaran ini, imbuhnya, jika pengusaha UKM harus tiap hari mengirim barang misalnya nilainya Rp 1 juta, kalau dibayar setiap 2 minggu, berarti pengusaha harus menanam modal sebesar Rp 14 juta. “Ini kan memberatkan sekali, oleh karena itu kita minta pemerintah harus menguatkan hal itu dengan berbagai cara,” terangnya.

Pemerintah melalui Dinas Perdagangan dapat mengimbau ritel berjaringan nasional untuk mempermudah produk UKM lokal masuk sana. “Kalau ritel lokal di sini tidak ada masalah, karena siapapun bisa masuk,” kata Aziz.

Ia mencontohkan, di ritel lokal produk UKM dibayar setelah 1 minggu barangnya masuk, berapapun yang terjual. Memang di ritel modern berjaringan nasional persyaratannya agak berat, sehingga membutuhkan pihak ketiga yaitu pemerintah untuk melakukan pendekatan.

“Karena pemerintah daerah selama ini berperan sebagai pemberdaya UKM, salah satunya adalah dengan mengatasi permasalahan ini melalui pemberdayaan secara operasional,” kata Aziz.

Pemberdayaan bukan hanya dilakukan dengan melakukan pelatihan atau pembinaan, tetapi membantu mengatasi permasalahan pelaku UKM di lapangan. Apalagi produk-produk UKM di NTB bisa dibilang mampu bersaing di pasaran karena banyak produk yang berkualitas. “Karena kita bisa melihat Ukm membuat produk dan kemasan yang bagus, kalau ini bisa diberdayakan dan masalah dengan ritel modern bisa diatasi, maka akan muncul banyak pelaku UKM baru,” kata Aziz.

Oleh karena itu, jangan melihat jumlahnya dulu tetapi lihat produk yang sudah ada dan dimaksimalkan maka akan timbul kreasi baru. “Memang kendala terbesar UKM kita adalah pemasaran, makanya sekarang sarananya adalah ritel modern berjaringan nasional ini,” jelasnya. Tetapi ritel modern ini menerapkan syarat, tetapi diringankan, mungkin pelaku UKM diberi kekhususan.

Untuk itu, ujarnya, pelaku UMKM harus meningkatkan kualitas produknya. Termasuk harus memilih  lokasi ritel yang cocok untuk pemasaran produknya, misalnya di tempat wisata. Sebagai ketua Aprindo juga, ia menginginkan adanya diskusi bersama antara Aprindo dan pemerintah daerah. “Selama ini kami dari Aprindo juga menunggu kapan kesempatan yang baik dari pemda untuk sama-sama memfasilitasi dan memberikan solusi terhadap masalah ini,” jelasnya. Apalagi peran pemda sangat penting untuk masalah perizinan terutama saat pembangunan.

Selain itu, ujarnya, saat mengeluarkan izin, pemda mengeluarkan persyaratan. Di mana, izin bisa diberikan bila ada rekomendasi dari Aprindo. ‘’Tapi sampai sekarang belum ada,” kata Aziz.


Kalau ada permintaan ini, Aprindo tidak bisa juga bekerja, sehingga membutuhkan pemerintah sebagai mediator. “Mestinya pemda menggandeng Aprindo mencari solusi untuk sama-sama mencari jalan keluar untuk permasalahan UKM ini,” terangnya. (Faris/Uul Ekbis NTB)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive