Be Your Inspiration

Tuesday, 15 August 2017

Ridwan Syah : Pemprov NTB Optimistis RPJMD Tercapai

Asisten II Setda NTB H. Chairul Mahsul dan Kepala Bappeda NTB H. Ridwan Syah

PEMPROV NTB optimistis target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB 2013-2018 bisa tercapai. Meski dihadapkan dengan sejumlah kendala, tidak menyurutkan langkah Pemprov NTB di bawah kepemimpinan Dr. TGH. M. Zainul Majdi dan H. Muh. Amin, SH, MSi., melaksanakan program-program unggulan. Dalam RPJMD ada 31 indikator yang menjadi focus untuk dilaksanakan. Dari 31 indikator ini, 19 indikator atau 19 persen sudah  berhasil dilaksanakan, sementara  12 indikator atau 39 persen belum tercapai.
Demikian disampaikan Kepala Bappeda NTB Ir. H. Ridwan Syah, MSc, MM.TP., dalam jumpa pers di Ruang Rapat Sekda Kantor Gubernur NTB, Selasa (15/8). Hadir juga dalam jumpa pers ini, Asisten II Setda NTB H. Chairul Machsul, SH, MM, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTB H. Irnadi Kusuma.
‘’Kenapa alasan 12? Karena ada 2 belum dirilis BPS. Bukannya tidak tercapai, tapi angkanya belum masuk. Yang belum dirilis, pengeluaran per kapita dan indeks kualitas pengolahan lingkungan hidup,’’ ungkapnya.
Rumah miskin milik salah satu warga di Lingkungan Dasan Geres Gerung Lombok Barat

Meski demikian, pihaknya optimistis sisa yang masih belum tercapai akan bisa dituntaskan. Sementara dari dari 10 indikator ini, ada 4 yang membutuhkan kerja ekstra dari pemerintah provinsi. Pertama, masalah kemiskinan. Di mana, target di RPJMD, angka penurunan kemiskinan 1 persen tiap tahun. Pada rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan April, Pemprov sudah mencapai 16,07 persen.

‘’Sebenarnya target kita pada 2016 adalah 14,25 persen. Itu artinya, kita harus menyelesaikan, kalau mencapai target 2018 kita harus mencapai 12,25 persen, kita masih berutang, 3,07 persen,’’ terangnya.

 Selain itu, indikator lain usia harapan hidup, misalnya, prevalensi kurang gizi, buta huruf dari usia 15 tahun ke atas. Menurutnya, empat indikator ini saling berkaitan, karena kalau bicara kemiskinan, larinya ke arah pendidikan dan kesehatan, karena merujuk langsung tentang Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Selain itu, ujarnya, masalah jalan provinsi mantap optimisis tercapai. Di RPJMD awal, panjang jalan provinsi mantap di angka 93 persen, tapi pihaknya merevisi menjadi 83 persen, karena tidak mungkin tercapai. Apalagi ada 300 km jalan provinsi mantap yang beralih status menjadi  jalan nasional. ‘’Seandainya jalan itu berstatus jalan provinsi, insyaallah, kita nyampai. Sehingga panjang jalan kita itu menjadi berkurang dan yang berkurang itu adalah yang mantap,’’ tambahnya.

Sehingga dengan alasan itu, pihaknya melakukan revisi. Untuk mengejar itu, pihaknya sudah menganggarkan jalan provinsi tahun jamak tahun 2017-2018 sebesar Rp 650 miliar. Dari hitungan-hitungan itu, pihaknya optimis kemantapan provinsi ini bisa sesuai harapan. Itu artinya, seluruh jalan provinsi yang strategis, termasuk lingkar utara di Pulau Sumbawa – lingkar Tambora, termasuk jalan lingkar selatan Pulau Lombok dan Sumbawa bisa mantap.

‘’Ada juga ada indikator lain, yang diusahakan, yakni pendaftaran HAKI. Tinggal didaftarkan saja. Indikator lain, PAD juga bias tercapai,’’ terangnya.

Laju pertumbuhan investasi juga jadi prioritas. Pihaknya yakin dengan perkembangan proyek di Mandalika bisa tercapai. Empat ini yang agak berat, tapi pihaknya akan berupaya. Namun, ada beberapa indkkator yang tidak ada kendalinya di provinsi. Ada di luar faktor-faktor eksternal yang bukan merupakan kewenangan gubernur menjadi penyebab, seperti penghapusan subsidi listrik 900 KVA. ‘’Itu berpengaruh sekali terhadap kemiskinan,’’ ujarnya.

Tidak hanya itu, terjadi bencana alam di beberapa daerah, termasuk di Bima, Sumbawa dan lainnya, karena sesungguhnya, kalau melihat angka yang dikeluarkan TNP2K dan BPS, yang fokus itu, bukan hanya miskin, tapi rentan miskin, karena batas miskin dan hampir miskin itu tipis. Tipis sekali. Jadi ada 2,4 juta penduduk NTB yang miskin dan hampir miskin dan inilah yang kita fokus untuk kita berikan sentuhan program. Karena dari hasil penelitian TNP2K, bahwa orang miskin di tahun 2017 itu adalah orang yang 50 persen sebelumnya tidak miskin. Jadi sebelumnya tidak miskin. Artinya, yang tadinya rentan miskin menjadi miskin, bergeser statusnya menjadi miskin. Dan ini kita fokuskan, termasuk tingkat kedalaman dan tingkat keparahannya, karena ini ketimpangan.


Soal kemiskinan, ujarnya, TNP2K memilih 2 provinsi untuk pilot project, yakni Sumatera Selatan dan NTB. Dipilih dua kabupaten, yakni Dompu dan Kabupaten Lombok Utara. Tujuannya mencari model untuk menyusun model penurunan angka kemiskinan. Ternyata biaya yang tinggi untuk penurunan kemiskinan belum menjamin penurunan kemiskinan angka kemiskinan. Ini terjadi di seluruh Indonesia, bukan hanya di NTB. (Marham)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive