Be Your Inspiration

Sunday, 23 June 2019

MotoGP Mandalika 2021, Wagub Sitti Rohmi Undang Investor Prancis Berinvestasi di NTB

Wagub NTB Hj. Sitti Rohmi Djalilah (kanan) memberikan keterangan dalam jumpa pers bersama wartawan Prancis di Kedutaan Besar RI di Paris, Kamis (20/6/2019) 
Wakil Gubernur NTB, Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, meluangkan waktu khusus untuk mempresentasikan gelaran MotoGP Mandalika di Provinsi NTB pada 2021 mendatang. “NTB juga ingin mengadopsi pariwisata olahraga sebagai salah satu daya tariknya,” ujar Wagub di hadapan puluhan pelaku bisnis perjalanan wisata di Prancis, Kamis, 20 Juni 2019.

Wagub menerangkan, Pemerintah Indonesia dan Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota di NTB menyadari bahwa daerah ini cocok sebagai tempat berkembangnya wisata olahraga atau sport tourism.

“Dengan potensi dan karakteristik yang dimiliki, dan investasi besar ke MotoGP dan potensi investasi di masa depan ke dalam Formula 1, kami yakin kami dapat mengembangkan platform pariwisata olahraga yang hebat,” ujar Wagub.

Untuk itulah, serangkaian agenda wisata olahraga telah mulai digelar di NTB. “Kami mengadakan ultra-marathon pertama kami di Sumbawa tahun lalu dan memiliki peserta dari seluruh dunia. Selain olahraga motor dan lari, kami juga ingin menjelajah ke olahraga bersepeda,” ujarnya. Di daerah ini juga telah digelar turnamen bersepeda Tour de Lombok pada tahun 2017 yang rutenya membentang sepanjang 480 km, dari Mandalika ke Mataram.

Khusus untuk MotoGP, Wagub menegaskan bahwa penyelenggaraannya akan mulai digelar pada tahun 2021 mendatang. “Kegiatan ini akan menarik lebih dari 120.000 pengunjung dengan lebih dari 400 juta orang akan menonton melalui siaran televisi di lebih dari 207 negara. Bayangkan dampak yang akan dihasilkan setelah kami menggelar kegiatan ini di provinsi kami,” sebut Wagub.

Selain MotoGP, ada pula rencana menggelar balapan Formula 1 (F1) di Lombok. Formula 1 telah terbukti menjadi acara olahraga ketiga yang paling banyak ditonton di dunia setelah Piala Dunia FIFA dan Olimpiade. Dengan 21,1 juta pengikut media sosial, disiarkan televisi di 159 negara, dan rata-rata 200.000 orang menghadiri setiap perlombaan, F1 hampir dipastikan akan melahirkan dampak positif yang menakjubkan.

Untuk itulah, Wagub menegaskan potensi ini akan melahirkan peluang bisnis bagi para pelaku bisnis yang hadir di pertemuan tersebut. “Ini adalah peluang besar bagi Anda, investor masa depan kami, untuk menciptakan bisnis Anda di sini, di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat,” pungkas Wagub. (Humas NTB)


Share:

Friday, 21 June 2019

Bukit Pal Jepang, Tantangan Baru Bagi Pecinta Wisata Trekking di Lombok Timur


Pemandangan dari puncak bukit Pal Jepang bisa melihat puncak Gunung Rinjani dan bukit-bukit sekitarnya. 
Lombok Timur (Lotim) adalah daerah dengan destinasi wisata cukup lengkap. Selain sederetan pantai dengan panorama yang menawan dan gunung Rinjani yang terkenal, bukit-bukitnya pun cukup menantang dan memukau. Bagi pecinta wisata trekking, adalah Bukit Jepang bisa menjadi salah satu alternatif. Utamanya bagi penggemar pendakian.

Bukit Pal Jepang ini diperkenalkan oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Langgar Pusaka Desa Sapit Kecamatan Suela Kabupaten Lotim bersama dengan para pelaku wisata lainnya. Oleh para Pokdarwis Sapit ini, bukit dengan ketinggian 2.300 mdpl itu telah coba dibuka sebagai salah satu destinasi wisata bertema Trekking.

Pal Jepang menawarkan multi panorama alam yang menakjubkan. Tim SDM Pokdarwis Sapit, Hijazi Noor mengatakan, bukit Pal Jepang ini dibuka jalurnya melalui desa Sapit. Kawasan perbukitan yang indah itu telah dijadikan destinasi wisata baru di Lotim. Perjalanan menuju puncak bukit dari Sapit butuh waktu empat jam perjalanan kaki. Kawasan yang dilewati diakui memang masih cukup ekstrim. Karenanya saat ini Pokdarwis Sapit ini masih mencoba menata dan mengelola kawasan ini menjadi lebih menarik. “Dari Sapit, bukit berada di sebelah timur utara,” terangnya. 

Sedangkan dari wilayah Sebau Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) juga bisa dilihat jelas bukit Pal Jepang sebagai bukit paling tinggi. 

Jalur treking melintasi areal yang sejuk dan dikelilingi padang savana. Adapun jalurnya, menggunakan sepeda motor sampai di Blok Dupe. Baru kemudian berjalan tiga jam ke arah barat sampai di bawah bukit Calo. Yakni berada di kaki bukit Pal Jepang. Di bukit Calo ini cukup luas tempatnya. Dari Calo inilah para pendaki bisa istirahat sebentar sebelum menuju puncak Pal Jepang. Dari Bukit Calo menuju Pal Jepang melewati punggung-punggung bukit yang memang terlihat cukup ekstrim. “Jalannya agak sempit, sekitar 2 meter dan memang tidak begitu aman bagi pemula,” ungkapnya.

Senada dikemukakan Asri, pelaku wisata yang sudah menjajalkan pendakian ke Bukit Pal Jepang ini menuturkan, untuk mecapai puncak Bukit Pal Jepang dilalui 4 fase perjalanan. Setiap fase para pendaki dapat meyaksikan panorama yang berbeda. Fase pertama, perjalanan di mulai dari Langgar Pusaka Desa Sapit berjalan menapaki jalan rabat di wilayah perkampungan Dusun Sapit. Perjalanan ini berjarak sekitar 500 meter dengan jarak tempuh sekita 10 menit (jalan kaki).

Sepanjang perjalanan ini pendaki dapat menikmati pesona salah satu situs cagar budaya dan peninggalan kepurbakalaan "Langgar Pusaka" (Masjid Tua Desa Sapit) dan panorama perkampungan Dusun Sapit.

Fase
kedua, berjalan melalui jalan rabat yang melintasi kawasan lahan pertanian dan perkebunan masyarakat Desa Sapit. Jalur ini berjarak sekitar 1 km dengan trip yang lumayan curam dan lumayan menguras tenaga, namun di sepanjang perjalanan pendaki dapat menikmati panorama view kawasan sawah terasering yang terhampar sedemikian indahnya.

Trip ini cukup menguras tenaga. Jika pendaki ingin mengirit tenaga maka pendaki dapat menggunakan jasa ojek setempat. Dari Langgar Pusaka hingga bibir hutan dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua dengan waktu tempuh sekitar 10 menit. Jalur itu hanya dapat dilalui oleh pengendara profesional.

Fase ketiga, pendaki akan berjalan menelusuri hutan dengan jarak sekitar 1,6 km. Fase perjalanan ini menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam (jalan kaki).  Sepanjang perjalanan ini pendaki dapat menikmati pesona alam hutan yang sejuk dengan aneka ragam floranya. Hutan Adat Desa Sapit yang pendaki lalui pada fase ini menyediakan panorama yang cukup menawan. Di sana pendaki dapat melihat berbagai jenis kayu dengan ukuran yang bervariasi, berbagai jenis rumput, beberapa jenis anggrek dan tumbuhan liar yang tidak pendaki temukan di tempat lain.

Selain berbagai jenis flora, di hutan ini juga dapat ditemukan beberapa jenis fauna (satwa), seperti kera berekor panjang, kera hitam, ayam hutan, koak
- kaok dan berbagai jenis burung yang mendendangkan suara indahnya. “Jika pendaki beruntung, di kawasan hutan ini juga pendaki dapat melihat rusa dan kijang sebab di kawasan ini satwa tersebut masih banyak berkeliaran,” ucapnya.
Perjalanan di fase ketiga dapat memberikan kesan bisa melihat berbagai panorama yang tentunya akan menjadi pengalaman tersendiri bagi treking yang pendaki lakukan menuju Pal Jepang.

Fase ke empat, adalah jalan melalui hutan yang rindang dengan udaranya yang sejuk. Ujung hutan pendaki sudah di tunggu oleh panorama savana yang mayoritas ditumbuhi rumput ilalang dan beberapa jenis pakis serta beberapa jenis rumput lainnya.

Menuju puncak Bukit Pal Jepang, pendaki harus melalui dua bukit di bawahnya. Bukit pertama disebut Pelawangan Pal Jepang dengan ketinggian 1.851 mdpl. Bukit ini cukup pendaki dan sangat nyaman sebagai tempat mendirikan perkemahan. Dari bukit ini pendaki dapat menyaksikan panorama Gunung Rinjani berbentuk jantung yang ada di sebelah barat dan pada sore hari pendaki dapat menyaksikan
matahari yang seolah terbenam (sunset) di balik puncak Rinjani.

Dari ujung hutan pendaki harus menempuh perjalanan melalui savana yang terbagi dalam tiga bukit dengan jarak sekitar 700 m dengan waktu tempuh sekitar 1 jam 10 menit. Jalurnya cukup terjal, terutama setelah melalui Bukit Pelawangan Pal Jepang.

Setelah melintasi savana
Pelawangan dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, maka pendaki harus melalui trek yang cukup terjal hingga mencapai Bukit Jaran Kurus dengan ketinggian 2.100 mdpl. Disebut Bukit Jaran Kurus sebab puncak bukit ini agak lancip layaknya punggung kuda yang berbadan kurus.

Perjalanan dari Bukit Jaran Kurus hingga puncak Bukit Pal Jepang memakan waktu tempuh sekitar 40 menit. “Jaraknya sih hanya sekitar 400 meter namun tripnya yang terjal layaknya kita menuju Pelawangan Rinjani membuat kita butuh waktu yang lumayan untuk mencapai puncak Bukit Pal Jepang,” demikian. (Rusliadi/Lombok Timur)
Share:

Thursday, 13 June 2019

Gubernur NTB Dr. Zul Lantik Iswandi sebagai Penjabat Sekda NTB

Gubernur Dr. Zul Lantik Iswandi sebagai Penjabat Sekda NTB di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB, Kamis (13/6/2019)
Gubernur NTB Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., MSc., melantik Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB Ir. H. Iswandi, MSi., sebagai Penjabat Sekda NTB. Pelantikan dilakukan di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB, Kamis (13/6/2019). Pelantikan ini dihadiri pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB.

Dihubungi usai dilantik, Penjabat Sekda NTB Ir. H. Iswandi, MSi., bertekad mensukseskan apa yang menjadi kebijakan pimpinan, dalam hal ini Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah, SE., MSc., dan Wakil Gubernur Dr. Ir. Hj. Rohmi Djalilah, MPd. Apalagi tugas seorang sekda NTB melaksanakan apa yang sudah ditetapkan pimpinan.

‘’Saya harus fokus membawa birokrasi ini untuk dapat menyukseskan apa yang menjadi kebijakan dari pada pimpinan,” jelasnya pada wartawan usai dilantik sebagai Penjabat Sekda NTB di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB, Kamis (13/6/2016).



Meski demikian, Iswandi yang juga Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB ini memiliki komitmen awal untuk mensosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB periode tahun 2018 – 2023. Terlebih, RPJMD tahun 2019-2023, disusun dengan maksud mengarahkan penyelenggaraan pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Termasuk, pelaksanaan pembangunan di NTB sesuai dengan visi dan misi gubernur dan wakil gubernur periode 2019-2023 dan dilanjutkan sebagai dasar penyusunan dokumen perencanaan lainnya.

Tidak hanya itu, Iswandi juga mengajak seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB bekerjasama menuntaskan pekerjaan yang belum selesai.  Dialam hal ini, akunya, banyak hal yang harus diselesaikan, terutama terkait dengan perubahan APBD 2019, kemudian APBD 2020 semua memerlukan kerja bersama dengan semua SKPD untuk dapat menuntaskan pekerjaan, karena ini yang akan memantapkan jalannya pembangunan NTB pada tahun yang akan datang.

Di sisi lain, tambah mantan Kepala Biro Umum Setda NTB ini, sesuai dengan RPJMD, pengelolaan pendapatan daerah  setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diarahkan untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Termasuk, penerapan pelayanan prima pada unit pengelola melalui upaya penggalian dan pengembangan sumber penerimaan daerah, serta penyempurnaan sistem dan prosedur pengelolaan pendapatan daerah.

Meski demikian, ujarnya, pajak daerah mengalami progress yang baik, hanya saja sumber retribusi dan yang lainnya perlu kerja keras untuk dioptimalkan. Untuk itu, sumber–sumber retribusi, sumber penerimaan yang lain perlu kerja keras untuk  mengoptimalkan ke depan, sehingga biaya–biaya yang diperlukan untuk pembangunan itu cepat diwujudkan. (Marham)

Share:

Libur Lebaran, Objek Wisata Dende Seruni Raup Penghasilan Rp4 Juta Per Hari



Objek Wisata Seruni Mumbul Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur
Objek wisata hasil polesan di Desa Seruni Mumbul Kecamatan Pringgabaya, Dende Seruni kini sudah bisa menghasilkan pundi uang bagi pemerintah desa. Anggaran Rp300 juta yang sudah dihabiskan untuk biaya penataan kawasan ini diyakini bisa balik modal dalam satu atau dua tahun ke depan. Pasalnya dalam sehari saja, sudah bisa menghasilkan Rp 3-4 juta.

Ketua BUMDes Seruni Mandiri Sejahtera, Zainul Wardi, kepada Suara NTB kemarin menjelaskan, meski belum dilaunching, wisata Dende Seruni ini sudah diburu banyak pengunjung. Baik dari Lotim maupun dari luar daerah. Pengelola menjual tiket seharga Rp5 ribu perorang dan pengunjung 700-900 orang perhari.


Sentuhan kreativitas pemerintah Desa Seruni Mumbul bersama dengan BUMDes-nya ini diakui terbukti telah menghasilkan. Prinsip digunakan, di balik kegiatan penataan lingkungan akan ada hasil yang akan dipetik. Saat ini, air menanga yang menjadi lokasi Objek Wisata Dende Seruni ini tidak lagi  bercampur dengan air laut.

“Airnya sekarang sudah tawar semua,” ucapnya. Air tawar ini pun justru mengalir desa ke laut. Air menanga pun terlihat bening dan langsung melihat dasar menanga yang ditumbuhi lumutan. “Lumut-lumut itu rencana akan kita bersihkan,” ucapnya.

BUMDES Seruni Mandiri ini sampai saat ini terus berbenah dan merampungkan pembangunannya. Salah satu desa wisata di Lotim ini merencanakan akan menghabiskan anggaran Rp 600 juta untuk membangun sejumlah fasilitas penunjang wisata. Mulai dipersiapkan antara lain wahana kano, sampan dayung yang siap digunakan oleh semua pengunjung mengelilingi seluruh menanga yang dikelilingi oleh tanaman mangrove yang masih rimbun.

Kreativitas Desa Seruni Mumbul ini mendapat atensi dari pemerintah provinsi NTB. Disebut ada dana pembinaan senilai Rp100 juta yang siap dijemput. Ada juga dana pembinaan dari pemerintah pusat senilai Rp1,5 miliar yang juga siap dijemput untuk pengembangan kawasan wisata.

Saat ini yang masih kurang, sebut Zainul Wardi adalah wisata kuliner. Areal wisata kuliner ini disebut sangat penting. Dimana semua pengunjung bisa menikmati santapan kuliner khas Seruni Mumbul yang notabenenya merupakan para  nelayan. “Jadi kulinernya nanti banyak dari bahan baku ikan, ada bakso ikan dan menu-menu ikan lainnya,” ucapnya.


Harapannya, hadirnya Objek Wisata Seruni Mumbul ini bisa memberikan dampak ekonomi juga bagi masyarakat sekitar. Tidak saja bagi pemerintah desa, tapi juga bisa berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa Seruni Mumbul dan sekitarnya. (Rusliadi/Lombok Timur)
Share:

Tradisi Lebaran Topat di Pulau Lombok, Perpaduan Adat, Budaya dan Religi

Bupati Lobar H. Fauzan Khalid dan istri bersama Wabup Hj. Sumiatun saat nyekar di Makam Batulayar sebagai salah satu ritual inti Lebaran Topat, Rabu (12/6/2019). 

Lebaran Topat sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Lombok umumnya dan Lombok Barat (Lobar) khususnya sejak dahulu kala. Perayaan Lebaran Topat ini merupakan perpaduan tradisi masyarakat Sasak di hari ketujuh pada bulan Syawal 1440 Hijriyah dengan budaya lokal serta religi. Lebaran yang oleh masyarakat Suku Sasak disebut juga dengan Lebaran Nine (perempuan, red) ini biasanya dijadikan penutup setelah menunaikan ibadah puasa sunnah Syawal.

PADA hari Lebaran Topat ini, masyarakat suku Sasak mengunjungi banyak tempat yang dianggap mempunyai nilai-nilai sakral. Terutama mengunjungi makam-makam yang dianggap keramat. Di tempat ini, masyarakat menggelar doa dan ruwah (ruwatan) yang sering kali disebabkan oleh kaul (janji, red) demi menghormati leluhur atau cikal bakal dakwah Islam di Pulau Lombok. Di makam yang dianggap keramat itu, biasanya perayaan Lebaran Topat digandeng dengan prosesi ngurisang (potong rambut bayi, red) atau bahkan syukuran sunatan untuk anak-anak mereka.

Saat ini, prosesi budaya tersebut sudah bergeser tidak hanya menjadi prosesi ritual kebudayaan, namun menjadi event pelesiran keluarga pasca puasa di bulan Ramadhan dan puasa Syawal. Di Lobar, Lebaran Topat dipusatkan di Pantai Duduk senggigi. Prosesi sakral ini diawali dengan prosesi ziarah makam oleh Bupati Lobar H Fauzan Khalid didampingi istri bersama Wakil Bupati (Wabup) Lobar Hj. Sumiatun dan Camat Batulayar, para pemangku adat, tokoh agama.



Di Makam Batulayar, bupati bersama wabup melakukan nyekar.  Ziarah kubur ini juga masuk dalam acara inti perayaan Lebaran Topat. Didampingi sejumlah tokoh masyarakat, tokoh agama, bupati menggelar doa di makam tersebut.

Menurut bupati, ziarah kubur merupakan proses standar yang harus masuk dalam perayaan Lebaran Topat. Selain itu, ada proses dulang pesaji yang berisi makanan ketupat yang dimakan oleh para tamu. Setelah prosesi nyekar, bupati dan wabup menuju lokasi acara perayaan Lebaran Topat menggunakan cidomo yang sudah dihias. Sekitar beberapa menit perjalanan menggunakan cidomo bersama wabup, rombongan bupati pun tiba di lokasi acara dan disambut oleh tokoh adat diiringi tarian rudat dan dikalungkan sorban. Di lokasi acara, bupati dan wabup telah ditunggu oleh para tamu undangan. 
Suasana Lebaran Topat di Pantai Duduk Batulayar, Rabu (12/6/2019)
Sebelum prosesi puncak lebaran topat, diawali dengan tarian Praja Topat Agung disuguhkan oleh para penari. Setelah penampilan seni tari ini dilanjutkan dengan penjemputan Praja Topat Agung yang dipimpin oleh pemucuk diiringi oleh teruna dedara yang membawa ceret, pisau pemotong ketupat dan piranti lainnya sebagai simbol dimulainya event Lebaran Topat.  Selanjutnya pemotongan ketupat dilakukan oleh bupati dan menyerahkan potongan ketupat ke mantan Bupati Lobar. Lalu dilanjutkan pemotongan ketupat oleh wabup dan menyerahkan potongan ketupat ke Plt Sekda NTB Hj. Baiq Eva Nurcahyaningsih. Pemotongan ketupat dilanjutkan dengan buka tambolaq (penutup) pesaji,  prosesi ini menjadi tanda berakhirnya rangkaian tradisi Lebaran Topat.

Menurut Pemerhati Budaya Lobar, Sahnan kegiatan Lebaran Topat yang diadakan Pemda Lobar dinamakan Lebaran Adat, karena lebaran ini sudah dianggap Kiyai Sasak. Lebaran ini diadatkan dan masuk dalam unsur religi warga Lombok. Lebaran ini, jelasnya, menjadi tradisi, di dalamnya terkandung berbagai makna. Misalnya, tradisi lebaran ini dipentaskan dalam bentuk seni trali. Trali di sini artinya tradisi dan religi, di mana tradisi ini adalah kesenian bernuansa lokal sedangkan religi bernuansa agama.


Sementara Kepala Dinas Pariwisata Lobar Ispan Junaidi, M.Ed., mengatakan berbagai prosesi lebaran topat ini menggambarkan budaya dan religi. Diawali dengan prosesi naik cidomo dari kantor Camat Batulayar menuju Makam Batulayar untuk melaksanakan ziarah makam.
Ziarah makam ini sebuah prosesi sakral budaya yang diwarisi turun temurun. Di mana budaya bercidomo ini sudah jarang dilakukan oleh anak cucu. Seperti halnya budaya begau (membajak tanah) yang dulu menggunakan alat tradisional kini sudah ditinggalkan dan memanen padi dengan rangkap (alat tradisional). “Jika ini tidak dipertahankan dan dilestarikan maka akan punah,” jelas dia.

Lalu proses begibung menyantap hidangan dulang pesaji sebagai salah satu spirit membangun kebersamaan dan sopoq angen (satu hati) seluruh kekuatan etnis dan entitas membangun Lobar. Diharapkan spirit ini bukan saja sebagai tuntunan hidup, namun juga tontonan budaya.

Untuk itu, ujarnya, dua fungsi dari Lebaran Topat ini, sebagai tuntutan membangun karakter dan sebagai tontonan yang unik dilihat oleh para wisatawan. Lebaran Topat ini menggambarkan Lobar sebagai miniatur masyarakat yang toleran, tergambar dari adanya pura di bagian sebelah barat Senggigi, sebelah timur ada Makam Batulayar. (Heru Zubaidi/Lombok Barat) 

Share:

Monday, 10 June 2019

Pasang PJU, Pemkab Lombok Barat Kerjasama dengan Pihak Ketiga

Bupati Lombok Barat H. Fauzan Khalid

PEMKAB Lombok Barat (Lobar) mengaku Penerangan Jalan Umum (PJU) di kawasan wisata, khususnya di kawasan Senggigi menjadi prioritas untuk ditangani. Bahkan, dalam membangun PJU ini, Pemkab Lobar bekerjasama dengan pihak ketiga memasang 15 ribu titik PJU di seluruh Lobar, khususnya di kawasan wisata.

Seperti disampaikan Bupati Lobar H. Fauzan Khalid, jika penanganan PJU khusus di kawasan Senggigi sudah ada. Namun pihaknya ingin berpikir lebih jauh, tidak hanya Senggigi, sehingga pihaknya pun membuat terobosan dengan kerjasama dengan pihak ketiga. Saat ini tengah berjalan kerjasama tersebut, di mana akan dipasang 15 ribu lampu di seluruh Lobar. “Bulan Agustus sudah kita mulai eksekusi pemasangan 15 ribu  lampu PJU . Kita sudah jalan,” jelasnya belum lama ini.


Terkait kerjasama pemasangan PJU ini pun sudah disampaikan ke Bappenas dan mendukung program ini. Pemda kata dia tidak bisa parsial dalam melaksanakan program, hal ini yang kurang dipahami oleh masyarakat. “Begitu turun, warga beranggapan bisa langsung cepat dikerjakan,” jelas dia.


Pihaknya menegaskan PJU di kawasan Senggigi masuk prioritasnya pada program kerjasama pemasangan 15 ribu titik PJU nanti. Bahkan kata dia, tim sudah melakukan survei titik lampu PJU yang dibutuhkan di Senggigi. Ia menambahkan saat ini posisi PJU di Lobar mencapai 7.500 titik, namun dari jumlah ini diperkirakan yang menyala 50 persen. “Terobosan yang kami lakukan nanti itu  ada 15 ribu titik lampu dipasang se Lobar dengan investasi Rp80-90 miliar,” jelasnya.


Pihaknya mencari terobosan kerjasama karena kalau dianggarkan melalui APBD dana sebesar itu maka akan jadi sorotan di tengah kondisi fiskal. Di samping itu untuk efisiensi sebab bisa dipangkas biaya PJU yang saat ini mencapai Rp18 miliar, namun jika dikerjasamakan bisa ditekan menjadi Rp 11 miliar. ‘’Artinya ada surplus Rp7 miliar yang menjadi PPJ,’’ klaimnya. (Heru/Ekbis NTB)

Share:

Jalur Gelap Destinasi, Rugikan Pariwisata NTB

PJU di kawasan wisata Senggigi yang masih hidup. Banyak, PJU di jalur destinasi wisata di Pulau Lombok tidak berfungsi. 

Pariwisata merupakan salah satu program unggulan di NTB. Namun, tidak sedikit fasilitas pendukung sektor unggulan ini belum memadai. Mulai dari infrastruktur jalan, termasuk  lampu penerang jalan. Seperti fasilitas Penerangan Jalan Umum (PJU) di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat  hingga wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Lombok Utara (KLU), belakangan ini banyak dikeluhkan. Jalan menuju destinasi wisata unggulan ini dikeluhkan gelap gulita.

Senggigi, sudah sangat populer di kalangan wisatawan nusantara dan mancanegara. Meski menjadi destinasi wisata potensial, penataan serta infrastruktur pendukung kawasan wisata ini masih belum memadai.

Mengapa? Senggigi memiliki nama besar. Ia masih kuat menyedot penasaran wistawan dari dalam negeri dan mancanegara. Pantainya masih menggoda, meskipun kerap dikritik karena roi pantai yang seharusnya leluasa di akses masyarakat umum menjadi terbatas, akibat penguasaan kawasan oleh pemodal. Senggigi tetap memiliki daya tarik.

Destinasi wisata ini sangat berpeluang untuk terus menjadi destinasi wisata unggulan, jika saja pemerintah daerah serius memolesnya. Setidaknya, fasilitas yang membuat nyaman wisatawan menjadi perhatian utama. Senggigi masih dikeluhkan sebagai tempat yang belum nyaman.
Kontur wilayah berbukit, tanjakan dan tikungan di jalan-jalan utamanya di sepanjang pinggir pantai Meninting, hingga Lombok Utara yang pada siang hari menjadi lintasan yang eksotis, di malam harinya menjadi titik yang menakutkan.

Sejumlah PJU yang dipasang oleh pemerintah daerah hanya menjadi pajangan. Di malam hari, banyak di antaranya yang tak lagi menjadi penerang di kegelapan. Sebelumnya, objek wisata Senggigi gelap gulita akibat banyaknya PJU yang tak berfungsi. Saat ini kondisinya konon sudah  lebih baik.



Meski begitu, keberadaan PJU-PJU di sepanjang jalan Senggigi patut menjadi perhatian. Pantauan Ekbis NTB dari gapura utama Meninting-Batu Layar-Senggigi hingga ujung Kerandangan, terdapat sekitar 161 PJU dan tiang listrik yang dipasangkan perangkat PJU. Tidak terhitung tiang-tiang listrik yang tidak dilengkapi PJU.
Dari total jumlah tersebut, di malam hari sekitar kurang lebih 132 PJU yang menyala. 29 di antaranya tak berfungsi. PJU yang tak berfungsi ini, di antaranya ada di titik-titik strategis, bahkan di titik rawan (lakalantas). Yaitu  di tanjakan, dan di tikungan tajam. Bahkan di tempat berkumpulnya pedagang-pedagang asongan, PJU justru tak berfungsi. Titik-titik ini menjadi gelap di sepanjang jalan di Batulayar-Senggigi.

Juga yang patut menjadi perhatian, tidak seluruhnya PJU yang menyala terang benderang. Kebanyakan nyalanya remang-remang. Ada juga tiang-tiang PJU yang tertutupi dedaunan dan ranting pohon di pinggir jalan. Akibatnya, cahayanya tak tembus di jalanan. Kondisi ini sangat merugikan Senggigi sebagai destinasi wisata potensial.

Bagaimana wisatawan merasa nyaman? Beberapa pedagang asongan yang dijumpai juga menyampaikan harapan yang sama. Agar jalan-jalan di sepanjang objek wisata Senggigi terang benderang. Mereka yang berjualan di pinggir jalanpun terpaksa harus menggunakan listrik aliran yang dibayar swadaya setiap bulan. Mereka berkelompok mengeroyok satu meter KWh.
‘’Inginnya kami, jalan-jalan ini terang. Supaya wisatawan yang jalan kaki banyak. Kan bisa belanja,’’ kata Wahab, salah satu pedagang jagung bakar dan minuman di Senggigi.

Sebelumnya, PJU-PJU di Senggigi tidak sedikit yang tak berfungsi. Apalagi saat hujan, suasananya mengkhawatirkan. Tentu tak nyaman bagi pengunjung. Harapannya, PJU – PJU yang ada dibenahi. Dan tiang-tiang listrik yang ada dipasangkan PJU.
PJU di kawasan Senggigi yang tidak berfungsi
Hal senada disampaikan Kepala Desa Batulayar Muhammad Taufiq. Menurutnya, banyaknya PJU yang tidak berfungsi dari Desa Batulayar hingga Senggigi, dikeluhkan pengguna jalan, termasuk wisatawan. Ia mengaku, tidak semua PJU di kawasan Senggigi menyala, sebagian katanya mati. Sebagian juga belum dipasangkan PJU.



Sangat tidak layak menurutnya, jika akses pariwisata tidak terang benderang. Paling tidak, lanjutnya, terdapat PJU dari gapura perbatasan dengan Kota Mataram hingga KLU. Selama ini, keluhan masyarakat terkait tidak ada lampu penerang menyebabkan potensi kecelakaan lalu lintas. Bila penerangan minim, cahaya lampu kendaraan dari arah berlawanan kerap membuat silau pengendara di depannya.

Di sisi lain, Kepala Desa Senggigi, Muhammad Ilham mengaku sering meminta kabupaten untuk memfasilitasi sarana PJU di akses pariwisata. Tapi tidak mendapat respons positif. Jalan Raya Senggigi tidak semuanya diterangi PJU. “Usulan kami tidak direspons,”akunya beberapa waktu lalu.
Pihaknya sudah bersurat resmi hingga menelepon pihak Pemda untuk menyampaikan persoalan ini, namun tak direspons. Sejauh ini apa yang diusulkan desa, tidak pernah terealisasi, hal ini menyebabkan ia bosan meminta Pemkab untuk menyediakan PJU di jalan raya Senggigi. Menurut Ilham, minimnya penerangan jalan menimbulkan efek tidak bagus bagi wisatawan. ‘’Lampu penerang ini seharusnya menjadi fasilitas yang harus diutamakan,’’ harapnya.

Warga Senggigi, Mastur mengatakan Senggigi sebagai kawasan wisata dunia sebenarnya tidak layak menjadi lokasi wisata, karena kondisi infrastuktur pendukungnya minim. Daerah ini hanya menyetor PAD ke daerah, namun justru kondisi infrastruktur tidak diperhatikan. ‘’Di luar saja megah, tapi coba masuk ke dalam (dusun) di Senggigi kondisi jalannya semua rusak parah,’’ terang Ketua Karang Taruna Senggigi ini.

Menurutnya, banyaknya lampu PJU yang mati sepanjang jalur Senggigi hingga Mangsit sekitar lima kilometer menambah buramnya kondisi infrastruktur di daerah itu. Warga setempat sendiri berharap ada perlakuan khusus dari Pemda karena sebagai daerah penghasil PAD terbesar di Lobar. Karena tidak adanya dana khusus dari Pemda untuk membiayai itu, maka hal ini mendasari warga Senggigi mengusulkan Perdes pungutan hotel yang diambil dari CSR sekitar 10 persen. Karena, sejauh ini CSR hotel tidak disetor ke desa, namun tidak jelas ke mana? Terkait Perdes ini sendiri sudah dikoordinasikan dengan Pemda dan berharap bisa disetujui. (Bulkaini/Heru/Ekbis NTB)

Share:

ITDC Gelar Lebaran ’On The Beach

 Atraksi seni semarakkan Lebaran On The Beach ITDC di kawasan The Mandalika.

Serangkaian untuk menyemarakkan perayaan hari raya Idul Fitri, PT. Pengembang Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) menggelar event Lebaran On The Beach di Kuta Beach Park di kawasan The Mandalika. Event itu digelar mulai tanggal 7 sampai 16 Juni 2019 . Selain untuk menggaungkan kawasan The Mandalika, event tersebut diharapkan bisa menjadi wahana memperkenalkan kesenian dan budaya lokal Lombok Tengah (Loteng).

“Event Lebaran on the beach ini memang kita gelar tidak hanya untuk memperkenalkan secara lebih luas lagi kawasan The Mandalika. Tetapi juga bisa menjadi wahana bagi para pelaku seni didaerah ini untuk berekspresi dan berkreasi,” ungkap Kepala General Support The Mandalika I Gusti Lanang Bratasuta, kepada Suara NTB, Minggu (9/6/2019).

Ia menjelaskan, event sendiri digelar selama dua jam setiap hari. Mulai pukul 16.00 wita sampai pukul 18.00 wita. Diisi oleh berbagai penampilan dan atraksi seni khas daerah ini, Seperti band akustik, kesenian tradisional gendang beleq, peresean, dan musik genggong. Termasuk tarian tradisional seperti santang, kayak, setta dan tamplek.

Untuk memperkaya khasanah pengetahuan tentang kesenian itu sendiri, di setiap penampilan tarian khususnya, diselipkan cerita di balik kesenian tari khas Sasak tersebut. “Respons masyarakat nyata cukup baik. Terbukti, setiap event digelar selalu ramai disaksikan oleh pengunjung,” terangnya.

Yang datang pun tidak hanya wisatawan lokal saja. Tetapi juga wisatawan domestik hingga mancanegara. “Selama dua hari pelaksanaan event ini, rata-rata pengunjung yang datang di Kuta Beach park mencapai sekitar 2.000 orang,” terangnya.

Ke depan pihak ITDC berkomitmen untuk memperbanyak event-event serupa. Dengan begitu kawasan The Mandalika bisa semakin dikenal dan tentunya akan mengundang minat wisatawan untuk datang. Kalau kawasan The Mandalika sudah ramai dikunjungi, hal itu tentunya akan membuka peluang ekonomi masyarakat sekitar. Dan, pada akhirnya akan mampu mengangkat taraf ekonomi masyarakat di lingkar kawasan The Mandalika pada khususnya dan Loteng pada umumnya.

“Muara dari semua event yang kita laksanakan itu demi mendorong pergerakan ekonomi kawasan dan masyarakat di sekitar kawasan. Kalau ekonomi sudah bergerak, masyarakat pula yang akan merasakan manfaatnya,” tegas Brata. (Munakir/Suara NTB/Loteng)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive