|
Gubernur NTB H.
Zulkieflimansyah bersama Bupati Lombok Tengah H. M. Suhaili FT meresmikan Desa
Wisata Bilelando Kecamatan Praya Timur, 17 Februari 2019 lalu. |
Sesuai RPJMD-NTB 2019-2023 dan telah
ditindaklanjuti dengan SK Gubernur Dr. H. Zulkieflimansyah, ditetapkan 99 Desa
untuk dikembangkan sebagai Desa Wisata. Tahun 2019, ditargetkan digarap 20 Desa
Wisata. Desa-desa itu tersebar di seluruh kabupaten/kota di NTB, dengan beragam
pesona, keunikan dan ke-khasannya masing-masing. Apalagi, konsep desa
wisata adalah pembangunan dan pengembangan potensi desa secara
terintegrasi.
Mengembangkan desa wisata telah dimulai jelang akhir pemerintahan
Dr. TGH. M. Zainul Majdi dan H. Muh. Amin, SH., MSi., beberapa waktu lalu. Di
mana, muncul beberapa desa wisata di Lombok Tengah yang memiliki inisiatif
sendiri untuk mengembangkan potensi yang dimiliki desanya. Misalnya, seperti di
Desa Bilebante, Kecamatan Pringgarata dan Desa Setanggor, Kecamatan Praya
Barat.
Sebuah desa wisata di samping harus didukung
oleh modal potensi baik pesona alam serta keunikan tradisi dan sosial
budayanya. Juga harus memiliki unsur ketangguhan atau aman dan mantap,
tersedianya infrastruktur dan aksesibiltas wilayah yang memadai sehingga
pergerakan barang dan orang serta aktivitas sosial dan bisnis menjadi
lancar.
Keberhasilan pengembangan desa wisata ini ternyata menjadi
inspirasi bagi desa-desa lain di NTB. Jika selama ini, pihak desa belum serius
menjadikan potensi yang ada di desanya sebagai sumber PADes baru dan lapangan
kerja bagi warga sekitarnya. Sebagai contoh, Desa Kembang Kuning dan Desa Jeruk
Manis Kecamatan Sikur Lombok Timur, terus mengembangkan potensi yang ada di
desanya. Apalagi, lokasinya di bawah kaki Gunung Rinjani dan banyak memiliki
objek wisata alam yang tidak kalah indahnya.
Aspek yang tidak kalah pentingnya bagi sebuah
desa wisata adalah penyediaan fasilitas pendukung aktivitas sosial ekonomi,
termasuk program-program pemberdayaan masyarakat. Seperti pembinaan dan
pengembangan berbagai produk handycraf, UMKM, kuliner, atraksi seni,
pengembangan beragam produk-produk kearifan lokal, BUMDes Bersaing dan wisata
agro lainnya, beserta jaringan pemasarannya harus tersedia. Tidak terkecuali
pada aspek pelestarian nilai-nilai aneka tradisi, sehingga menjadi daya pikat
tersendiri sekaligus persyaratan bagi terwujudnya sebuah desa wisata.
Pengembangan desa wisata juga membutuhkan
dukungan infrastruktur digital yang memadai. Karena sangatlah sulit potensi
desa wisata yang indah, akan dapat dipromosikan secara luas ke mancanegara,
jika tidak ada akses internet yang memadai.
Keberhasilan pengembangan beberapa desa wisata ini ternyata
menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di NTB untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki secara lebih maksimal. Jika selama ini, pihak desa belum serius
menjadikan potensi yang ada di desanya sebagai sumber PADes baru dan lapangan
kerja bagi warga sekitarnya. Sebagai contoh, Desa Kembang Kuning dan Desa Jeruk
Manis Kecamatan Sikur Lombok Timur, terus mengembangkan potensi yang ada di
desanya. Apalagi, lokasinya di bawah kaki Gunung Rinjani dan banyak memiliki
objek wisata alam yang tidak kalah indahnya.
Termasuk Desa Bilelando Kecamatan Praya Timur Lombok Tengah
mengembangkan potensi wisata yang dimiliki, yakni Pantai Ujung Kelor yang
berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Timur.
Belum lagi, desa-desa yang ada di Lombok Barat, Lombok Utara,
Sumbawa, Bima, Dompu, Sumbawa Barat, baik yang ada di kaki gunung dan pantai
‘’berlomba’’ mengembangkan potensi yang ada. Masing-masing desa memiliki
keunikan dan kekhasannya, sehingga wisatawan yang datang berkunjung ke satu
desa akan disajikan potensi wisata yang berbeda dibandingkan dengan desa yang
lain.
Desa Wisata Bisa Entaskan Pengangguran
Dalam mengembangkan desa wisata, boleh dikata, Desa Bilebante,
Kecamatan Pringgarata Loteng adalah pelopor. Desa Bilebante menjadi desa wisata
tahun 2013 lalu, angkatan kerja baru langsung bisa terserap lantaran ada
aktivitas yang bisa mendatangkan keuntungan di sana.
“99 persen warga di sini tidak ada yang menganggur. Hanya 1
persen yang menganggur, itu pun karena dia yang tidak mau kerja,” kata Hj.
Zaenab selaku salah seorang perintis Desa Wisata Bilebante kepada Ekbis
NTB, Jumat (8/11/2019).
|
Potensi wisata Pasar
Pancingan yang ada di Desa Bilebante Lombok Tengah. |
Zaenab mengatakan, setiap desa wisata memiliki potensi yang bisa
dijual kepada wisatawan. Kalau di Bilebante, potensi yang dijual di antaranya
wisata kuliner, jalur bersepeda, terapi kebugaran bernuansa syariah dan lain
sebagainya. “Wisatawan banyak yang datang, sekitar 200 – 300 orang per bulan.
Mereka berasal dari berbagai macam daerah di Indonesia, seperti dari Jakarta,
Surabaya, Kalimantan dan daerah lainnya. Ada juga yang studi banding ke sini,”
ujarnya. Sementara tamu yang menginap di homestay di desa ini
belum banyak yaitu sekitar 6-8 orang per bulan.
Kelompok yang studi banding mempelajari proses sinergitas antara
UMKM dan desa wisata. Karena di Bilebente, keduanya bersinergi dan saling
menguntungkan. “ Misalnya masyarakat yang berjualan di desa wisata dikenakan 15
persen kontribusi untuk pengembangan desa wisata,” tuturnya.
Setelah tiga tahun tanpa bantuan dari pihak luar, barulah
kemudian desa wisata ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah, pemerintah
pusat serta dari pemerintah desa melalui dana desa.” Sekarang 10 persen dari
dana desa di Bilebante dialokasikan untuk pengembangan wisata desa ini,”
katanya. (Marham/Zainuddin Syafari)