Be Your Inspiration

Tuesday, 23 February 2016

Legenda Mata Air Sari Gangga (14)

Hari sudah mulai senja. Para petani sudah kembali pulang ke rumahnya. Gerombolan burung merpati di langit masih senang terbang berkeliling angkasa. 

Langit pun sudah mulai gelap. Bintang di atas langit mulai memancarkan cahaya. Dua penunggang kuda sudah memasuki wilayah Kerajaan Mantang. Lampu-lampu buah jarak dan obor seolah-olah menyambut kedatangan mereka.  

Dua prajurit Kerajaan Mantang yang sedang berjaga mencoba menghentikan mereka. Namun, baru beberapa langkah, mereka pun bersujud di tanah setelah tahu siapa yang datang. 

Dua penunggang kuda yang tak lain Putri Faradila dan Kacek pun terus masuk hingga sampai di istana. Keduanya turun dari punggung kudanya.

Dua prajurit yang sedang berjaga segera menyambut kedatangannya dan menuntun kuda menuju istal kerajaan. 

"Kacek, terima kasih telah menjagaku. Sekarang side istirahat," ujar Putri Faradila sambil memegang pinggangnya, karena pegal menunggang kuda setengah hari lebih. 

"Terima kasih Gusti Putri. Mohon maaf, hamba telah berbuat lancang dan tidak bisa menjaga Gusti Putri dengan baik," jawabnya sambil berlutut menyembah. 

"Tidak apa-apa. Yang penting penyamaran kita tidak terbongkar," sahut Putri Faradila sambil meminta Kacek untuk bangun. "Oh ya, jangan lupa minggu depan, kita kembali ke Kopang. Sekarang istirahatlah," ujarnya mengingatkan. 

"Baik Gusti Putri," jawabnya sambil bangkit dan berjalan menuju asrama prajurit.

Setelah Kacek pergi, Putri Faradila pun berjalan menuju kamar tidurnya. Tapi baru sampai halaman, tiba-tiba terdengar suara halus. "Baru pulang?" 

Putri Faradila terkejut dan hanya bisa terdiam. 

"Sudah kemana saja kau? Kamu sudah membuat ibu cemas setelah dua hari tanpa kabar," tanya Putri Ambarsari dengan nada agak keras. 

"Maafkan hamba, ibu," jawab Putri Faradila sambil berlutut. 

"Sudah tidak pamitan dan berpakaian seperti laki-laki lagi," Putri Ambarsari makin marah. 

"Ya sudah, sekarang kamu istirahat. Besok menghadap ibu setelah sembahyang di pura kerajaan," cetusnya sambil berlalu menuju kamar tidurnya. 

Putri Faradila hanya bisa menyeka air matanya dan menuju kamar tidurnya. Pakaian penyamarannya pun dilepas. Tubuh yang tadinya terlihat seperti laki-laki berubah jadi wanita yang menawan. Wajahnya yang semula hitam dan dekil kini terlihat cantik dan manis. 

Kesan tomboi yang ada pada dirinya pun sudah tidak terlihat lagi. Yang ada hanya wanita manja dan mendambakan seseorang laki-laki sebagai pendamping. 

Putri Faradila pun merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk. Saat mencoba memejamkan mata, bayangan Pangeran Kumara melintas di hadapannya. Entah kenapa dia merasa ada suatu yang beda saat menatap laki-laki yang telah membunuh ayahnya itu. 

Hatinya terasa deg-degan dan ingin ketemu sang pangeran. "Ah dia itu sudah membunuh ayahanda. Dia seharusnya kubunuh, bukan malah aku harus jatuh cinta," gumamnya.

Namun, saat mencoba melupakan wajah Pangeran Kumara, bayang-bayangnya tetap saja muncul. Sampai akhirnya, Putri Faradila pun tertidur.  (BERSAMBUNG)



Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive