Deputy Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Wahyu Ari |
Pertumbuhan ekonomi NTB tahun 2018 ini oleh Bank Indonesia (BI)
diproyeksikan minus 2,5 persen sampai 3 persen. Diperkirakan, pertumbuhannya
akan minus lebih dalam dari proyeksi ini. Apa dampaknya bagi masyarakat jika
kondisinya demikian?
SEJAK akhir Juli 2018, musibah gempa bumi beruntun
mengguncang NTB. Lebih dari 500 korban meninggal dan lebih dari 1000 korban
luka-luka. Tidak hanya itu, ribuan bangunan hancur dan rusak parah.
Menurut Deputy Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi NTB, Wahyu Ari, bencana ala mini (gempa) inilah yang menjadi pemicu
yang paling besar pada minusnya pertumbuhan ekonomi NTB. Berdasarkan tracking indikator dan survei terkini,
bisa jadi pertumbuhan ekonomi NTB 2018 kontraksi lebih dalam. Dampaknya, kata
dia, tentu akan dirasakan oleh semua pihak.
Di sisi dunia usaha, omzet penjualan ataupun occupation rate juga turun. Masyarakat
terdampak gempa juga mengalami penurunan pendapatan. Dari sisi pemerintah, PAD juga
akan turun serta alokasi anggaran akan terserap untuk pemulihan pascagempa
dalam bentuk rehabilitasi maupun rekonstruksi. ‘’Tapi Lombok masih cukup prospektif. Potensi pertanian dan
pariwisatanya cukup besar. Kalau kepercayaan investor dalam hal easy of doing business tidak akan
terpengaruh,’’ jelasnya memberi harapan.
Wahyu mencontohkan, saat kasus gempa Yogyakarta pengaruh
terkontraksi cukup dalam terhadap pertumbuhan ekonomi. ‘’Hal serupa juga
kemungkinan besar terjadi di NTB, selain karena pengaruh sektor tambang,’’
imbuh Wahyu Ari.
Lokasi pengolahan konsentrat di lokasi tambang PT. AMNT Sumbawa Barat. |
Dalam hal ini, ujarnya, insentif fiskal melalui anggaran
pemerintah pusat untuk rekonstruksi /rehabilitasi, perbaikan infrastruktur,
ataupun bantuan-bantuan lainnya diharapkan bisa menjadi stimulus pemulihan ekonomi
NTB lebih terakselerasi. Selain itu, sektor-sektor
yang menjadi potensi besar NTB ini diharapkan dikawal dan dikelola dengan
sebaik-baiknya. Serta, semua pihak harus turun tangan membantu pemerintah,
sesuai tupoksinya masing-masing.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB mengundang
seluruh stakeholdersnya, merapatkan barisan menyikapi ancaman pertumbuhan
ekonomi yang diproyeksikan tak baik tahun 2018 ini. Provinsi NTB menyimpan potensi yang sangat
besar untuk bangkit paska gempa bumi. Karena itu, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTB baru – baru ini telah menyelenggarakan Diseminasi Kajian
Ekonomi Regional yang bertajuk Pariwisata dan Momentum Kebangkitan Ekonomi NTB,
dengan menghadirkan seluruh unsur dan stakeholders terkait.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Achris
Sarwani ,mengatakan ekonomi global kondisinya tidak seperti yang diharapkan. Ekspor
nasional ternyata juga terpengaruh terhadap kondisi global tersebut. Provinsi
NTB yang menderita kerugian kurang lebih Rp18 triliun akibat gempa harus
bangkit dan menggali potensi yang sangat besar di bidang pariwisata.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Achris Sarwani |
‘’Kehilangan kekayaan sebesar Rp18triliun bukan angka yang
kecil,’’ kata Achris. Sementara untuk mendongkraknya dari sisi pertambangan,
tak juga bisa diharapkan. Karena PT. AMNT tak sanggup memenuhi kuota ekspornya
yang telah diturunkan menjadi 400.000 ton tahun 2018 ini.
Meski daya beli masih cukup bagus, beberapa sektor lainnya
mengalami penurunan. Misalnya perdagangan. Berkaca dari keadaan yang
dipaparkan, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi NTB tahun ini
melaju negatif sebesar minus 2,5 persen sampai 3 persen (termasuk tambang dan
non tambang). Sementara pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi NTB dengan tambang
dan non tambang tumbuh sebesar 0,11 persen.
‘’Karena faktor-faktor pertumbuhannya melaju negatif ini.
Bagaimana kita ke depan menyiapkan strategi mengatasi angka-angka ini, kalau
tidak bisa lebih parah dari proyeksi kita,’’ demikian Achris.(Bulkaini/Ekbis NTB)