Inilah tempat belajar murid di SDN 7 Jenggala yang roboh karena hujan deras. Pemerintah harus segera memperbaiki bangunan SDN 7 Jenggala agar bisa ditempati belajar. |
Hujan lebat pada Senin(4/11/2018)
dan Jumat (9/11/2018) lalu, menjadi pemandangan terburuk bagi
murid dan penyelenggara pendidikan SDN 7 Jenggala, Desa Jenggala, KecamatanTanjung.
Letaknya di bawah bukit nun jauh di pedalaman menjadi alibi – bahkan pembenar,
betapa sulitnya bantuan logistik sekolah masuk ke wilayahini.
Tokoh pemuda Dusun Grenggeng, Budiartoyo, meminta keadilan dan pemerataan
penanganan pascabencana gempa dari Pemda Lombok Utara, Pemprov NTB bahkan pemerintah
pusat khusus, bagi mereka di dusun terisolir.
Khusus sekolah, anak
bangsa yang menimba ilmu di SDN 7 Jenggala berjumlah 88 orang. Inilah yang
menjadi keprihatinan tersendiri bagi masyarakat setempat, juga para guru.Sejak gempa
5 Agustus merusak bangunan sekolah, siswa sekolah di sana hanya memperoleh bantuan
terpal. Tenda yang dijanjikan pemerintah tak kunjung tiba.
Dusun Grenggeng terletak pada jangkauan kurang lebih 20-25 km
dari ibukota Tanjung. Untuk mengakses dusun ini, kendaraan roda empat hanya bisa
parkir sampai di pertigaan Dusun Sumur Duyung, Desa Tegal Maja. Dari sana,
kendaraan yang bisa masuk hanya roda dua. Itu pun harus menapaki jalan rabat dengan
lebar lebih sedikit dari 1 meter.Sampai di SDN 7 Jenggala, akses jalan rabat semakinmengecil,
kurang dari 1 meter. Melewati perkebunan warga yang berbelok, menanjak dan menurun
dengan kesan ekstrem.
“Selama ini ngak dapat bantuan sekolah darurat, karena alasan mobil tidak sampai di
lokasi mengantarkan bahan material khusus bantuan dari PUPR,” ujarnya.
Guru SDN 7 Jenggala
sekaligus warga Grenggeng, Arianto, S.Ag.,menguatkan sejak gempa 5 Agustus,
pihaknya berjuang untuk mendapatkan bantuan guna kelancaran belajar siswa.
Sejak itu, praktis bantuan yang diperoleh sangat minim.
Di luar PLN yang
menalangi listrik, dan OI yang membantu perpipaan sejauh 3,5 km, bantuan yang
diterima berasal dari Buddha Tzu Chi berupa terpal dan tenda, tas dan buku sebanyak
21 paket dari Badan Intelijen Negara Daerah (Binda) NTB, serta dan paket ATK bantuanTim Pramuka Jawa tengah.
“Kemarin saat hujan,
semua terpal lepas karena terisi air, tempat belajar siswa basah kuyup.Tetap murid datang (Sabtu pagi, red) tapi tidak ada kegiatan
belajar mengajar karena tempat belajar rusak, mereka membantu guru-guru gotong royong
perbaiki terpal yang berserakan,” papar Arianto.
Siswa SDN 7
Jenggala berasal dari Dusun Grenggeng saja.Namun dusun ini terdiri dari 4
kampung, masing-masing Kampung Beriri dan Biloq Guna yang
berbatasan langsung dengan Sesaot, Kecamatan
Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Sedangkan dua kampung lain, yakni Kampung Batu Rakit dan Kampung Grenggeng sendiri.Saat
ini akses tempuh terjauh para siswa ke sekolah sejauh 3,5 km.
"Kami juga butuh bantuan alat berat untuk merobohkan
sekolah dan Vihara Giri Vana Jaya di Kampung Beriri. Sekalian kami minta bantuan
pemerintah untuk membukakan kami akses jalan agar bisa dilalui roda 4,"
sambung alumni STAB Kerta Fajar Batu Malang ini.
Lain pula cerita atas kebutuhan dunia
pendidikan anak-anak Grenggeng. Saat ini tercatat 60-an orang siswa SMP dan SMA
dari dusun itu yang sekolah di Kecamatan Tanjung. Akses SMP terdekat berada di Dusun Lendang Bila - SMPN
4 Tanjung berjarak 18 km lebih.
Anak-anak setempat masih beruntung bisa
sekolah dengan lancar pada musim kemarau ini. Berbeda dengan di musim hujan,
anak-anak harus melewati genangan air akibat meluapnya kali Segara. Luapan air
sampai 1 meter merendam ujung jembatan sampai ke jalan setapak yang merupakan
akses keluar. Tidak jarang, anak-anak khususnya SMP tidak masuk sekolah karena
kondisi tersebut.
"Jangankan anak-anak, kita yang dewasa
saja harus menunggu air surut dulu baru bisa lewat. Siswa dari dusun ini sampai
dijenguk gurunya karena berhari-hari tak masuk sekolah," tandasnya. (Johari/Lombok Utara)
0 komentar:
Post a Comment