Salah satu perajin rotan dan ketak di Desa Lajut Lombok Tengah. Pesanan hasil kerajinan terus mengalir, meski kondisi pariwisata belum pulih. |
SELAMA ini keberadaan Desa Lajut Kecamatan Praya
Tengah Lombok Tengah (Loteng) sebagai penghasil kerajinan ekonomi kreatif belum
banyak dikenal orang. Padahal hasil kerajinan tangan dari desa ini, seperti
tas, piring, keranjang dari rotan dan ketak banyak menghiasi artshop yang ada
di Lombok dan Bali. Gempa yang terjadi beberapa waktu lalu dan minimnya
kunjungan wisatawan tidak berpengaruh terhadap pesanan produk kerajinan.
Pemilik modal atau pengepul cukup mendrop bahan
berupa rotan dan ketak (roket), nanti setelah jadi tinggal diambil dan dijual dengan
harga lebih mahal. Warga yang selama ini menjadikan membuat tas, piring dan
keranjang dari rotan dan ketak sebagai pekerjaan sampingan. Sementara pekerjaan
utama mereka adalah bertani atau profesi lainnya.
"Terkadang kalau tidak ada pekerjaan di sawah,
kami dari fokus buat kerajinan dari rotan. Tapi kalau ada kerjaan di sawah,
setelah pulang baru kami buat kerajinan," tutur Inaq Muslimah, salah
seorang perajin dari Desa Lajut Kecamatan Praya Tengah, Selasa (2/4/2019).
Sebagai salah satu perajin rotan dan ketak di
desanya, dirinya tidak susah mendapatkan bahan untuk membuat berbagai macam
jenis kerajinan sesuai pesanan. Bahan baku seperti rotan dan ketak sudah
disediakan oleh pengepul untuk dibuat sejumlah kerajinan tangan sesuai pesanan.
Apalagi, setiap kerajinan yang dibuat sudah dipesan dan perajin tinggal membuat sebanyak yang dia
mampu.
"Semakin banyak yang kita buat, semakin banyak
kita dapat uang. Kalau yang sudah mahir bisa membuat 2 piring atau lebih dalam
sehari. Tapi kalau tas bisa 1 buah.
Tergantung dari orangnya yang buat," tuturnya.
Terkait harga atau upah setiap satu jenis kerajinan,
tuturnya, tergantung dari sulit atau mudahnya membuat kerajinan. Dia
mencontohkan, harga 1 piring dari rotan diambil Rp16.000. Begitu juga tas dari
ketak di atas Rp50.000 atau harga tergantung kesulitan dalam membuat produk.
Semakin sulit membuat sebuah kerajinan, semakin mahal harga yang diambil pihak
pemesan barang. ‘’Kalau harga yang
mereka jual saya tidak tahu, tapi kami dibeli sesuai dengan tingkat kesulitan
pembuatan,’’ tambahnya.
Pada bagian lain, Inaq Muslimah mengakui, jika gempa
dan kondisi pariwisata sekarang ini belum begitu berpengaruh terhadap adanya
pesanan pembuatan hasil kerajinan di desanya. Dalam hal ini, perajin di
desanya, termasuk dirinya menerima pesanan untuk membuat berbagai jenis
kerajinan tangan dari pengepul atau pengusaha yang sudah membuat kesepakatan
dengan perajin. Setelah itu, perajin tinggal menerima bayaran sesuai dengan
jumlah produk yang dibuat. Nantinya, pihak pengepul akan mengambil barang yang
sudah jadi dan dikirim ke Pulau Bali dan Jawa. (Marham)
0 komentar:
Post a Comment