Be Your Inspiration

Monday, 5 December 2016

Berugak Atap Ijuk Gunung Sari Tahan Hingga Ratusan Tahun

Udin dengan berugak atap ijuk hasil karyanya di Desa Kekait Gunung Sari Lombok Barat

DESA Kekait Gunung Sari Lombok Barat memiliki banyak potensi sumber daya alam (SDA). Pemanfaatan SDA ini tergantung dari kreativitas masyarakat sekitar. Jika masyarakat kreatif, maka mereka akan mampu bersaing dalam berusaha. Sebaliknya, jika tidak kreatif, masyarakat sekitar akan jadi penonton atau malahan akan tersingkir dari kampung halaman.

Besarnya potensi SDA yang dimiliki desanya dan desa tetangganya melatarbelakangi Udin, salah satu pengusaha ijuk atau atap ijuk di Desa Kekait dalam berusaha. Semula Udin hanya fokus  mengirim ijuk dalam jumlah yang cukup besar ke Bali. Namun, melihat potensi usahanya berjalan stagnan dan tidak terlalu berkembang, Udin pun mencoba mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan ijuk. Apalagi ijuk di sekitar Kekait dan daerah lain di Gunung Sari mudah didapat. Sebagai salah satu penampung ijuk di Kekait, dirinya tinggal memesan pada masyarakat yang mencari ijuk ke tengah hutan.

Atas dasar itu, Udin kemudian membuat atap berugak dari ijuk dan dipajang di rumahnya. Melihat tampilan berugak yang cukup modis membuat banyak orang tertarik dan memesan, baik untuk perumahan, tempat ibadah, khususnya pura, rumah makan, cottage dan hotel.  Bahkan, pada tahun 2015 lalu, Udin mengaku tidak pernah sepi pemesan. Setiap hari selalu ada saja orderan atau pesanan yang masuk ke tempatnya.

‘’Tapi pada tahun ini, pemesan tidak terlalu banyak. Saya tidak tahu penyebabnya. Mudah-mudahan pada tahun depan, pemesannya lebih banyak lagi,’’ tuturnya di Desa Kekait Gunung Sari, Minggu (4/12/2016).
 Ijuk yang siap dikirim ke Bali untuk atap pura dan berugak atap ijuk Gunung Sari Lombok Barat
Udin mengaku, saat ini hanya dirinya yang menggeluti atap ijuk di Gunung Sari. Apalagi, ada beberapa asesoris yang tidak mampu dibuat pengusaha lain. Di mana, asesoris ini diklaim mampu membuat tampilan berugak atau tempat ibadah menjadi lebih cantik dan enak dipandang. Namun, masyarakat atau pengusaha yang memesan atap ijuk masih terbatas, yakni untuk rumah ibadah dan pengusaha hotel.
‘’Terkadang pihak hotel mikir-mikir juga menggunakan atap ijuk. Apalagi, dibandingkan dengan atap ilalang lebih murah. Sementara atap ijuk sangat mahal,’’ ujarnya, seraya menambahkan, baru-baru ini sudah mengerjakan pembuatan atap berugak hotel di Sekotong dan Senggigi.


Untuk satu berugak ukuran sekepat (tiang empat), pembeli harus membayar yakni sebesar Rp 4 juta. Sementara berugak ukuran sekenam (tiang enam) biaya atapnya mencapai Rp 6 juta. Lain halnya, jika menggunakan atap ilalang, pembeli hanya membayar Rp 1,5 juta. Malahan di tempat lain, pembeli dengan uang Rp 4 juta bisa mendapatkan 1 berugak. Mahalnya, penggunaan ijuk sebagai atap, karena sebagai pengusaha membeli berdasarkan kilogramnya. Di tempatnya di Kekait, dirinya harus membeli Rp 3.000 per kilogram dari masyarakat. Sementara kalau dijual atau dibawa ke Bali harganya jauh lebih mahal, karena pertimbangan biaya distribusi.
Seorang pekerja sedang menganyam ijuk untuk dijadikan atap berugak atau atap pura
Bagi masyarakat yang menggunakan ijuk sebagai atap berugaknya, tambah Udin, bisa bertahan lama. Udin mencontohkan, atap Pura Mayura yang menggunakan atap ijuk mampu bertahan ratusan tahun dan diganti beberapa waktu lalu menggunakan genteng. Beda halnya, jika masyarakat menggunakan ilalang sebagai atap berugak atau rumah hanya bertahan selama lima tahun. ‘’Kalau gunakan atap ijuk, bisa tahan lama. Malahan, kayu penyangga atau bagian yang lain duluan lapuk atau diganti,’’ klaimnya.

Meski demikian, ujarnya, untuk membuat atap ijuk harus melalui proses. Di mana, sebelum anyaman atau engkelan atap ijuk ditaruh di atap harus dibersihkan dan dicari ijuk yang bagus. Setelah itu dianyam menggunakan tali ijuk yang sudah diolah, kemudian dipotong sesuai batas yang telah ditentukan dan disisir, sehingga menjadi lebih rapi. ‘’Jadi kenapa atap dari ijuk mahal, karena kuat dan tahan lama. Termasuk prosesnya juga beda,’’ terangnya.

Di satu sisi, Udin juga mengharapkan pemerintah memperhatikan usaha yang digeluti pengusaha kecil di Desa Kekait. Dirinya tidak ingin, janji pemerintah yang akan memberikan bantuan modal atau peralatan di tahun 2000 lalu terulang kembali. Baginya, dukungan pemerintah terhadap usaha masyarakat sangat diharapkan dan tidak hanya janji-janji semata. (Marham)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive