SELAMA
ini kita mengetahui tenunan Lombok identik dengan warna terang seperti merah
atau warna emas. Penggunaan
bahan ini menggunakan benang dengan pewarna buatan
pabrik. Padahal orang-orang dulu, jika menenun mereka menggunakan benang yang
warnanya dibuat dengan bahan-bahan di sekitarnya. Bahan-bahan yang gampang
ditemui tersebut memiliki warna yang lebih kalem, sehingga mereka bisa hemat biaya.
Untuk
melestarikan budaya ini,
kelompok Tenun
Tenar di Dusun
Montong, Desa
Batujai, Praya Barat, Lombok Tengah mengembangkan tenunan pewarna alami.
Kelompok yang dibina oleh Perkumpulan Pancakarsa di bawah Asosiasi
Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPUK) ini sejak 2013 mengembangkan benang
dengan pewarna alami.
“Sejak
awal Januari 2016, kita dibimbing oleh Maybank,” terang Jelita Sukrama,
pendamping kelompok Tenun
Tenar saat ditemui Ekbis NTB, Rabu
(30/11/2016).
Jelita
mengatakan, pembuatan pewarna alami menggunakan bahan-bahan yang banyak tumbuh
di sekitar seperti pohon mangga, asem, jambu, tarum dan lain-lain. “Tarum
sendiri menghasilkan warna indigo, sedangkan yang lainnya menghasilkan warna
coklat, hijau, dan lainnya tergantung prosesnya,” terangnya. Proses pewarnaan
benang sendiri menghabiskan waktu 3 – 7 hari tergantung lamanya penjemuran yang
berhubungan dengan panas matahari.
Seorang penenun di Dusun Montong, Desa Batujai Praya Barat sedang menenun menggunakan pewarna alami yang terbuat dari bahan-bahan di sekitarnya |
“Paling
lama itu untuk warna indigo, karena warna tersebut difermentasi,” kata Jelita.
Ia juga pernah eksperimen dengan menggunakan daun pandan, tetapi tidak berhasil
karena warnanya yang luntur. Selain itu,
walau bahannya sama, tetapi hasil warnanya beda di setiap daerah.
Pewarnaan dilakukan sebulan sekali yang
bisa menghasilkan 1 – 2 bal yang dapat untuk membuat 6 kain tergantung tebal
tipisnya suri dan pakan kain untuk ukuran 120 cm x 2 m.
Proses
pengerjaan tenunan dengan benang pewarna alami memakan waktu yang lebih lama
tergantung ketelatenan penenun sendiri. “Kalau rutin dikerjakan paling lama 2
minggu, tetapi kalau ditinggal kerja di tempat lain paling lama 1 bulan,” jelas
Jelita. Menenun dengan benang pewarna alami memerlukan kesabaran yang tinggi, karena jika salah
sedikit, maka benang akan terputus.
Kain
tenun dengan pewarna alami sendiri harganya lebih mahal dibandingkan dengan
kain tenunan dengan benang tekstil. “Kalau pakai benang rayon harganya dari Rp
700 – 800 ribu, misraise Rp 1,5 juta, dan benang sutra harganya Rp 2 juta,”
kata Jelita.
0 komentar:
Post a Comment