L. Erwin menunjukkan koleksi keris yang dimiliki. |
KERIS adalah
identitas Indonesia. Benda ini adalah warisan kuno.meski begitu, ia justru masih
banyak peminat. Tidak saja dari dalam negeri, di luar negeripun permintaan
masih menjanjikan.
Tak banyak
orang yang menjaga warisan leluhur ini eksis. Produksinya pun terbatas. Di tahun
2018 ini, ada beberapa kolektor keris yang masih bertahan, khususnya di Kota
Mataram. Pada masa lalu, keris berfungsi sebagai
senjata dalam peperangan,sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian.
Pada
penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesoris (ageman) dalam
berbusana , memiliki sejumlah simbol
budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetika.
Dalam sebuah literatur, asal usul keris belum sepenuhnya terjelaskan karena tidak ada
sumber tertulis yang deskriptif mengenainya dari masa sebelum abad ke-15,
meskipun penyebutan istilah "keris" telah tercantum pada prasasti dari abad ke-9 Masehi. Pengetahuan mengenai fungsi
keris dapat dilacak dari beberapa prasasti dan laporan-laporan
penjelajah asing ke nusantara.
Media ini menjumpai salah satu kolektor keris di Kota Mataram, Lalu
Erwin. Ia tinggal di salah satu komplek perumahan di Kota Mataram. Saat bertemu
dengannya, guru SMK 4 Negeri Mataram ini terlihat sedang menghunus keris yang
menjadi koleksinya.
Tangannya nampak sangat meyakinkan, ketika perlahan-lahan keris-keris
itu dibersihkan. Empat bilah keris sedang dibersihkan. L. Erwin menggunakan
jeruk nipis. Katanya, air jerus nipis dapat merontokkan karat. Benar saja, tak
beberapa lama setelah potongan jeruk nipis digosok, bilah keris yang
dibersihkannya nampak mengkilat. Besi keris-keris itu tidak terlihat seperti
besi kini.
L. Erwin kemudian menunjukkan, mana keris yang usianya tua, dan mana
yang usianya relative muda. Salah satu kerus yang dipegang konon usianya sudah
cukup tua. Tapi tak disebut angka tahun umurnya. Besi keris nampak
berbintik-bintik terang, ada juga garis-garis. Ia menyebut besinya dari batu
meteor.
Memasuki rumahnya mungkin agak sedikit berbeda. Maklum, dari teras
rumahnya dijejali bilahan-bilahan berbagai jenis kayu. Katanya akan dibuat
sebagai gagangnya. Di dalam rumahnya, kita bisa menjumpai beberapa perkakas
berusia lama. Di antaranya gentong kuno, lukisan tua, dan beberapa perkakas
orang tempo dulu. Ia mendapatkan barang-barang itu dari mereka yang datang
menawarkannya.
Etalase kaca berukuran besar miliknya penuh dengan gagang dan sarung
keris berbagai ukuran dan ukiran. Beberapa jenis keris tersimpan disana, belati
juga ada. Usia besi-besi tajam berpahat itu tentu berbeda-beda.
Lalu Erwin juga baru saja usai mengepak pesanan. Keris-keris yang
dibelinya akan dikirim ke beberapa pemesan di dalam negeri. Untuk pesanan luar
negeri, ia masih menunggu telpon. Sesekali ia juga bercerita tentang pengalaman
supranaturalnya menyimpan keris-keris itu.
Apakah keris masih diminati? L . Erwin mengiayakannya. Peradaban modern
tak membuat keris hanya menjadi kisah sejarah. Benda ini masih banyak dicari.
Soal penggunaannya, pria kelahiran Rarang, Lombok Timur ini tak tak terlalu
jauh menjabarkannya.
“Dari dalam negeri pemesanannya rutin. Ada juga permintaan dari Malaysia
setiap bulan. Keris-keris ini juga dikirim ke Belanda. Karena disana ada museum
keris,” demikian L. Erwin.
Hampir setiap hari di luar jam aktif mengajarnya, ia nampak sibuk.
Berbagai kegiatan ia lakukan. Dari membersihkan keris, membuat gagang, hingga
memoles gagang. Rumahnya nyaris tak pernah sepi tamu. Mereka yang
mengunjunginya, rata-rata berurusan soal keris.
Berbicara harga jualnya, sejuah ini belum ada yang dihargai fantastis.
Relatif normal, dari ratusan ribu, hingga jutaan rupiah. Tergantung tingkat
usia keris. Soal ukuran, biasanya tak dipersoalkan.
Bagi kolektor yang beruntung, keris bahkan terjual hingga puluhan miliar
diluar negeri. Orang luar negeri menganggap keris sebagai barang yang sangat
antik. Karena itu, jangan pandang keris sebelah mata.(Bulkaini)
0 komentar:
Post a Comment