Prosesi adat Boteng Tunggul Kecamatan Pringgasela Lombok Timur |
NTB
kaya dengan warna warni seni budaya dan tradisi rakyat. "Hampir di setiap
desa wisata tersimpan potensi seni budaya dan tradisi, termasuk kerajinan tenun
dan busana yang perlu dieksplore lebih lanjut," kata Gubernur yang akrab
disapa Doktor Zul itu saat menutup Event Kesenian & Budaya Pringgasela, di
Kecamatan Pringgasela Lombok Timur, Senin (16/9-2019).
“Prosesi Boteng Tunggul ini yang sudah berusia
8 abad adalah warisan budaya yang luar biasa, harus tetap dijaga,” tambah
Gubernur.
Boteng Tunggul adalah sebuah tradisi sakral
yang biasa digelar oleh masyarakat desa
Pringgasela Kabupaten Lombok Timur NTB mengiringi upacara adat Gawe Desa.
Boteng sendiri berarti berdiri dan Tunggul
adalah kain tenun yang dibuat pertama
kali oleh tokoh tenun setempat yaitu Lebai Nursini. Kini tunggul tersebut telah
berumur ± 850 tahun, yang berarti sudah berada di tangan generasi pewaris ke -
17. Tradisi ini sebagai cermin sejarah perjalanan tenun Pringgasela.
Dalam prosesi adat Boteng Tunggul adalah kain tenun (Tunggul)
yang diikatkan pada sebuah pohon bambu petung, sehingga tampak seperti umbul-umbul.
Kain tunggul itu dipercaya memiliki nilai kesakralan tinggi, sehingga ada
syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi ketika akan mengibarkan dalam suatu
kegiatan adat gawe desa.
BACA JUGA : Tunggul Cikal Bakal Tenun Pringgasela
BACA JUGA : Tenun Gedogan Lombok Timur Menuju Persaingan Internasional
Demikian juga bambu petung sebagai tiang Tunggul, selain harus diambil utuh mulai dari bagian akar sampai ujungnya, juga orang yang mengikatkan kain itu hanyalah oleh pewaris tradisi, diiringi dengan seni tradisional Sasak yaitu Gendang Belek dan kesenian Rantok.
Ketua Panitia Alunan Budaya Desa Pringgasela,
Ahmad Feriawan mengatakan, masyarakat Pringgasela menganggap Tunggul ini adalah
tenun Pringgasela di mana mereka sadar bahwa mereka dilahirkan dengan tenun, sehingga
harus dijaga sampai kapanpun.
Boteng Tunggul yang diklaim sudah berusia 8 abad |
Tunggul ini juga sering digunakan sebagai
media pengobatan dengan memanjatkan do'a dan salawat.
Ia menceritakan bahwa Tunggul terakhir kali
dikibarkan pada tahun 1979 silam, ketika pewaris dari kain ini menikah. Sejak
saat itu, masyarakat sudah tidak pernah melihat tunggul dikibarkan.
Seluruh tradisi budaya yang dimiliki
masyarakat, kata dia, harus dilestarikan dan pelestarian itu ada di Kebudayaan.
Karena itu tahun 2020, ia berharap pemerintah daerah punya museum untuk
melestarikan keragaman adat dan tradisi yang ada di masyarakat. Terlebih
Tunggul yang berusia delapan abad tersebut.
Hal senada dikatakan Kepala Dinas Pendidikan
dan KebudayaanNTB, Rusman, SH, MH. Dia mengatakan pelestarian budaya adalah
bagian yang harus menjadi perhatian. Budaya sebagai cermin dari masyarakat.
"Ini menjadi perhatian kami di Dinas Dikbud,
bagaimana ke depannya kita bisa mencari format yang baik sehingga budaya yang
dimiliki betul-betul lestari dan menjadi asset yang berharga," ujarnya.
Di sekolah, jelas Rusman, kekayaan budaya NTB
sudah mulai masuk sebagai pelajaran muatan lokal. Bahkan khusus untuk tenun,
SMKN 2 Selong membuka jurusan khusus terkait kerajinan tenun. Ini menyesuaikan
dengan kebutuhan dan potensi yang ada di masyarakat.
Selain upacara adat Boteng Tunggul, Alunan
Budaya Desa Pringgasela, juga
menampilkan beragam atraksi seni seperti fashion show kain tenun, Pameran
UKM dan Tari Tenun. Kerajinan tenun sendiri menjadi khas
Pringgasela. Produk tenun yang dihasilkan tak hanya beredar di Nusantara, tapi
mulai menembus pasar dunia. (Diskominfotik NTB).
0 komentar:
Post a Comment