Amaq Nurhayati dengan tembolak buatannya |
TUDUNG saji digunakan oleh masyarakat untuk menutup
makanan agar terhindar dari lalat atau lainnya. Di Lombok sejak dahulu kala,
masyarakat sudah memiliki tudung saji tradisional sebelum adanya tudung saji
modern dari plastik seperti sekarang yang dikenal dengan nama tembolak.
Tembolak terbuat dari daun lontar yang dibentuk melingkar dan berwarna cerah
yang digunakan untuk menutup makanan atau dulang saat ada acara-acara besar.
Desa Lelong, Kecamatan Praya Tengah merupakan
daerah yang dikenal sebagai penghasil tembolak yang beredar di pasaran. Di desa
ini ada 2 dusun yang menjdi sentra produksi tetapi yang paling dikenal adalah
di Lendang Re yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai perajin tembolak.
Menurut salah satu perajin tembolak, Amaq Nurhayati,
produksi tembolak di dusunnya sudah ada sejak zaman nenek moyang. “Tapi modelnya
masih sederhana dan biasa, tidak seperti sekarang,” terangnya saat ditemui Ekbis NTB beberapa waktu lalu di rumahnya.
Dirinya sendiri sudah menjadi perajin tembolak sudah
puluhan tahun yang lalu. Menurutnya, proses membuat tembolak membutuhkan waktu yang lama, karena ada banyak proses
yang dilalui sampai jadi ke tangan pembeli. “Pertama kita buat dulu lingkaran
awalnya dari bambu. Kalau saya pakai satu bambu untuk 1 tembolak sehingga
kuat,” jelasnya.
Tembolak yang sudah jadi |
Baru kemudian daun lontar diberi pewarna dan dijemur
sampai kering. Proses selanjutnya yaitu membuat bagian atas tembolak atau
hiasannya yang membutuhkan proses yang lama. “Saya masih menggunakan motif
asli tembolak yaitu dengan menggunakan 4 warna. Tidak seperti yang lain
menggunakan bekas tenun untuk hiasannya,” kata Amaq Nurhayati.
Setelah jadi, barulah semua bahan disatukan
menggunakan cetakan agar hasilnya lebih rapi. “Dalam sehari kalau tidak banyak
pekerjaan, bisa jadi 10 buah tembolak tapi itu sudah prosesnya lama,” jelasnya.
Ia mengaku jika untuk membuat ratusan tembolak dirinya
membutuhkan waktu sampai berbulan-bulan, karena hanya berdua dengan istrinya.
“Mungkin besok bulan maulid selesainya ini,” tukasnya.
Setelah selesai dirangkai, barulah tembolak diwarnai
kembali dengan warna-warna terang seperti merah agar menarik perhatian. “Modal
yang saya keluarkan untuk membuat tembolak itu bisa sampai Rp 500 ribu untuk
membeli bahan baku,” kata Amaq Nurhayati.
Lontar untuk bahan baku tembolak |
Ia biasanya membeli bahan baku di pengepul di
dusunnya. Jika ada
modal, dirinya membayar pakai uang, tapi kalau ndak, dibayar dengan tembolak
Diakuinya, kualitas tembolak menentukan harga
tembolak di pasaran. Sementara kalau pengepul membeli tembolak di dirinya harus
membayar Rp 5.000 per tembolak. Sementara di perajin lainnya, pengepul bisa
membeli Rp
2.500/buah.
bambu untuk pembuatan tembolak |
Adanya tudung saji plastik, menurut Amaq Nurhayati,
tidak menjadi permasalahan bagi tembolak tradisional. “Soalnya kalau pakai yang plastik
itu, kotoran bisa masuk tapi kalau pakai ini kan rapat, aman jadinya,”
jelasnya.
Apalagi masih banyak masyarakat yang lebih menyukai tembolak lontar, karena warnanya yang cerah, sehingga gampang dikenali. Tidak heran, tembolak buatan dusun ini banyak dijual bahkan sampai Pulau Sumbawa dan Bali. “Kalau nyari tembolak, pasti sebutnya di Lelong saja soalnya di sini saja yang buat dan paling dikenal,” klaimnya. (Uul Efriyanti Prayoba)
0 komentar:
Post a Comment