Be Your Inspiration

Friday, 15 January 2016

Legenda Mata Air Sari Gangga (12)

Sementara di bawah pohon asem, Putri Faradila dan Dabok asyik berbincang tentang perjalanan mereka. Tanpa mereka sadari Dabok alias Pangeran Kumara datang sambil membawa nasi bungkus dan pisang raja yang sudah masak.

"Awas ada ular," teriak Dabok tiba-tiba.


Putri Faradila yang agak takut dengan ular segera bangun dan berteriak spontan. Suara laki-laki yang menjadi penyamarannya tidak terdengar lagi. Suara perempuan yang lembut pun terdengar. "Mana? Mana?" tanyanya sambil berdiri.

"Ini ularnya datang sambil membawa makanan enak," jawab Pangeran Kumara sambil tertawa.

"Sialan kau Dabok. Bikin aku kaget saja," protes Putri Faradila dengan suara laki-laki sambil memukul punggung Pangeran Kumara. "Kemana saja kau? Lama kami tunggu di sini,'' tanyanya lagi.

"Ha ha ha... Gitu saja kaget," jawabnya sambil tertawa. Pangeran Kumara pun meletakkan makanan di bawah. "Ayo makan!," tawar Pangeran Kumara pada Putri Faradila dan Kacek.

Ketiganya pun makan dengan lahap. Nasi yang dibungkus daun pisang itu segera habis. Mereka kemudian makan pisang sebagai cuci mulut.

"Oh ya, ntar sore mau ndak mampir ke rumah saya?" ujar  Pangeran Kumara membuka percakapan.

"Kami mau saja," jawab Kacek. "Tapi kami harus pulang cepat. Kami ke sini tidak pamitan. Keluarga kami menunggu," tambahnya.

"Benar," tambah Putri Faradila.

"Tadi saya sudah ngomong sama kakak saya. Saya cerita tentang kalian. Katanya, mereka ingin ketemu dengan kalian berdua," kata Pangeran Kumara lagi.

"Yah, nanti kita lihat sajalah," jawab Putri Faradila pendek. "Oh ya, tadi saya lihat ada orang yang mirip kamu Dabok. Orang itu, jalan sama Gusti Prabu Brandana dan Putri Ayuning. Apa itu bukan kau?" tanyanya balik.

"Ah banyak yang mirip sama saya. Itu tadi Pangeran Kumara. Masak, Pangeran Kumara disamakan sama saya?" kilah Pangeran Kumara.

"Pangeran Kumara?" tanya Putri Faradila memotong penjelasan Pangeran Kumara.

"Emang kenapa dengan Pangeran Kumara?" tanya Pangeran Kumara penasaran.

"Ndak ada," jawabnya pendek.

"Apa dia sudah menyakitimu atau sudah membuatmu patah hati?" tanya Pangeran Kumara lagi.

"Ah ndak?" bantahnya sambil makan pisang. "Awas kau! Aku akan balas dendam, karena telah membunuh ayahku," katanya dalam hati.

"Hei! Kau melamun ya?" tanya Pangeran Kumara sambil mencolek punggung Putri Faradila.

"Ah tidak. Saya cuma kesal saja. Dia sombong, tak mau berbaur sama rakyatnya. Apalagi sama rakyat jelata," jawabnya.

"Ah masa sih?" tanya Pangeran Kumara pura-pura tidak tahu. "Oh ya, jadi ke rumahku nanti?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Tak usahlah," jawabnya pendek. "Kami harus segera pulang ke Kopang biar tidak kemalaman di jalan," tambahnya.

"Benar Dil," cetus Kacek. "Kita harus cepat pulang, nanti ibumu kebingungan mencarimu," tambahnya.

"Yah, kalau mau pulang saya tak bisa berbuat apa-apa. Saya hanya berpesan, hati-hati di jalan! Semoga selamat sampai tujuan!" pesan Pangeran Kumara.

"Terima kasih," ujar Kacek.

"Oh ya, ini ada air suci yang sudah didoakan sama pendeta. Kalian kan tak punya oleh-oleh untuk dibawa pulang. Ini bisa jadi oleh-oleh," ujar Pangeran Kumara sambil memberikan dua buah kendi maling berisi air suci.

"Sekali lagi terima kasih Dabok," jawab Kacek sambil menyalami Pangeran Kumara. Putri Faradila pun melakukan hal sama.

"Oh ya, kalau boleh, minggu depan kita ketemu di Kopang atau di warung tempat kita makan kemarin. Bagaimana?" tanya Dabok.

"Ok," jawab Putri Faradila.

"Dan nanti kalau ketemu lagi, tak ada dusta di antara kita," tambah Pangeran Kumara..

"Maksudnya?" tanya Putri Faradila penasaran.

"Tak ada lagi yang menyembunyikan identitas. Kalau laki-laki, ya laki-laki. Kalau perempuan, ya perempuan," terang Pangeran Kumara.

"Emang siapa yang menyembunyikan identitas?" tanya Putri Faradila lagi.

"Itu, si Pangeran Kumara," seloroh Pangeran Kumara sambil tertawa. "Dia menyamar jadi perempuan setengah laki-laki," tambahnya.

"Kalau kau Pangeran Kumara, pasti akan kubunuh," ujar Putri Faradila sambil tertawa pula. "Kalau ketemu sama Pangeran Kumara. Minta tolong sampaikan salam buat dia. Aku tunggu dia di Kopang," tambahnya.

"Yupp.., jangan khawatir! Pasti akan kusampaikan. Tunggu saja kami berdua di Kopang tengah hari siang,"kata Pangeran Kumara.

Setelah itu, Putri Faradila dan Kacek naik ke atas punggung kudanya. Mereka berusaha mengejar waktu agar tidak lagi kemalaman di jalan.

Mereka pun memacu kudanya menuju ke arah utara melewati lembah Aikmual hingga sampai Mantang. Jalan setapak yang dilalui agak menanjak membuat perjalanan mereka agak lambat.

Namun, karena tak ingin kemalaman di jalan, mereka hanya berhenti untuk minum dan memberikan kesempatan kudanya beristirahat.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata terus memantau perjalanan mereka. (BERSAMBUNG)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive