Mereka pun melanjutkan perjalanan hingga tiba di daerah perbatasan Jurang Jaler dan Jontlak.
Sebuah, sungai menghadang mereka dengan batu-batu yang tajam. Namun, kuda-kudanya terus digeber biar cepat sampai tujuan.
Mereka pun memacu kudanya menelusuri kegelapan malam hingga tiba di sebuah rumah penduduk.
Pangeran Kumara yang menjadi penunjuk jalan pun mengetuk pintu.
''Sampu rasun,"
''Rampes," jawab pemilik rumah dari dalam.
Seorang laki-laki paruh baya pun keluar dan menghampiri Pangeran Kumara dan rombongan.
''O, Dabok,'' ujarnya singkat. ''Sudah kemana? Kok tengah malam gini baru pulang?'' tanyanya lagi.
''Biasa, Tuaq (paman). Baru pulang dari Kopang,''jawabnya lagi.
''Sama siapa?''
''Ini saya sama teman-teman yang baru ketemu di Kopang. Mereka ingin ikut ritual sembahyang di mata air Sungai Gangga besok,'' jawab Pangeran Kumara. ''Kami ingin menginap di berugak yang ada di luar. Itu kalau Tuaq Cedin tak keberatan,'' tambahnya sambil menyebut nama pemilik rumah.
''O ndak. Saya tidak keberatan. Silakan istirahat. Ini sudah tengah malam,'' ujarnya.
''Terima kasih Tuaq,'' jawab Pangeran Kumara. ''O ya Tuaq. Perkenalkan ini Fadil dan yang berdiri di dekat kuda itu Kacek,'' tambahnya.
''Selamat malam Tuaq Cedin. Terima kasih atas tumpangan menginapnya,'' ujar Putri Faradilla sambil menyalami Cedin.
''Sama-sama,'' jawabnya sambil tersenyum. ''Oh ya, kalau lapar, nanti saya taruhkan sisa nasi sore tadi di dekat berugak. Saya rasa cukup untuk kalian bertiga,'' tambah Cedin.
''Terima kasih Tuaq,'' sahut mereka bertiga secara bersamaan. Setelah mengisi perut, mereka pun menuju berugak untuk istirahat.
******
Malam pun berlalu, suara burung koaq kaoq terdengar di kejauhan. Kondisi ini menandakan hari sudah mulai pagi. Pangeran Kumara, Putri Faradilla dan Kacek masih tertidur. Begitu juga suara ayam jantan mulai berkokok di perkampungan.
Pangeran Kumara pun terbangun. Pangeran Kumara melihat ada sesuatu yang beda dengan Fadil. Apalagi kalau melihat ke bagian dadanya, terlihat seperti payudara perempuan. Namun, dia sengaja tidak memberitahu ke Fadil, karena ingin tahu rencana Fadil dan Kacek menyamar menjadi laki-laki.
Kacek yang merupakan prajurit Kerajaan Mantang sepertinya sadar, Dabok alias Pangeran Kumara curiga pada keberadaan tuannya. Dia pun bangun duluan, sambil merentangkan tangannya dan menguap.
''Ah,, sudah pagi,'' ''Eh kamu Dabok, sudah bangun duluan?'' tanyanya sambil menguap.
''Ya, baru saja,'' jawabnya pendek. ''Kita harus segera berangkat. Bangunkan Fadil!'' tambahnya
''Baik,'' jawab Kacek sambil mengguncang bahu Fadil agar segera bangun. ''Dil, bangun. Hari sudah pagi ini,'' ujarnya.
Putri Faradilla pun terbangun dan kaget melihat Pangeran Kumara dan Kacek sudah bangun duluan.
''Kalian.. Sudah lama bangunnya?'' tanyanya sambil menguap.
''Baru saja,'' jawab mereka kompak.
Sebuah, sungai menghadang mereka dengan batu-batu yang tajam. Namun, kuda-kudanya terus digeber biar cepat sampai tujuan.
Mereka pun memacu kudanya menelusuri kegelapan malam hingga tiba di sebuah rumah penduduk.
Pangeran Kumara yang menjadi penunjuk jalan pun mengetuk pintu.
''Sampu rasun,"
''Rampes," jawab pemilik rumah dari dalam.
Seorang laki-laki paruh baya pun keluar dan menghampiri Pangeran Kumara dan rombongan.
''O, Dabok,'' ujarnya singkat. ''Sudah kemana? Kok tengah malam gini baru pulang?'' tanyanya lagi.
''Biasa, Tuaq (paman). Baru pulang dari Kopang,''jawabnya lagi.
''Sama siapa?''
''Ini saya sama teman-teman yang baru ketemu di Kopang. Mereka ingin ikut ritual sembahyang di mata air Sungai Gangga besok,'' jawab Pangeran Kumara. ''Kami ingin menginap di berugak yang ada di luar. Itu kalau Tuaq Cedin tak keberatan,'' tambahnya sambil menyebut nama pemilik rumah.
''O ndak. Saya tidak keberatan. Silakan istirahat. Ini sudah tengah malam,'' ujarnya.
''Terima kasih Tuaq,'' jawab Pangeran Kumara. ''O ya Tuaq. Perkenalkan ini Fadil dan yang berdiri di dekat kuda itu Kacek,'' tambahnya.
''Selamat malam Tuaq Cedin. Terima kasih atas tumpangan menginapnya,'' ujar Putri Faradilla sambil menyalami Cedin.
''Sama-sama,'' jawabnya sambil tersenyum. ''Oh ya, kalau lapar, nanti saya taruhkan sisa nasi sore tadi di dekat berugak. Saya rasa cukup untuk kalian bertiga,'' tambah Cedin.
''Terima kasih Tuaq,'' sahut mereka bertiga secara bersamaan. Setelah mengisi perut, mereka pun menuju berugak untuk istirahat.
******
Malam pun berlalu, suara burung koaq kaoq terdengar di kejauhan. Kondisi ini menandakan hari sudah mulai pagi. Pangeran Kumara, Putri Faradilla dan Kacek masih tertidur. Begitu juga suara ayam jantan mulai berkokok di perkampungan.
Pangeran Kumara pun terbangun. Pangeran Kumara melihat ada sesuatu yang beda dengan Fadil. Apalagi kalau melihat ke bagian dadanya, terlihat seperti payudara perempuan. Namun, dia sengaja tidak memberitahu ke Fadil, karena ingin tahu rencana Fadil dan Kacek menyamar menjadi laki-laki.
Kacek yang merupakan prajurit Kerajaan Mantang sepertinya sadar, Dabok alias Pangeran Kumara curiga pada keberadaan tuannya. Dia pun bangun duluan, sambil merentangkan tangannya dan menguap.
''Ah,, sudah pagi,'' ''Eh kamu Dabok, sudah bangun duluan?'' tanyanya sambil menguap.
''Ya, baru saja,'' jawabnya pendek. ''Kita harus segera berangkat. Bangunkan Fadil!'' tambahnya
''Baik,'' jawab Kacek sambil mengguncang bahu Fadil agar segera bangun. ''Dil, bangun. Hari sudah pagi ini,'' ujarnya.
Putri Faradilla pun terbangun dan kaget melihat Pangeran Kumara dan Kacek sudah bangun duluan.
''Kalian.. Sudah lama bangunnya?'' tanyanya sambil menguap.
''Baru saja,'' jawab mereka kompak.
0 komentar:
Post a Comment