Anhar Gonggong |
WAKIL Ketua Tim Pengkaji dan
Peneliti Gelar Nasional (TP2GN), Prof. Dr. Anhar Gonggong menyebut, seorang
yang dikatakan pahlawan nasional tidak hanya orang yang berjuang dengan
mengangkat senjata. Seorang pahlawan nasional bisa juga lahir dari orang yang
berjuang membangun sumber daya manusia, sehingga mampu melahirkan SDM yang
berguna bagi bangsa dan negara.
Menurutnya, adanya persepsi orang
yang layak disebut pahlawan adalah orang yang mengangkat senjata adalah salah.
‘’Sesungguhnya apa yang dilakukan Kiai itu dengan mendidik orang lewat
pesantren lebih dari senjata. Tembakannya bukan peluru, tapi alatnya mengasahi
sumber daya manusia pesantren berjuang melawan penjajahan,’’ ujarnya sebelum
acara penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional
kepada Maulana Syeikh TGKH Zainuddin Abdul Madjid dan 3 pahlawan nasional lainnya oleh Presiden RI, Joko
Widodo di Istana Negara Jakarta, Kamis (9/11/2017)
Hal inilah menurut Anhar Gonggong
yang menjadikan TP2GN tidak ragu dalam menetapkan sosok Maulana Syeikh TGKH. M.
Zainuddin Abdul Madjid sebagai Pahlawan Nasional. Sosok Maulana Syeikh,
ujarnya, memiliki kehebatan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Di era
perjuangan merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia waktu
itu, Maulana Syeikh melalui Nahdlatul Wathan (NW) berjuang mengobarkan semangat
cinta tanah air (wathan) pada
masyarakat NTB.
Maulana Syeikh saat itu mampu
menggelorakan cinta tanah air dan membangun pesantren dan SDM saat itu. Tidak
hanya itu, masyarakat diajak tidak hanya cinta pada agama, tapi berakal budi
dan cinta pada tanah air.
Sepanjang hidup Maulana Syeikh,
ujarnya, terus berjuang memberikan bekal pendidikan kepada anak anak muda pada zamannya,
adalah kehebatan luar biasa. Termasuk, memiliki keperdulian yang tinggi kepada
masyarakat untuk bisa keluar dari kebodohan dan keterbelakangan. ‘’Inilah nilai-nilai
kepahlawanan yang terpenting dan sesungguhnya,’’ ujarnya.
Untuk itu, Anhar Gonggong
mengajak pada generasi muda NTB memperkuat dan menyiapkan diri dengan pendidikan.
Selain itu, berusaha menguasai teknologi serta menyiapkan diri untuk mampu
bersaing sekaligus mampu menyiapkan untuk pandai bekerja sama.
Menurutnya, kesalahan terbesar
selama ini, orang cenderung hanya menggembar-gemborkan untuk bekerja dan
bersaing, tetapi bersaing belum tentu bisa bekerja sama. "Jika hanya
bersaing dan tidak mampu bekerja sama, bagaimana mungkin bisa mencapai hasil
yang maksimal," tegasnya.
Untuk itu, dia meminta agar persepsi yang keliru
ini harus dihentikan. Generasi muda tidak hanya pandai bersaing, namun juga
pandai bekerja sama. (Marham)
0 komentar:
Post a Comment