Be Your Inspiration

Monday, 20 November 2017

Upaya Warga Menjeli Permai Lingsar Jadi Sentra Tenun di Lombok Barat Bagian Utara

Nurhayati, salah satu penenun di Desa Peteluan Indah Lingsar membuat kain pesanan. Bersama suami Sapoan, mereka ingin menjadikan Desa Peteluan Indah sebagai sentra tenun di Lobar bagian utara.
Selama ini, desa yang dikenal sebagai sentra tenun di Lombok adalah Desa Sukarara di Lombok Tengah dan Pringgasela di Lombok Timur. Di Lombok Barat (Lobar), usaha tenun bisa dijumpai di Gerung. Namun, di Lobar bagian utara, usaha kerajinan tangan dari alam, seperti ketak, bahan kelapa yang lebih banyak eksis.

Inilah yang melatarbelakangi Sapoan, warga Dusun Menjeli Permai, Desa Peteluan Indah, Lingsar, untuk memulai usahanya menjadikan desanya sebagai sentra tenun Lombok di Lobar“Saya memulai usaha ini sejak tahun 2013 silam setelah saya menikah dengan istri saya yang berasal dari Sukarara,” terang pria pemilik UD Galih Sasak ini saat ditemui di rumah sekaligus bengkel kerjanya.

Keterampilan istrinya, Nurhayati, menenun kain menjadi modal awalnya memulai bisnis tenun. “Dulu alatnya hanya 1, itu pun kita buat sendiri karena modal yang masih terbatas,” terang pria penyandang tunanetra ini. Tetapi meskipun begitu, dirinya tidak menyerah untuk mulai memperkenalkan tenun, terutama kepada masyarakat sekitar rumahnya.

“Awalnya mereka cuman nanya-nanya saja, baru lama-lama tertarik untuk belajar kepada saya,” kata Sapoan.

Tenun yang dibuatnya merupakan tenun yang biasa dibuat istrinya dulu saat masih menjadi penenun di Sukarara. “Motif-motifnya merupakan motif tradisional seperti Subahnala, Rangrang, dan lainnya,” ujarnya.
Nurhayati, salah satu penenun di Desa Peteluan Indah Lingsar 

Dalam menyusun motif kain, ia mengaku langsung pergi ke Sukarara untuk meminta penyusunan benang serta motif kain tenunannya. “Kalau di sini, kami belum bisa makanya ke sana langsung,” terangnya.

Sedangkan benang yang dipakainya, kata Sapoan, dibelinya di pasar terdekat. “Sama seperti yang lain, 1 buah kain tenun bisa menghabiskan waktu sampai 1 bulan untuk dikerjakan. Paling cepat 15 hari jika dikerjakan secara rutin,” tukasnya.

Ia menerangkan agar proses penenunan cepat selesai, dirinya membagi tugas dengan istrinya. “Dia yang menenun, saya yang merangkai benangnya,” tambahnya.

Untuk 1 buah kain tenun, Sapoan mematok harga mulai Rp 400 – 650 ribu tergantung motif dan tingkat kesulitan kain. “Sudah banyak yang memesan ke kami, mulai dari masyarakat sekitar sini sampai di sekitar Mataram,” ujarnya.

Niat awalnya yang ingin memperkenalkan tenun kepada masyarakat sekitar pun terbukti berhasil, dilihat dari banyaknya masyarakat yang ingin belajar menenun padanya. “Tingginya respons masyarakat itu, pihak desa pun memberikan bantuan 5 alat tenun yang kami gunakan untuk memberikan pelatihan tenun ke masyarakat,” terangnya.

Sapoan membagi 2 kelompok untuk pelatihan tenun tersebut, yaitu kelompok non difabel dan kelompok difabel. “Metode pengajaran untuk kelompok difabel dan non difabel ini berbeda sehingga harus dipisah,” katanya.

Kelompok non difabel seperti dari kalangan ibu-ibu dan remaja pengangguran ini, tambahnya, sudah mulai menunjukkan hasil karena kualitas tenunan mereka sudah cukup bagus. “Kelompok difabel juga begitu, tetapi karena keterbatasan alat jadinya mereka dilatih secara bergantian,” tukasnya.

Sapoan menceritakan bahwa beberapa waktu lalu dirinya pernah dikunjungi oleh instansi terkait untuk melihat usahanya. “Mereka datang untuk melihat langsung bagaimana kerja saya dan menjanjikan bantuan, semoga benar,” harapnya.


Ia mengaku sangat ingin desanya dikenal sebagai sentra tenun di Lombok Baratagar bukan hanya di daerah lain saja yang dikenal. “Bahkan pak bupati Lobar kaget saat tahu di Peteluan Indah ada tenun karena selama ini di Lobar belum ada, kecuali yang di Gerung itu,” jelasnya. (Uul Efriyanti Prayoba)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive