Be Your Inspiration

Monday, 30 October 2017

Gelibar, Tudung Saji Mini Khas Masyarakat Sasak

Gelibar, tudung saji khas masyarakat Sasak Lombok
Tanaman lontar sejak dahulu digunakan oleh nenek moyang masyarakat Sasak sebagai salah satu bahan baku dalam membuat kerajinan tangan. Apalagi pohon ini gampang ditemukan di Lombok dan digunakan untuk berbagai keperluan. Salah satunya adalah pembuatan tudung saji untuk menutup makanan dari gangguan serangga. Selain tembolak, masyarakat Sasak juga mengenal gelibar, tudung saji mini yang masih digunakan sampai sekarang.


Menurut Baiq Nursehan, pengepul gelibar di Desa Suradadi, Terara, Lombok Timur, jika gelibar ini masih banyak diminati sampai sekarang. “Peminatnya tetap ada, karena tiap minggu selalu ada yang cari,” ujarnya saat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan jika pengrajin daun lontar biasanya mengerjakan gelibar ini saat ada pesanan saja. “Kalau dibuat sehari-hari, mereka cenderung buat yang banyak dibutuhkan seperti tas dan keranjang,” tambahnya.

Sehan, panggilan akrabnya, mengatakan jika gelibar ini berfungsi untuk menutup makanan seperti nasi yang ditaruh ke dalam kemek atau gentong tanah liat. “Kalau sekarang banyak digunakan oleh umat Hindu untuk sembahyang, biasanya untuk menutup sesajennya,” jelasnya.
Tumpukan gelibar, tudung saji khas masyarakat Sasak Lombok

Jadi tidak heran, pesanan untuk gelibar ini banyak datang dari Bali atau Mataram. “Penjualnya datang langsung ke sini untuk ambil barangnya tetapi jumlahnya tidak banyak,” ucapnya.

Pembuatan gelibar ini, kata Sehan, seperti kerajinan lontar ini membutuhkan waktu yang tidak lama jika perajinnya sudah berpengalaman. “Sehari bisa jadi 2-3 buah karena sulit saat pembuatan pinggirnya,” tukasnya.

Daun lontar sendiri didatangkan dari Bima karena memiliki serat daun yang gampang dibentuk. Hal ini disebabkan daun lontar lokal susah dibentuk menjadi kerajinan karena seratnya yang kasar. “Banyak juga perajin lontar dari Lombok Tengah yang beli lontar di sini, seperti pembuat tembolak, ambilnya di sini untuk bahan bakunya,” tambahnya.


Biasanya Sehan mengambil dalam jumlah banyak kepada perajin untuk dijual kembali. “Paling 2-3 kodi gelibar ini, yang harganya Rp 2.000/buah,” tambahnya. Gelibar ini, tambahnya, bisa bertahan lama asal digunakan dan dirawat dengan baik. “Bisa sampai 1 tahun atau lebih, tetapi biasanya kalau sudah digunakan untuk sembahyang, mereka beli lagi,” ujarnya. (Uul Efriyanti Prayoba)


Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive