Gelibar, tudung saji khas masyarakat Sasak Lombok |
Tanaman lontar sejak dahulu digunakan oleh nenek
moyang masyarakat Sasak sebagai salah satu bahan baku dalam membuat kerajinan
tangan. Apalagi pohon ini gampang ditemukan di Lombok dan digunakan untuk
berbagai keperluan. Salah satunya adalah pembuatan tudung saji untuk menutup
makanan dari gangguan serangga. Selain tembolak, masyarakat Sasak juga mengenal
gelibar, tudung saji mini yang masih digunakan sampai sekarang.
Menurut Baiq Nursehan, pengepul gelibar di Desa Suradadi, Terara, Lombok
Timur, jika
gelibar ini masih banyak diminati sampai sekarang. “Peminatnya tetap ada,
karena tiap minggu selalu ada yang cari,” ujarnya saat ditemui di rumahnya
beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan jika pengrajin daun lontar biasanya
mengerjakan gelibar ini saat ada pesanan saja. “Kalau dibuat sehari-hari,
mereka cenderung buat yang banyak dibutuhkan seperti tas dan keranjang,”
tambahnya.
Sehan, panggilan akrabnya, mengatakan jika gelibar ini
berfungsi untuk menutup makanan seperti nasi yang ditaruh ke dalam kemek atau gentong tanah liat. “Kalau
sekarang banyak digunakan oleh umat Hindu untuk sembahyang, biasanya untuk
menutup sesajennya,” jelasnya.
Tumpukan gelibar, tudung saji khas masyarakat Sasak Lombok |
Jadi tidak heran, pesanan untuk gelibar ini banyak
datang dari Bali atau Mataram. “Penjualnya datang langsung ke sini untuk ambil barangnya
tetapi jumlahnya tidak banyak,” ucapnya.
Pembuatan gelibar ini, kata Sehan, seperti kerajinan
lontar ini membutuhkan waktu yang tidak lama jika perajinnya sudah
berpengalaman. “Sehari bisa jadi 2-3 buah karena sulit saat pembuatan
pinggirnya,” tukasnya.
Daun lontar sendiri didatangkan dari Bima karena
memiliki serat daun yang gampang dibentuk. Hal ini disebabkan daun lontar lokal
susah dibentuk menjadi kerajinan karena seratnya yang kasar. “Banyak juga
perajin lontar dari Lombok Tengah yang beli lontar di sini, seperti pembuat
tembolak, ambilnya di sini untuk bahan bakunya,” tambahnya.
Biasanya Sehan mengambil dalam jumlah banyak kepada
perajin untuk dijual kembali. “Paling 2-3 kodi gelibar ini, yang harganya Rp
2.000/buah,” tambahnya. Gelibar ini, tambahnya, bisa bertahan lama asal
digunakan dan dirawat dengan baik. “Bisa sampai 1 tahun atau lebih, tetapi
biasanya kalau sudah digunakan untuk sembahyang, mereka beli lagi,” ujarnya. (Uul Efriyanti Prayoba)
0 komentar:
Post a Comment