H. Mustaqim, salah satu perajin kendi maling di Dusun Tongkek Penujak Praya Barat Lombok Tengah |
Kerajinan gerabah di NTB sudah ada sejak zaman dahulu kala. Gerabah
memiliki berbagai macam fungsi yang berbeda-beda tergantung kegunaannya. Salah
satu gerabah yang menjadi ciri khas Lombok adalah kendi maling yang memiliki
bentuk unik.
Menurut H. Mustaqim, pembuat gerabah di Dusun Tongkek,
Desa Penujak, Praya Barat, dinamakan kendi maling, karena cara kerjanya yang seperti
maling yaitu bersembunyi.
“Airnya dimasukkan dari bawah kendi, sehingga nanti
kalau penuh airnya akan masuk ke bagian sampingnya,” terangnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Kendi tradisional Sasak, tuturnya, terdiri dari dua jenis. Pertama, kendi biasa dan kendi maling.
Tampilan kendi maling sendiri berbeda dengan kendi biasa. Di mana kendi maling memiliki
penutup yang melekat di bagian atasnya yang tidak dimiliki kendi biasa.
Khusus di Dusun Tongkek, ujar H.
Mustaqim, hanya dirinya dan istrinya yang membuat kendi maling. Sementara
perajin lain memilih membuat hasil gerabah yang berbeda. “Seminggu bisa buat 10 kendi. Jadi
dibakarnya kalau sudah 2 -3 minggu yang dapat 30 kendi biar banyak yang
dibakar,” terangnya.
Kendi maling yang dijemur sebelum dibakar. |
Sebelum dibakar, kendi biasanya dijemur dulu selama
sehari agar kering. Kendi dibakar dengan menggunakan jerami atau sekam padi
agar pembakarannya merata ke semua sisi kendi.
Bahan baku untuk kendi sendiri diperoleh dari gunung. Untuk membuat
10 kendi, biasanya
dirinya menghabiskan 1 karung tanah. Dalam membuat
kendi maling, bisa diukir sesuai order atau pesanan. Namun, H. Mustaqim banyak
membuat kendi bermotif polos. Kendi biasanya biasanya setelah dibakar menjadi 3
warna, yakni warna merah, hitam dan merah hitam. “Warna merah hitam ini dapatnya dari pakai
asem, sedangkan yang warna hitam itu dicat setelah dibakar,” jelasnya.
Harga kendi maling ini dibanderol Mustaqim sebesar Rp
100 ribu/buah untuk wisatawan asing. “Menurutnya, wisatawan asing lebih
menyukai kendi maling dibandingkan dengan warga lokal. “Kalau yang lokal lebih
suka yang kendi biasa karena banyak yang pakai untuk acara nikahan,” terangnya.
Mustaqim menjelaskan, saat masa jayanya gerabah Penujak, kendi maling dijual sampai ke luar negeri. “Kita ndak buat kendi ini kalau ndak ada orderan. Ini saja pesanan dari hotel di Senggigi dan Kuta,” terangnya. (Uul Efriyanti Prayoba)
0 komentar:
Post a Comment