Perajin perak Desa Ungga Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat |
SENTRA kerajinan perak di Desa Ungga, Praya Barat, mulai
berkembang sejak tahun 1990-an dan dikenal luas oleh masyarakat sejak awal
2000-an. Pamor kerajinan dari desa ini pun tidak kalah cemerlang dibandingkan
dengan kerajinan emas dan mutiara di Sekarbela, Mataram.
“Hanya saja kita kalah dari segi pemasaran, di mana produk
dari sini semuanya dibawa ke sana,” terang salah satu perajin perak, Farid
Rizky kepada Ekbis NTB.
Padahal dari segi model dan desain, produk aksesoris yang
dihasilkan tidak kalah saing dengan produk sejenis dari luar daerah.Sebab
diakui Farid, para perajin perak dulunya merupakan perajin perak di Bali yang
pulang kampung dan mengembangkan kerajinan serupa.“Saya jamin, produk kerajinan
perak di sini modelnya tidak ada yang sama antar satu produk.Kecuali dipesan
khusus dengan model serupa,” jelasnya.
Desain model kerajinan mutiara seperti aksesoris, imbuhnya
dipengaruhi daya kreativitas si perajin itu sendiri sehingga berbeda.
Kebanyakan kerajinan perak di desa ini sekarang merupakan kombinasi dengan
mutiara dan kulit kerang yang memang banyak diminati pasar.“Jadi model dan
desainnya mengikuti bentuk kulit kerangnya, makanya unik dan kesannya eksotik,”
jual Farid.
Pemasaran produk-produk kerajinan perak di Desa Ungga ini,
memang kebanyakan disalurkan untuk artshop dan galleri di wilayah Lombok Barat
dan Mataram. Hal ini dikarenakan di Lombok Tengah, jumlah artshop masih
sedikit.Jika pun ada, hanya diisi dengan satu jenis produk saja.“Makanya kita
sangat bergantung dengan pesanan dari langganan di Mataram dan Lombok Barat,”
ujarnya.
Lesunya pariwisata beberapa waktu lalu, diakuinya juga
berpengaruh terhadap produksi perak miliknya.Penurunan produksi bahkan sampai
menyentuh angka 30% dari hari biasa.“Baru beberapa hari ini baru mulai normal
produksinya soalnya sudah ada langganan yang pesan,” terangnya.Dalam sekali
produksi, perajin bisa membuat sampai 50-150 buah tergantung model dan
kerumitan desain kerajinan.Satu perajin bisa menyelesaikan 1 buah kerajinan
mutiara dalam 3 hari.
Farid mengatakan, perajin di Desa Ungga sebenarnya
menginginkan adanya inisiatif dari pemerintah desa atau Pemda Lombok Tengah
menjadikan Ungga sebagai desa wisata dengan perak sebagai jualan utamanya.
“Konsepnya seperti di Sukarara, dimana wisatawan bisa berkunjung melihat proses
pembuatan perak, lalu beli,” terangnya. Tentunya desa wisata ini nanti akan
memberikan lapangan pekerjaan luas bagi warga Desa Ungga dan sekitarnya.
Jika desa wisata ini bisa terealisasi, tentunya perajin
perak akan lebih bersemangat untuk berproduksi sebab ada jaminan pasar. “Minimal
ada artshop kita dibuatkan, pasti nanti jalan.Itu nanti kita bisa tawarkan ke
travel serta wisatawan untuk datang ke Ungga,” harapnya. (Uul
Efriyanti Prayoba/Ekbis NTB)
0 komentar:
Post a Comment