Wisatawan mancanegara saat berwisata di Gili Trawangan. Selama Ramadhan 2016, mereka tak boleh menggelar party. |
Selama bulan suci Ramadhan, para
pelaku usaha bidang jasa (pariwisata) di Gili Trawangan dilarang keras
menyelenggarakan party atau aktivitas
- aktivitas yang berpotensi mengganggu kelancaran ibadah.
Larangan penyelenggaraan party di kawasan pariwisata dipertegas
oleh Sam Samba, Ketua Asosiasi Pengusaha Gili Trawangan (APGT), Senin (20/6/2016).
Ia menuturkan, sejauh ini pihaknya masih berkonsentrasi melakukan pemantauan
dan pengawasan terhadap pengusaha - pengusaha "nakal" yang
terindikasi hendak menerabas aturan yang diberlakukan.
"Kemarin sudah diturunkan aturan
mengenai larangan bahwa tak boleh ada party
di Gili Trawangan selama Ramadhan. Sejauh ini teman - teman di lapangan masih
fokus untuk bergerak melakukan pengawasan demi penegakan aturan yang
berlaku," tuturnya.
Menurut Sam, tidak adanya kegiatan party selama Ramadhan itu tidak
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan industri kepariwisataan. Aktivitas
perekonomian masyarakat melalui industri pariwisata tetap menggeliat, sehingga
usaha bidang pelayanan dan jasa ini tetap berjalan lancar.
"Sejauh ini pariwisata di Gili
Trawangan masih aman - aman saja. Aktivitas ekonomi berjalan lancar, angka
kunjungan wisatawan masih seperti pada umumnya," kata dia.
Dijabarkan, pantauan asosiasi terhadap
angka kunjungan wisatawan melalui tingkat hunian hotel atau penginapan, jumlah
kunjungan wisatawan meski pada bulan Ramadhan khususnya di Gili Trawangan masih
terlihat membaik. Okupansi (tingkat hunian) hotel masih berkisar pada angka
rata - rata 60 persen - 70 persen. Angka tersebut dinyatakan masuk pada
predikat sedang.
"Okupansi hotel di sini dapat
kita bahasakan medium, tidak tinggi dan tidak rendah. Karena memang pada bulan
- bulan seperti sekarang ini adalah momentnya semi high season dan low season,"
terangnya.
Persentase tingkat hunian hotel di
kawasan tersebut dihitung dari jumlah penginapan yang mencapai angka 700 unit
usaha. Dari keseluruhan angka tersebut, masing - masing usaha terdiri dari
hotel, home stay, dan penginapan kelas rendah.
Sam membeberkan, ratusan unit gedung penginapan yang berdiri di pulau seluas 350 hektar itu tidak dibangun dengan sistem perencanaan dan tata ruang yang matang. Akibatnya, tampilan pulau kecil di wilayah Kabupaten Lombok Utara (KLU) itu dari tahun ke tahun sulit dikendalikan.
Menurut survai yang dilakukan pada tahun 2006 oleh Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB sekarang, Drs. Muhammad, MM, banyak keluhan yang muncul dari kalangan wisatawan asing atas amburadulnya tata letak bangunan di gili tersebut. Tata letak bangunan yang tidak sempurna atas suatu kawasan, sebagai dampak pembangunan yang dilakukan tanpa didasari dengan perencanaan dan rancangan tata ruang yang jelas. (Met)
0 komentar:
Post a Comment