Perajin perabotan rumah tangga, Marianah sedang memotong aluminium untuk membuat berbagai jenis perabotan dapur. |
TIDAK hanya Babakan yang dikenal sebagai sentra
kerajinan perabotan rumah tangga yang terbuat dari stainless steel dan
aluminium. Tetapi kawasan Monjok Baru juga sejak dulu dikenal sebagai sentra
kerajinan ini, terbukti dari banyaknya warga yang berprofesi sebagai perajin
perabotan rumah tangga ini. Hasilnya pun tidak kalah dengan perabotan rumah
tangga produksi pabrik.
Di jalan baru yang menghubungkan Monjok dengan
Rembiga, terdapat sebuah rumah di pinggir jalan yang memajang hasil karya
perajin yang merupakan peralatan rumah tangga, terutama peralatan dapur.
Adalah Marianah, perempuan berusia 46 tahun yang
merupakan perajin sekaligus penjual peralatan rumah tangga yang sejak puluhan
tahun lalu sudah berkecimpung di usaha ini. “Ini merupakan usaha turun temurun
dari keluarga saya sejak dulu, jadi saat saya masih kecil sudah mulai bisa buat
karena sering melihat,” terangnya saat ditemui Ekbis NTB, Jumat (6/4/2018).
Ia menerangkan bahwa dirinya merupakan satu-satunya
perajin perempuan stainless steel dan aluminium di sini. “Yang lainnya laki-laki,
paling yang perempuan hanya buat sutil saja. Kalau saya, semua proses saya
lakukan,” aku ibu 6 anak ini.
Selama puluhan tahun berkecimpung, ia sudah biasa
membuat berbagai peralatan rumah tangga seperti panci kukus, oven, cetakan kue,
dan lainnya. Bahan baku yang digunakan pun merupakan stainless steel dan
aluminium dengan kualitas terbaik yang didapatkannya di Sweta. “Jadi semua
bahan yang dipakai ini anti karat dan tahan lama,” ujarnya.
Proses membuat peralatan dapur, semisal panci, kata
Marianah, dimulai dari memotong lembaran stainless steel dan aluminium sesuai
ukuran yang diinginkan. “Baru kemudian digambar sesuai bentuk yang dimau, lalu
dipotong,” jelasnya.
Alat rumah tangga produksi Monjok Kota Mataram |
Karena sudah terlalu terbiasa, dirinya mengaku tidak
perlu menggunakan ukuran baku karena sudah hafal di luar kepala. “Karena itu
saja yang kita lakukan tiap hari, jadinya hafal,” imbuhnya. Setelah dipotong,
barulah potongan desain tadi dirangkai menjadi perabotan yang diinginkan.
Dalam sehari, Marianah mengaku bisa membuat puluhan
sutil, 3-5 panci dan oven berbagai ukuran tergantung ketekunan sang perajin.
“Pegawai saya bagi-bagi tugas untuk menyelesaikannya, biar cepat selesai,”
terangnya.
Ia lantas menunjukkan tumpukan sutil buatannya yang
dikerjakan dari pagi yang berjumlah puluhan. “Semua keluarga saya juga turut
serta dalam proses produksi ini,” tambahnya.
Meski proses pembuatannya masih sederhana, Marianah
mengatakan bahwa produknya ini tidak kalah saing dengan produk serupa yang
beredar di toko maupun supermarket. “Produk saya tahan lama, apalagi kalau beli
langsung di sini bisa datang servis jika ada yang rusak,” jelasnya.
Pasaran produknya pun sudah merambah sampai seluruh Pulau Lombok dan Sumbawa
karena dirinya telah memiliki banyak langganan tetap yang setiap hari datang
mengambil barang.
“Tiap hari ada saja yang datang ambil barang ke sini. Barang saya juga banyak
dijual di Sweta dan Bertais, serta lewat online juga,” ceritanya. Harganya pun
bervariasi mulai Rp80 – 300 ribuan untuk panci, Rp 150 ribu – Rp 1 jutaan untuk
oven, dan Rp200 – 500 ribuan untuk dandang nasi.
Dirinya mengaku tidak pernah menjual sendiri produk
buatannya ke pasar maupun toko. “Pengepulnya yang datang langsung ke sini karena sudah tahu dari
dulu. Dari Lotim dan Loteng sudah biasa ambil sendiri barangnya,” cerita
Marianah.
Apalagi sejak penjualan secara online merebak, semakin
banyak yang tertarik menjual produknya karena kualitas yang tidak kalah dengan
merk ternama. “Kan ambil di sini juga harganya murah dan dijual
kembali dengan harga yang lumayan menguntungkan. Sama-sama untunglah,”
imbuhnya.
Marianah mengaku, barangnya memiliki ciri khas yaitu
memiliki telinga 4 dan 2 jika dijual di pasaran. “Jadi saya tahu kalau ada yang
mau coba-coba datang bohong dengan mengatakan itu produk buatan saya,” ujarnya.
Ia menambahkan biasanya untuk dijual ke pasar, dirinya
menggunakan bahan baku yang lebih tipis dibandingkan yang dijualnya sendiri.
“Pengepul yang datang kesini ambilnya polos tanpa merk, baru pas dijual mereka
pakaikan merk mereka sendiri,” tambahnya.
Dalam sehari, Marianah mengaku mendapatkan omzet
minimal Rp 400-500 ribu/hari. “Setidaknya dari usaha ini saya bisa
menyekolahkan anak-anak saya dan mampu memberikan pekerjaan bagi yang lainnya,”
tukasnya.
Meski setiap hari bekerja membuat peralatan rumah
tangga, ia tidak melalaikan tugas dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga.
“Anak-anak saya juga sudah paham, jadi mereka turut serta membantu ibunya dalam
mengurus rumah jika melihat saya capek,” jelasnya. (Uul Efriyanti Prayoba/Ekbis NTB)
0 komentar:
Post a Comment