WISATA alamnya natural, akulturasi budaya di tempat lain ada
di NTB, plus penghargaan sebagai destinasi wisata syariah, merupakan keunggulan
pariwisata NTB. Sayangnya, angka kunjungan wisatawan masih berada di bawah
bayang-bayang provinsi lain. Sebut saja Bali. Apa yang kurang dari pengelolaan
wisata NTB dibanding daerah lain?
Tiga gili di Kabupaten Lombok Utara (KLU) adalah satu contoh
sukses pengelolaan wisata. Tak banyak intervensi dari pemerintah, namun angka
kunjungannya luar biasa banyak. Di waktu normal sebelum gempa, angka kunjungan
per hari menyentuh 2.500 orang sampai 6.000 orang (termasuk wisatawan lokal).
Jumlah itu terhenti oleh dua peristiwa, meletusnya Gunung Agung serta gempa
bumi, 29 Juli dan 5 Agustus.
Dari dulu sampai sekarang, kunjungan wisatawan ke 3 gili
lebih banyak ditopang oleh transit wisatawan mancanegara yang ada di Bali.
Pelaku usaha di 3 gili menyebut, 80 persen wisatawan mancanegara ke Lombok
masih tergantung Bali. Jika tidak berkepentingan, citra wisata Lombok akan
dengan gampang dirusak. Misalnya, Lombok sering gempa, Lombok tidak aman, dan
sebagainya.
‘’Lombok sebenarnya lebih indah dibanding Bali, akulturasi
budaya Bali bisa dilihat di Lombok. Tiga gili sebagai tourist destination, 80
persen wisatawannya masih tergantung Bali,’’ ujar General Manager Wilson's
Retreat, Lalu Kusnawan, kepada Ekbis NTB,
Minggu (2/12/2018).
Meningkatkan arus kunjungan wisatawan ke NTB, butuh
kerjasama semua pihak. Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi, Kabupaten dan Kota
tidak bisa lagi membuat program sendiri tanpa melibatkan pengusaha hotel.
Kusnawan menyebut, Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) yang
selama ini ada, tidak banyak dilibatkan oleh pemerintah. Konon lagi untuk
berbicara promo dalam dan luar negeri, sosialisasi Destinasi Wisata Syariah
terbaik di Indonesia masih jarang diketahui publik.
Berbicara Wisata Syariah, pangsa pasar Timur Tengah perlu
digarap bersama. Tidak lagi melibatkan stakeholder, melainkan tentaholic (yang
lebih luas). Di mana di dalamnya ada media massa dan bisnis. Pascabencana gempa, sektor wisata Lombok dan NTB pada
umumnya, klaim Kusnawan, tertatih-tatih menjalankan bisnis. Hotel-hotel di 3 gili
sudah memberi diskon, menyebarkan Trip Advisor bahwa Lombok sudah aman, hingga
review pengalaman wisatawan mancanegara melalui media sosial.
Tidak cukup, kata dia, membangun kembali wisatawan tanpa
intervensi pemerintah daerah, baik gubernur, bupati dan walikota. Solusinya
yang dianjurkan adalah 11 Pemda di NTB duduk bersama membangun kembali
pariwisata. Antara gubernur, bupati dan walikota, membangun kesepakatan bersama
yang dituangkan dalam kebijakan anggaran masing-masing daerah.
‘’Ada beberapa solusi yang kita harapkan, pertama program
SKPD. Kebijakan daerah satu suara dengan hotel. Jika memang promosi di Timur
Tengah, ayo kita eksibisi sama-sama, bukan (lantas) SKPDnya di depan.’’
‘’Kedua, Pemda harus berani subsidi maskapai yang direct flight. Anggap seat 100, yang
laku 60 sampai 70, maka empty seat
sisanya harus dibayar oleh daerah. Pemda lain sudah lakukan ini, kita kapan,"
sambung Kusnawan.
Selanjutnya, kata dia, keunggulan Lombok sebagai objek
wisata syariah diharapkan tidak sekadar klaim. Wisata syariah agar lebih
dipublikasikan melibatkan semua pihak. Istilah wisata syariah belum banyak
diketahui, apa saja keunggulannya. "Sosialisasi wisata syariah kurang. Di Kuta, area
wisata syariah sudah berjalan. Ada tempat wisata yang memang memisahkan
pengguna laki-laki dan perempuan, misalnya kolam renang dipisah, tempat makan
dipisah. Hal-hal seperti ini, wisatawan Timur Tengah belum tahu,"
tandasnya.
Mantan Kades Gili Indah sekaligus pengusaha, H. M. Taufik,
meminta harga tiket yang timpang antara tujuan ke Lombok dan ke provinsi lain
harus segera disikapi. Setidaknya Lombok Utara akan menjadi destinasi wisata yang
paling dirugikan. Sebab trip wisata yang dibutuhkan tidak hanya udara saja,
tetapi perjalanan darat dari Lombok International Airport (LIA) ke Lombok Utara
dan dari Lombok Utara ke 3 gili menggunakan fast
boat.
‘’Pasti berdampak, apalagi sedikit sekali wisatawan yang
menggunakan pesawat. Selama ini 3 gili hanya kecipratan wisatawan transit
dari Bali,’’ katanya.
Mengandalkan wisatawan jalur laut dari Bali pun, Taufik
masih berharap adanya sentuhan pemerintah, baik provinsi dan kabupaten. "Kita
berharap bagaimana supaya tamu yang turun di Lombok, bisa turun langsung di
Trawangan, di Meno dan Gili Air. Penumpang diturunkan di masing-masing pulau.
Itu sangat efektif dan wisatawan tidak lagi diganggu oleh porter dan
calo," harapnya.
Ketua HIPMI Bidang Pariwisata Lombok Utara, Asmuni Bimbo,
menyoroti sejak lama masalah pada harga tiket pesawat tujuan Lombok seolah tak
tertangani dengan baik. Ia membayangkan betapa lebih murahnya harga tiket dari
Jakarta - Singapura, Thailand atau bahkan Malaysia daripada Jakarta - Lombok
atau bahkan dari luar negeri ke Jakarta.
Bimbo mengingatkan potensi kejenuhan wisata di 3 gili
disikapi lebih awal. Wisatawan ke Gili Trawangan cenderung lebih ramai karena
didorong oleh dibolehkannya party.
Namun pada titik tertentu di mana tempat lain di Lobar dan Loteng menyajikan
hal serupa, maka 3 gili tidak akan menarik bagi wisatawan.
Sementara itu, Kepala Bidang Promosi dan Destinasi
Pariwisata - Dispar Lombok Utara, Bratayasa mengamini harga tiket menjadi
dilema bagi perkembangan pariwisata Lombok Utara khususnya dan NTB pada
umumnya. Harga tiket maskapai penerbangan menuju Bali dan menuju Lombok
memiliki selisih cukup tinggi. ‘’Dari Australia ke Bali dan Australia Lombok saja
selisihnya sampai Rp 600 ribu. Saya berpikir kita di Lombok dipersulit hampir
di semua sisi,’’ kata Bratayasa.
Perihal harga tiket, pihaknya di Dispar Lombok Utara sudah
menyuarakan persoalan tersebut ke Pemprov NTB. Pemda Lombok Utara dalam hal ini
mendorong agar harga tiket "dikeroyok" oleh Pemprov NTB dan Kabupaten/Kota.
Hal senada disampaikan General Manager Montana Premier
Senggigi Binang Odi Alam. Katanya, perlu peran pemerintah secara penuh terkait
masalah penerbangan ini. ‘’Sangat perlu peran pemerintah secara penuh terkait
penerbangan ini,’’ harap dia.
Bukan tanpa alasan, Binang Odi Alam mengaku penerbangan menjadi persoalan serius, pasalnya hasil survei yang dilakukan terhadap harga tiket pesawat misalnya. Tiket dari Malaysia ke Lombok dengan Malaysia ke Bali selisihnya bisa mencapai tiga kali lipat harganya lebih mahal ke Lombok. Tentu orang tidak mau diberikan harga yang lebih mahal, sehingga mereka berupaya mencari yang lebih murah. Hal ini salah satu penyebab pengunjung minim ke Lombok. Padahal para pengusaha hotel terutama di daerah terdampak gempa seperti Senggigi sangat butuh wisatawan datang ke Senggigi. (Johari/Heruzubaidi/Ekbis NTB)
0 komentar:
Post a Comment