Aktivitas kerajinan tenun di Desa Monta Baru Kecamatan Lambu Kabupaten Bima yang berharap sentuhan Dekranasda NTB |
Kerajinan tenun khas Suku Mbojo berharap
mendapat sentuhan langsung dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi
NTB. Sebab saat ini, industri rumah tangga ini berusaha terus bertahan di tengah
berkembangnya industri tekstil. Untungnya, ciri khas tradisional tetap menjadi
daya tarik konsumen.
Salah satu pusat kerajinan tenun
songket Mbojo yang bertahan hingga kini ada di Desa Monta Baru Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima. Ibu rumah tangga di sana membentuk kelompok
kerajinan dan perorangan. Hari- hari mereka sibuk dengan perangkat menenun.
Harapan mendapat dukungan dari
Dekranasda itu disampaikan Ketua Kelompok Perajin Tenun Melati Bima, Sriwati. ‘’Karena
di kerajinan tenun ini kami mencari nafkah. Kami mendapat penghasilan lumayan,
daripada menganggur,” kata Sriwati di Mataram, Selasa (11/12/2018).
Industri rumahan itu begitu hidup. Ibu-ibu
rumah tangga di sana, diungkapkannya saban hari sibuk dengan aktivitas menenun.
Hampir tidak ada yang memilih pekerjaan lain karena antusiasmenya pada
kerajinan ini, bahkan dijadikan profesi. Kelompok Tenun Melati jumlahnya 12
orang yang rutin setiap hari menenun. Tapi di luar itu, jumlahnya bisa mencapai
160 orang. ‘’Belum lagi di rumah-rumah, setiap hari ada yang sibuk (menenun),’’
ungkapnya.
Tapi
besar harapannya intervensi dari Pemprov NTB melalui Dekranasda agar
keberlangsungan industri ini tetap menjadi tumpuan. ‘’Karena terus terang ini
butuh modal untuk membeli bahan. Modalnya lumayan. Untuk satu orang anggota
kami butuh Rp750.000 untuk beli benang 250 rol.
Dengan 250 rol ini, bisa hasilkan 10 lembar sarung tenun,’’ kata Sriwati. Sedangkan
untuk harga jual Rp 220.000 per
sarung.
Modal yang dibutuhkan untuk membeli rol
benang. “Pengeluaran terbanyak kita dibeli benang ini. Itu saja kebutuhan
modalnya. Lumayan berat,” akunya.
Jika pengurus Dekranasda ingin memantau
langsung, diundangnya untuk melihat denyut perekonomian dari industri kecil
menengah tersebut. Dengan begitu, organisasi yang dipimpin Istri Gubernur NTB
itu akan melihat prospek ekonomi dan kreativitas remaja putri sampai ibu-ibu di
kampungnya.
Tenun sarung dan songket kerajinan di
kampungnya sudah merambah hingga pasar Bali dan Pulau Jawa. Pembeli bahkan datang
langsung ke kampung untuk menentukan motif yang diinginkan. Hanya saja, mereka
yang datang berasal dari Bima dan Dompu. “Mereka ini pengepul, karena dijual
lagi ke pembeli di Bali dan Jawa,” ungkapnya. (Haris Mahtul/Suara NTB)
0 komentar:
Post a Comment