Pameran Budaya KLU di Bayan |
Serangkaian peringatan HUT Kabupaten Lombok Utara (KLU) ke -
8, Kamis (14/7/2016), Pemda KLU menggelar Festival Budaya, bertemakan "Dari
Bayan, Untuk Kabupaten Lombok Utara yang Cerdas dan Inklusif." Gelaran ini
terselenggara di areal Labuhan Carik atas kerjasama masyarakat adat Kecamatan
Bayan, bersama SOMASI NTB dan Satunama NTB. Ribuan warga dari berbagai penjuru
KLU antusias memadati areal festival.
Panitia dalam festival ini mendesain pelaksanaan kegiatan
selama dua hari, 14-15 Juli 2016. Sebagai praacara, warga dan undangan
disuguhkan Pentas Tari Angin Alus. Tarian khas KLU berupa Tari Minangin ikut
dibawakan untuk menyelingi pembukaan kegiatan di hari pertama, disusul acara
pembacaan lontar dan pentas seni wayang oleh kalangan pelajar.
Sementara pada hari kedua, panitia akan menyuguhkan atraksi
Gendang Beleq oleh siswa SMAN 1 Bayan, atraksi Gegerok Tandak, atraksi Genggong
dan Egrang, Pentas Seni Dewa, Pentas Cupak Gurantang yang semuanya dilakukan
oleh masyarakat Adat bayan. Tidak hanya itu, pengunjung juga disiapkan berbagai
stan yang memamerkan kerajinan kain tenun serta proses pembuatan kain tenun.
Menurut tokoh muda Adat Bayan, Renadi, S.Pd., Tari Angin
menceritakan sebuah kisah mengenai keberadaan dua kerajaan, yakni Kerajaan Daha
Negara dan Kerajaan Kling Negara. Setelah cukup lama menjadi raja, namun
keduanya belum juga memperoleh pertanda akan mendapat keturunan atau pewaris
kerajaan. Raja Daha dan Raja Kling pun bingung dan sedih hatinya. Lantas
keduanya pun bernazar.
Wabup KLU Sarifudin bersama Sekda H. Suardi pose bersama dengan miniatur Masjid Kuno Bayan |
Adapun nazar Raja Daha, adalah akan menggelar "Gawe
Beleq" atau pesta mewah untuk warganya, diselingi peresean 8 malam
berturut-turut jika dirinya memperoleh seorang putra. Sebaliknya, Raja Kling
akan membawa seekor kerbau bertanduk emas dan berhias kain songket sutra ke
Gunung Rinjani apabila memperoleh keturunan seorang putri.
Usai nazar keduanya, Raja Daha dan Raja Kling memperoleh apa
yang diidamkan, yakni keturunan putra dan putri. Sang Raja Daha, kemudian memenuhi
nazarnya. Tetapi berbeda dengan Raja Kling, walau memperoleh keturunan putri
cantik jelita, namun sampai sang putri berumur 2 tahun ia tak kunjung memenuhi
nazarnya. Akhirnya, satu ketika sang putri bermain di taman kerajaan, serbuan
angin kencang memporakporandakan kerajaan dan menerbangkan sang putri. Putri
dalam legenda ini dikenal masyarakat dengan sebutan, Putri Cilinaya.
Berbeda dengan Tari Minangin, oleh masyarakat adat Bayan, tari
ini menggambarkan semangat gotong royong dan kebersamaan masyarakat adat. Tari
ini merupakan manifestasi sebuah alunan suara dalam proses menumbuk padi.
Umumnya, ritual ini dilakukan masyarakat adat saat gawe beleq, seperti
perkawinan, khitanan atau ritual agama. Menumbuk padi dilakukan dengan
menggunakan alat bernama rantok dari kayu, dan alat penumbuk dari bambu.
Pukulan tumbukan melantunkan sebuah nada irama yang mengisyaratkan tinggi
semangat warga dalam menjaga kebersamaan, memelihara tradisi sebagai sebuah
entitas.
Wakil Bupati KLU Sarifudin, SH, dalam sambutannya mengajak
masyarakat KLU untuk terus memelihara kelestarian budaya lokal. Budaya kata
dia, merupakan identitas yang menggambarkan karakter masyarakat setempat.
Pemda KLU dalam hal ini, akan senantiasa mendukung upaya
masyarakat dalam proses pelestarian budaya setempat. Terlebih lagi, KLU sebagai
destinasi wisata dunia berpotensi menjadi pusat perhatian dengan banyaknya
ritual budaya yang disuguhkan sebagai komoditas wisata. Ia meyakini, ragam
budaya masyarakat yang disuguhkan akan berkorelasi dengan lama tinggal
wisatawan, serta berdampak pada aspek ekonomi masyarakat.
Tak lupa, wabup juga memberi apresiasi atas penyelenggaran festival budaya masyarakat Adat Bayan. Upaya masyarakat ini, memberi alternatif dalam proses pelestarian budaya yang ada di KLU khususnya di Bayan. (Johari KLU)
0 komentar:
Post a Comment