Be Your Inspiration

Sunday, 22 January 2017

Kerajinan Lontar Lombok Timur yang Bernilai Ekonomis Tinggi

Baiq Nursehan dengan tas berbahan baku daun lontar

Lontar merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan penduduk NTB untuk dijadikan kerajinan tangan. Kerajinan anyaman lontar ini sudah berkembang dari dulu secara turun-temurun. Peminatnya pun sangat banyak, karena nilai keeksotikan daun lontar yang didapat. Pesanan terhadap kerajinan lontar pun cukup banyak, baik dari dalam daerah maupun luar daerah.
Adalah Baiq Nursehan -- salah satu pengepul kerajinan lontar  di Desa Suradadi, Terara, Lombok Timur, mencoba menangkap peluang yang ada. Dengan melihat banyaknya perajin lontar yang ada di desanya, dia mencoba mengumpulkan hasil kerajinan dan menjualnya hingga luar daerah.  “Banyak juga pesanan lontar dari Bali,” terangnya, Rabu (11/1/2017).
Dalam mengumpulkan hasil kerajinan lontar, Sehan – nama panggilannya menerima dari 100 perajin yang ada di Desa Suradadi dan desa sekitarnya. Kerajinan ini kemudian diolah menjadi berbagai macam produk, seperti, keranjang telur, keranjang untuk botol tempat terasi dan keranjang oleh-oleh. 
“Modelnya bisa dipilih atau membawa desain sendiri. Nanti tinggal beritahu perajinnya mau yang seperti apa,” katanya.
Tas berbahan baku lontar dari Lombok Timur

Menurutnya, anyaman lontar bisa bertahan selama 1 tahun asalkan dirawat dengan baik. Konsumen bisa mengambil sendiri atau minta diantarkan untuk pesanan kerajinan lontar mereka. “Tapi kita sudah punya langganan, jadi selalu mereka yang datang ke sini. Yang di Sindu dan Bertais itu, kita tempatnya ngambil,” klaimnya.
Harga kerajinan lontar beragam, tergantung banyak sedikitnya jumlah pembelian. Kalau 1 kodi keranjang kecil harganya Rp 3.500/biji, kalau beli 1 keranjang ukuran sedang harganya Rp 6 ribu dan Rp 5 ribu/biji kalau beli banyak. Keranjang ukuran besar harganya Rp 8 ribu/biji. ‘’Kalau beli banyak, topi Rp 2.500/biji kalau beli banyak dan keranjang botol Rp 25 ribu/kodi,” jelas Sehan.
Ia selalu menyetok dalam jumlah banyak karena pesanan bisa datang tiba-tiba. Diakuinya, topi dan keranjang banyak yang cari, sehingga harus selalu distok.
Selain itu, wisatawan mancanegara banyak yang menyukai kerajinan ini, karena keunikannya. “Mereka lebih suka warna yang kalem, beda dengan orang sini yang lebih suka warna ngejreng,” katanya.
Meski demikian, usaha ini juga memiliki kendala besar terkait perajin. Jumlah penganyamnya kurang karena regenerasi kurang. Padahal kalau mereka serius, usaha ini bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Untuk itu, ia berharap bisa belajar tentang pemasaran karena yang sekarang dirasanya belum rapi. “Juga bisa mendapat dana hibah agar bisa memajukan usaha,” lanjutnya.
Daun lontar untuk membuat kerajinan didatangkan dari Bima, karena memiliki serat daun yang gampang dibentuk. “Kalau daun lontar di sini dia ndak bagus, cepat patah dan membuat tangan sakit, hanya bisa untuk buat topi saja,” terang Sehan.
Menganyam lontar hanya bisa dilakukan saat pagi sampai menjelang siang. “Kalau sore, daun lontarnya keras, susah dibentuk,” katanya. (Uul/Ekbis NTB)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive