Mangun Idi bersama relasi kerjanya |
MELEWATI jalan By Pass
Lombok International Airport (LIA) dari Kota Mataram, kita akan melewati Bundaran
Giri Menang yang biasa dijadikan tempat nongkrong masyarakat seputaran Giri
Menang dan sekitarnya. Jika kita perhatikan pada bundaran, terdapat replika
masjid yang mengelilingi tempat tersebut. Sosok di balik replika adalah Mangun
Idi yang memang dikenal sebagai seniman serba bisa di Lombok Barat.
Saat ditemui Ekbis NTB,Rabu
(21/12/2016) di Desa Telagawaru, Labuapi Lombok Barat Mangun, panggilan akrabnya, mengaku,
jika dirinya sebelumnya adalah perajin kerajinan kayu. "Dulu Labuapi
terkenal sebagai sentra kerajinan kayu, di mana banyak dikirim ke Bali,"
ujarnya.
Usaha kerajinan kayu tersebut ada sejak tahun 1993 dan mencapai
puncak kejayaannya antara 1997 - 2002. "Saat itu, bahan baku kayu masih
mudah ditemui," terangnya. Kerajinan kayu yang paling terkenal, jelasnya,
adalah kerajinan cicak dan topeng.
Pada masa jayanya, harga kerajinan cicak bisa mencapai Rp 17
ribu bahkan Rp 30 - 35 ribu jika kualitasnya bagus. " Kalau sudah dikirim
ke Bali, bisa Rp 60 ribu harganya," kata Mangun. Sedangkan topeng khas
Lombok ukuran 1 meter dihargai Rp 17 ribu dan ukuran 0,5 meter dihargai Rp 8.500.
Tetapi, setelah bom Bali tahun 2002, berimbas pada usaha
kerajinan kayu di daerah Labuapi, karena pesanan yang tidak ada. "Sekarang
masih ada pesanan, tapi sedikit (pesanannya)," ujar Mangun. Untuk itu, ia
mulai beralih membuat kerajinan lain untuk menyambung hidup. "Yang penting
dapur ngepul," ujar pria 40 tahun ini.
Mangun pun beralih ke usaha bengkel las "Tiga
Mas" sejak tahun 2011 dengan
menerima berbagai pesanan seperti kanopi, terali, dan lainnya. "Saya
sebenarnya buat apa saja dan menerima segala orderan," terang bapak 2 anak
ini. Dalam bisnis las tersebut, ia juga mengkombinasikan antara kerajinan besi
dan kayu, misalnya pada gerbang atau kursi.
Bundaran Giri Menang Square yang jadi ikon Lombok Barat hasil karya Mangun Idi (dokumentasi Bappeda Lobar) |
Selain usaha las dan kerajinan kayu, Mangun juga sering
mendesain mesin-mesin produksi untuk membantu pengusaha UKM. "Pada TTG
(Teknologi Tepat Guna) di Sumbawa, saya membuat mesin kerupuk dan keripik, di mana
kapasitas keripik yang dihasilkan bisa 1 kuintal dalam 1 jam sedangkan kerupuk
bisa 0,5 kuintal dalam 1 jam," jelasnya.
Saat TTG di Bima, ia membuat mesin batu akik yang laris
dibeli pengunjung. Keterampilannya membuat mesin ini, didapatkan lewat
pelatihan di Posiantek. Masih banyak lagi mesin rancangannya, seperti mesin
gergaji serbaguna untuk memotong desain kerajinan cicak.
Ke depannya, Mangun berharap bisa mengaktifkan kembali kerajinan
kayu di Labuapi agar perekonomian
masyarakat bisa kembali. " Untuk itu, kita memulainya dengan mencari
bahan, kualitas, teknologi, dan desain yang baru," katanya.
Ia
melanjutkan, bahwa kekurangan perajin di Lombok adalah desain yang itu-itu saja
tanpa adanya inovasi. Selain itu, juga perlu perubahan bentuk barang dan
pelatihan SDM agar mengetahui kualitas barang
0 komentar:
Post a Comment