Be Your Inspiration

Monday, 26 February 2018

Batik Sasambo Tetap Eksis di Tengah Serbuan Produk Luar

Motif Batik Sasambo
SEJAK diperkenalkan ke khalayak umum di akhir tahun 2009, batik Sasambo mulai dikenal oleh publik. Motif-motif dari tiga suku asli NTB yaitu Sasak, Samawa, dan Mbojo yang didominasi motif flora dan fauna menyita perhatian pecinta batik. Bahkan batik Sasambo pernah dijadikan sebagai pakaian wajib bersama kain tenun, meski sekarang sudah tidak pernah terdengar kembali gaungnya.

“Setelah era kepemimpinan presiden yang sekarang, ajakan menggunakan batik Sasambo sebagai pakaian wajib sudah tidak ada lagi. Malahan sekarang lebih digembar-gemborkan penggunaan kain tenun,” terang Samsir, salah satu pioneer batik Sasambo sekaligus perajin batik khas NTB ini yang masih bertahan.

Ditemui di rumah sekaligus sentra produksi dan gallerinya yang berlokasi di jalan pariwisata Rembitan-Kuta, Pujut, pria asli Klaten ini menceritakan bagaimana awal mulanya dirinya mulai memproduksi batik Sasambo ini.

“Saya sudah mulai usaha batik ini sejak tahun 1991, tetapi kalau batik Sasambo dari tahun 2009 saat launching itu. Sampai sekarang saya masih tetap berproduksi,” jelas bapak 3 anak ini.

Motif-motif yang biasa dibuat Samsir untuk batiknya merupakan ikon khas NTB seperti cabai, nyale, kangkung, bunga kenanga, dan lainnya. “Hampir di semua kain batik buatan saya, selalu disertakan gambar lumbung padi sebagai lambang khas NTB. Wong turis datang ke sini buat lihat yang itu,” kelakarnya. Pembuatan kain batik, imbuhnya, tergantung tingkat kesulitan motif dan banyaknya warna yang digunakan.
 Samsir dengan produk batik Sasambo yang makin banyak diminati wisatawan. Samsir yakin batik Sasambo akan eksis di tengah gempuran luar di NTB. 

“Paling cepat itu 3 hari sudah selesai, sedangkan paling lama bisa sampai 2 minggu,” kata Samsir. Semakin banyak motif dalam satu kain, maka semakin mahal harga kain nantinya. “Tapi harga di saya ini masih dibilang paling murah dibandingkan dengan yang lain. Harga di saya kisarannya mulai Rp 130 ribu, sedangkan yang lain mulainya dari Rp 150-250 ribu,” terang pria 49 tahun ini.

Meski dibanderol dengan harga yang murah, ia mengatakan bahwa produknya ini masih sering diragukan oleh orang, terutama masyarakat lokal. “Orang di sini pikirannya belum terbuka, bahwa yang menjadi kain khas daerah itu bukan hanya tenun saja tetapi bisa batik. Batik bukan dari Jawa saja, tetapi NTB juga punya karena motifnya beda,” tukas Samsir.

Tetapi, masyarakat lokal yang lebih mementingkan harga dibandingkan dengan kualitas lebih memilih menggunakan produk kain buatan luar yang dibuat oleh pabrik. “Dulu di galeri, saya tidak mau menjual kain luar karena itu mengurangi penjualan produk kita, tetapi karena semua disini jual produk luar, sekarang saya juga ikut-ikutan karena banyak yang beli,” terangnya dengan nada getir.

Samsir sebenarnya sangat menyayangkan kejadian tersebut karena bisa mematikan produk-produk lokal serta para perajinnya. “Tetapi apa mau dikata, orang di sini lebih baik beli murah dibandingkan dengan harga yang mahal padahal kualitasnya saja sudah berbeda,” imbuhnya.

Oleh karena itu, untuk tetap bisa berproduksi, sejak 2 tahun lalu dirinya sudah mulai melirik toko oleh-oleh untuk menjual produk batik Sasambonya. “Saya sendiri yang datang ke sana untuk menawarkan barang saya dan butuh waktu yang cukup lama agar bisa diterima di sana,” ceritanya.

Ia bersyukur sekarang hampir semua toko oleh-oleh di Mataram dan kawasan wisata Batulayar-Senggigi sudah bisa dimasuki oleh produknya. “Dalam sebulan saya bisa mengirimkan sampai 200 kain ke semua toko oleh-oleh itu dan alhamdulillah hasilnya cukup,” senyum Samsir.

Ia menambahkan dirinya juga banyak menerima pesanan dari luar untuk batik Sasambonya ini. “Kalau kita tidak aktif sekarang dalam mencari pasaran, kita tidak akan bisa maju kalau hanya mengandalkan pemerintah,” tambahnya.

Dulu dirinya pernah diundang menghadiri suatu acara di Mataram yang dihadiri oleh wakil gubernur untuk membatik. “Tetapi sampai sekarang juga tidak ada hasil apa-apa dari kegiatan itu, Padahal dari Dinas Perindustrian sudah bagus pembinaannya, mau apa lagi,” ceritanya.

Tetapi ia optimis ke depannya, batik Sasambo bisa terus eksis di tengah gempuran produk luar yang membanjiri pasar NTB. “Apalagi besok ada KEK ini, tempat saya kan bisa dibilang pintu masuknya jadi kami sudah siap menyambut wisatawan yang datang berkunjung kesini,” tutupnya. (Uul Efriyanti Prayoba/Ekbis NTB)

Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive