Serah terima jabatan Ketua REI NTB dari Miftahuddin Maruf (kiri) ke Heri Susanto. |
Musda Real Estate Indonesia (REI) NTB ke –VIII yang
berlangsung di Hotel Golden Palace Rabu 14 Februari 2018 lalu, menghasilkan
keputusan di luar dugaan. Nama Heri Susanto tiba-tiba mencuat. Ia dipilih
secara aklamasi memimpin REI NTB tiga tahun kedepan. Ada banyak pekerjaan rumah
(PR) yang menunggunya.
Nama Heri Susanto sebetulnya dari awal tak muncul. Sebagai
Ketua Panitia Musda REI ke –VIII, tentu ia harus bersikap netral. Ada lima
calon yang namanya sempat terjaring kepanitiaan, di antaranya, Izzat Husein (PT.
Lombok Royal Property). H. Ahmad Rusni (PT. Dasar Group). Husein Sewed (PT.
Anugerah Alam). Gde (PT. Varindo) dan Indra Setiyadi (PT. Permata Biru). Tetapi jelang pelaksanaan Musda, Izzat Husein
menggundurkan diri dari bursa pencalonan.
Dari pembahasan panjang siapa yang pantas memimpin REI NTB,
periode 2017-2020, nama Heri Susanto (PT. Hissto Perkasa Nusantara) bulat
ditunjuk menggantikan H. Miftahuddin Ma`ruf. Dia bersama pengurus dan dewan pertimbang
organisai, secara bersamaan dilantik langsung oleh Ketua Umum DPP REI,
Soelaeman Soemawinata. Disaksikan oleh seluruh stakeholders yang diundang dan hadir pada kesempatan itu.
Heri Susanto, pria kelahiran Situbondo, 7 Januari 1977
yang tinggal di Ampenan, Mataram ini
resmi menjadi nakhoda REI NTB tiga tahun kedepannya. Didepannya banyak
persoalan yang berhubungan langsung dengan perumahan menunggu “tangan dinginnya”.
Mengutip sebuah dongeng klasik. Alkisah pada zaman dahulu
kala ada seorang putri raja yang sangat cantik. Sayangnya, putri raja itu belum
juga menikah. Kemudian diadakanlah sebuah sayembara. Bagi siapa saja yang mampu
melewati sungai yang dihuni gerombolan buaya, dialah yang akan menjadi suami
dari putri raja nan cantik itu.
Pengurus REI NTB pose bersama |
Tak satupun yang berani mengikuti sayembara itu. Taruhannya
sudah pasti nyawa. Tiba-tiba saja seorang pemuda desa berlari melompati
punggung-punggung buaya itu, hingga ia sampailah di seberang sungai dengan
sangat cepat.
Usai naik ke darat, ia kemudian bertanya, siapa yang
mendorongnya dari belakang sehingga tiba-tiba terjatuh dan berlari melewati
punggung buaya dan sampai menyeberangi sungai itu?. Dari dongeng klasik itu, Heru
Susanto mengambil sebuah hikmah. Ia
merasa ibarat pemuda desa yang didorong tiba-tiba dari belakang, menyeberangi
sungai dan mampu melewati rintangan yang bahkan bertaruh nyawa itu.
“Karena itu, dalam perjalanan REI ke depan, saya akan tetap
menagih janji para senior-senior saya untuk terus membimbing, dan bekerja
bersama membangun REI NTB yang sudah berjalan cukup baik ini,” ucap Heri.
Heri Susanto bukanlah orang baru. Ia juga bukan pengembang sembarangan.
Heri telah lama menggeluti usaha properti, dimulai sejak 2008. Pada 2010, ia
kemudian aktif menjadi pengurus REI NTB, sehingga dipercayakan sekarang sebagai
pemimpin di organisasi para pengembang ini.
Beberapa PR besar yang menyambutnya adalah bagaimana ia dan
tim harus memperkuat koordinasi dengan pusat. Untuk mengupayakan penurunan suku
bunga KPR yang masih tinggi. Angka backlog (kekurangan perumahan) di NTB yang
mencapai 348 ribu unit kebutuhan rumah berdasarkan data Dinas Perumahan dan Pemukiman
Provinsi NTB. Ditambah 25 ribu unit rumah yang idealnya harus dibangun setiap
tahun di NTB. PR yang tak kalah penting adalah mewujudkan mimpi REI NTB untuk
memiliki sekretariat/kantor khusus.
Tentu, kata Heri Susanto, koordinasi akan diperkuat dengan
seluruh stakeholders terkait. Langkah
awal yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan anggota REI NTB, jumlahnya sebanyak
62 perusahaan pengembang aktif. Membahas apa saja persoalan yang dihadapi di
sektor properti, kemudian merumuskan jalan keluarnya.
Ia sadar, bahwa organisasi itu besar bukan karena
pemimpinnya yang hebat. Melainkan karena timnya yang solid. Itulah yang ingin
dibangunnya tiga tahun mendatang. “Kami tidak berjanji, tapi berusaha berbuat,”
demikian Heri.
Sementara itu Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata
memberikan semangat kepada pengurus baru REI NTB. REI itu menurutnya
kekuatannya adalah kultur, diantaranya kultur persaudaraan. Ia meyakini bahwa
kultur itu juga kuat di NTB. Provinsi ini ia sebut sebagai provinsi yang
strategis dan potensial. Karena itu, ia mendorong pengusaha-pengusaha lokal
untuk berbuat dan terus bergerak agar tak terpinggir oleh pengusaha dari luar.
“Menjadi ketua itu harus ikhlas, dan siap kehilangan banyak waktu untuk mengurus orang. Tapi perlu diingat, ada banyak nikmat yang didapat, ketika ikhlas menjadi landasan untuk berbuat,” pesan Soelaeman. (Bulkaino/Ekbis NTB)
0 komentar:
Post a Comment