Proses pembuatan tahu Puyung Lombok Tengah |
Sentra pembuatan tahu dan tempe cukup
banyak di Pulau Lombok. Jika selama ini, masyarakat atau wisatawan mengetahui,
Kekalik dan Abian Tubuh adalah sentra pembuatan tahu dan tempe di Pulau Lombok.
Namun, ada satu lagi lokasi yang sentra pembuatan tahu tempe yang nyaris tidak
pernah disebut, yakni Desa Puyung di Kecamatan Jonggat Lombok Tengah. Padahal,
desa ini diklaim sebagai sentra tahu tempe pertama di Pulau Lombok.
SEBAGAI sentra pembuatan tahu dan
tempe, Desa Puyung tidak jauh beda dengan sentra tahu tempe di Kekalik dan Abian Tubuh di
Mataram. Deretan rumah yang dilengkapi tempat proses produksi tahu dan tempe
dengan mudah bisa ditemukan, terutama di Dusun Lingkung Daye. Di dusun ini,
rata-rata warganya berprofesi sebagai produsen tahu-tempe yang sudah secara
turun-temurun mewarisi usaha keluarga ini. Sehingga tidak heran, dari pagi
sampai malam akan kita temukan aktivitas warga yang sedang mengolah kedelai
menjadi tahu dan tempe.
Seperti yang dituturkan salah satu produsen tahu, Fitri, jika Puyung lebih dulu dikenal
sebagai sentra tahu tempe dibandingkan dengan Kekalik dan Abian Tubuh. “Dulu
orang dari Sumpak (salah satu dusun di Puyung) yang pergi merantau ke Kekalik
dan Abian Tubuh yang pertama kali buat di sana. Mereka balik ke sini untuk melihat proses
produksinya, baru kemudian produksi sendiri. Itu cerita orang tua dulu,” tuturnya saat
ditemui Ekbis NTB belum lama ini.
Fitri menerangkan di Desa Puyung, khususnya di dusunnya,
sudah mulai membuat tahu tempe bahkan sebelum orangtuanya
lahir. “Sekarang saya yang melanjutkan usaha keluarga ini bersama ibu saya,
menggantikan bapak saya yang sekarang fokus jadi kepala dusun,” jelasnya seraya
mengaduk adonan tahu.
Bahan pembuatan tahu di Puyung Lombok Tengah |
Perempuan 33 tahun ini dibantu seorang pekerjanya
setiap hari mulai berproduksi mulai dari siang sampai malam untuk kemudian
dijual keesokan harinya. “Prosesnya cukup lama, mulai dari direndam terus
digiling, direbus, dicetak sampai direbus kembali,” tukas ibu 1 anak ini.
Kedelai yang digunakan Fitri untuk tahu buatannya
menggunakan kedelai impor dan lokal yang diperoleh dari penjual di dusunnya.
“Setiap hari bisa menghabiskan 40-60 kg kedelai untuk buat tahunya,” akunya.
Ia biasanya menjual 1 loyang tahu berukuran tebal
dengan harga Rp 50 ribu atau Rp 10 ribu/3 buah dan Rp 40 ribu untuk tahu berukuran
tipis atau Rp 5 ribu/7 buah. “Keuntungan buat tahu ini hitungannya, dalam 100
kg kedelai dapatnya bisa Rp 150 kg, nah yang 50 kg itu sudah keuntungan bersih
kita setelah dipotong ini itu,” jelasnya.
Tahu buatannya biasa dijual sendiri oleh Fitri atau
diambil oleh para langganannya langsung ke tempatnya. “Saya jualnya ke Rensing,
Lombok Timur, soalnya kalau di Renteng sudah terlalu banyak yang jual dari
sini. Orang juga sudah tahu bagaimana kualitas tahu Puyung, berani dijamin,”
terangnya.
Hampir sama dengan yang diceritakan Fitri, Sumarni,
produsen tempe di dusun ini, ia lebih menjual produknya di luar Pasar Renteng karena banyaknya
saingan di sana. “Saya titip tempe buatan saya ke saudara yang jualan di
Pasar Mujur. Kalau ke Renteng
terlalu banyak yang jualan tahu-tempe disana,” ceritanya.
Setiap hari, ujarnya,
dirinya bisa
memproduksi sampai 40 kg kedelai untuk diolah menjadi tempe. “Prosesnya
sebenarnya tidak sulit tetapi lama menunggu untuk fermentasinya, makanya harus
produksi tiap hari agar dapat penghasilan,” kata Sumarni.
Ibu 3 anak ini melakukan pekerjaan seorang diri
kecuali saat membungkus tempe, ia dibantu oleh iparnya. “Ada 2 ukuran yang saya
buat, yaitu ukuran kecil dan ukuran besar. Tempe ukuran kecil segini cuman saya
saja yang buat,” jelasnya.
Harga untuk tempe berukuran kecil biasa Rp 10 ribu/15 buah dan Rp 5 ribu/3 buah di pasaran. “Hasilnya cukuplah untuk makan sama biaya sekolah anak-anak soalnya kalau ndak buat begini, tak ada pekerjaan lainnya,” terang perempuan 27 tahun ini. (Uul Efriyanti Prayoba)
0 komentar:
Post a Comment