Pria tegap
berbaju dinas kepolisian berkejaran dengan waktu. Tangannya berebut menekan
tombol-tombol huruf mesin ketik analog. Sesekali
memutar gindaran kertas membuat baris baru. Matanya sibuk mengutip buku-buku referensi
yang sudah berantakan di sisi kiri dan kanannya.
BRIGADIR Taruna
Farhan Arif Sumawiharja, adalah satu di antara
12 peserta mata lomba Musabaqah Makalah Ilmiah Al Qur’an
yang tengah berkompetisi di babak semifinal, Selasa (2/8/2016).
Mewakili
Kafilah Provinsi Jawa Tengah, taruna
Akademi Kepolisian (Akpol) Magelang Angkatan
2013 itu berjuang memperebutkan enam tempat di babak akhir.
“Motivasi
saya bukan untuk menang atau juara. Tapi saya mau memberi pembuktian.
Memperbaiki citra Polri yang sampai saat ini masih belum penuh dipercaya
masyarakat,” ungkapnya di sela-sela waktu istirahat siang.
“Kehadiran
saya di sini membawa pesan bahwa itu hanya segelintir oknum yang perlu
diluruskan. Imbasnya Polri semakin sulit dekat dengan masyarakat,” imbuh pria
kelahiran Tangerang Selatan, 8 Agustus, 22 tahun silam itu.
Makalah
ilmiah yang disusunnya memang tak jauh dari kiprah aparat kepolisian. Namun,
menurut dia, justru itu karya yang harus ia hasilkan. Sebab, nilai-nilai Al Qur’an
sudah senafas dengan cita-cita Polri yang dikumandangkan dalam Undang-undang
maupun doktrin.
Ia
mencontohkan, dalam babak penyisihan pada Minggu (31/7/2016) lalu, ia menggodok
gagasan tentang implementasi Catur Prasetya Polri dalam perspektif Al Qur’an.
Menjabarkan tema lomba yang dibuat dewan hakim.
“Doktrin Catur
Prasetya itu apabila dijalankan dengan sungguh-sungguh, mampu mendongkrak
kinerja Polri,” terangnya penuh semangat. “Ini yang selama ini belum mampu
dihayati dan diimplementasikan dengan baik. Makanya cuma jadi isapan jempol
belaka.”
Ia
menyayangkan masih saja ada anggota korps Bhayangkara yang menyepelekan doktrin
itu. Ia membeberkan bukti berupa masih adanya pelanggaran disiplin bahkan
pidana yang dilakukan oknum polisi.
Belum lagi
cemoohan masyarakat tentang polisi yang diduga terlibat gembong narkoba,
seperti didengungkan Freddy Budiman, terpidana yang dieksekusi mati akhir pekan
lalu di Lapas Nusakambangan.
“Ada
beberapa yang menganggap itu (doktrin) biasa. Namun, apabila Al Qur’an
dipedomani, itu mampu mendorong keinginan anggota untuk meningkatkan kinerja,”
kata lulusan Pondok Pesantren Daar El-Qolam Nahdlatul Ulama, Banten itu.
Salah satu
poin Catur Prasetya, sambung Farhan, di antaranya
memelihara perasaan tenteram dan damai. Polisi yang mengemban tanggung jawab
itu mewujudkannya dalam pemeliharan keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Memang
itu amanat konstitusi. Tapi dalam pelaksanaannya, harus ada sinkronisasi
harmonis antara masyarakat dan aparat kepolisian,” jelasnya.
Menurut
dia, hal itu bakal sulit terwujud apabila polisi belum mampu menunjukkan diri
bahwa memang pantas dipercaya masyarakat.
“Bagaimana
bisa Polri menjaga tanpa partisipasi masyarakat. Tetapi partisipasi itu akan
tumbuh apabila Polri sudah mendapat simpati masyarakat,” kata Farhan.
Ia
menjabarkan, upaya Polri itu diwujudkan dengan secara profesional memberi
kepastian hukum. Setiap penanganan kasus disinergikan dengan lembaga APH lain.
“Polisi menyidik. Kejaksaan menuntut. Pengadilan memutus vonis,” urainya.
Farhan
bertekad, implementasi gagasan dalam makalahnya itu bakal menjadi pedomannya
ketika lulus Akpol nanti. Saat pengabdiannya kepada masyarakat dijewantahkan secara
nyata dalam berdinas Polri.
0 komentar:
Post a Comment