Be Your Inspiration

Wednesday, 31 August 2016

Perang Timbung, Upaya Membagi Kebahagiaan Ala Masyarakat Pejanggik Lombok Tengah

Perang Timbung di Lombok Tengah

Warga Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) melaksanakan tradisi Perang Timbung, Jumat (26/8/2016) . Tradisi yang digalakkan kembali sejak tahun 2004 itu berlangsung di Kawasan Pejanggik.
Kepala Dinas Kabudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Loteng, Drs. H. L. Putria menjelaskan, tradisi tersebut sebetulnya telah dimulai sejak ratusan tahun lalu. Masyarakat di Kerajaan Pejanggik selalu mengadakan upacara adat pasca musim panen. Perang timbung itu menjadi pengejawantahan penduduk atas kebahagiaannya. Mereka berbahagia hati lantaran hasil panennya terus melimpah.
“Perang timbung ini adalah bentuk upaya masyarakat dalam merayakan kebahagiaan, karena hasil panen mereka yang melimpah. Khususnya di Kerajaan pejanggik dulu. Peristiwa budaya ini sempat punah, tetapi kami mulai adakan lagi sejak 2004. Itu semasa saya menjabat sebagai Kabid Kebudayaan,” kenang L. Putria.
Sejak dimulainya lagi pelaksanaannya, kegiatan ini menjadi atraksi budaya yang dimanfaatkan untuk kebutuhan kepariwisataan. Tradisi ini menjadi peristiwa unik yang dimunculkan untuk memancing ketertarikan wisatawan datang ke Loteng. L. Putria mengatakan, dari tahun ke tahun, selama penyelenggaraannya, atraksi budaya masyarakat ini wajib disaksikan banyak wisatawan.
Sayangnya kegiatan bergengsi dan berkontribusi lebih dalam industri pariwisata ini, tidak masuk menjadi bagian dari kegiatan Bulan Budaya Lombok Sumbawa (BBLS) 2016. Kegiatan tersebut menjadi agenda “pribadi” Pemkab Loteng tanpa didukung oleh Disbudpar dari lingkup provinsi.
“Support anggaran, kita jalan saja meskipun tidak ada bantuan dari pihak pemerintah provinsi. Sebab, kami melihat kegiatan ini memberikan dampak positif terhadap ekonomi masyarakat,” tuturnya.
Mitos yang berkembang di tengah masyarakat kala melakukan perang timbung itu, konon lemparan demi lemparan yang dilakukan mengandung nilai dan makna filosofi tersendiri. Bila dalam perang timbung ini terdapat sosok pemuda saling berhadapan dengan pemudi di “medan perang” lantas keduanya saling melempar, peristiwa tersebut memiliki makna tersendiri.
“Kalau mereka saling lempar, kemudian si pemuda misalnya mengenai sasaran pada lemparan pertama, itu tertanda jodohnya sudah dekat. Kalau sasarannya kena pada lemparan berikutnya, konon itu tandanya proses untuk menuju ke pelaminan si pemuda itu sendiri masih harus menempuh proses yang relatif panjang,” tuturnya.
Kegiatan yang kini telah menjadi agenda tahunan tersebut, dirangkai dengan upacara – upacara adat terlebih dahulu. Masyarakat suku Sasak di Kabupaten Loteng, dikenal sebagai masyarakat yang patuh dan tekun melestarikan tradisi adat dan budaya yang diwariskan. Tak heran, selain mengandalkan objek wisata alam, masyarakat di kawasan setempat memiliki sederet atraksi seni dan peristiwa budaya yang menggugah selera wisatawan untuk berdatangan. (Sahmat Darmi)

Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive