Ras Sapi Bali dari NTB |
Berdasarkan data, harga daging sapi di
NTB cenderung tinggi dibandingkan dengan daerah yang dipasok, seperti DKI
Jakarta, Jawa Barat, Bali dan NTT. NTB merupakan daerah pemasok daging sapi di
Jakarta, namun harga daging sapi di Jakarta lebih murah dari NTB.
‘’Tingginya harga menyebabkan konsumsi
daging di NTB rendah yaitu 1,33 Kg per kapita per tahun,’’ kata Kepala Badan
Ketahanan Pangan (BKP) NTB, Ir. Hj. Hartina, MM, Selasa (10/5/2016).
Ia mencontohkan, berdasarkan data,
harga daging sapi tahun lalu di Jakarta sebesar Rp 105.368 per Kg, Jawa Barat
Rp 92.325 per Kg, Bali Rp 95.000 per Kg dan NTT sebesar Rp 86.250 per Kg.
Sementara di NTB, harga daging sapi menembus angka Rp 106.979 per Kg. Menurutnya,
alur distribusi perlu diperpendek sehingga menyebabkan penurunan harga daging
sapi.
Kemudian, memperbaiki transportasi guna
memperlancar arus distribusi sapi antardaerah sehingga mengurangi biaya. Selain
itu, perlu memperluas jaringan pasar di daerah sehingga mampu menampung
produksi daging sapi. Hartina juga menyarankan perlunya upaya pengembangan
pengelohan pangan seperti sosis, nugget, abon dan dendeng.
Jumlah produksi daging sapi di NTB
tahun 2016 diprediksi sebesar 23.057 ton. Sementara kebutuhan dalam daerah
sebesar 8.839 ton. Tahun 2015 lalu, produksi daging sapi NTB sebesar 16.945
ton, sementara kebutuhan atau konsumsi dalam daerah sebesar 6.431 ton.
Karena Anti Impor
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Disnakeswan), Ir. Hj. Budi Septiani. Budi menyebut harga daging lokal tinggi di NTB karena
kebijakan pemerintah daerah menolak masuknya daging impor.
Sejak tahun 2011,
NTB sudah mandiri daging. Hal itulah yang menyebabkan pemerintah daerah tetap
ngotot tidak memperkenankan daging impor masuk. ‘’Di Jakarta, NTT, Bali, itu
konsumsinya daging impor. Hal itulah yang meyebabkan adanya selisih harga lebih
tinggi di banding dengan di NTB. Apa iya
kita izinkan daging impor masuk, sementara jumlah petani peternak kita cukup
banyak di NTB,” kata Hj. Budi di hubungi di Mataram, Rabu (11/5/2016).
Ia menegaskan,
tidak elok sekiranya pihak-pihak tertentu memandang Bumi Sejuta Sapi hanya
jargon saja. Ia justru merasa gembira ketika harga daging tinggi dan
menguntungkan bagi petani peternak. Persoalan selisih harga menurutnya bukan
karena persoalan suplay. Tetapi murni karena psikologis pasar.
‘’Kita di NTB
makan daging lokal, tidak ada campur daging impor. Menurut saya wajar kalau
harganya bagus, karena yang kita makan daging murni lokal,’’ katanya.
Jikapun harga
daging lokal tergolong tinggi, Budi mengatakan tidak bisa melakukan intervensi,
dan menjadi ranah Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengenai tata niaga
distribusinya. Ia mengatakan, selama NTB masih mampu memenuhi kebutuhan
dagingnya sendiri, daging impor tak masuk. Sejauh ini, potensi sapi potong NTB
dirasa masih sangat aman.
Mengapa? Dalam
setahun mampu disiapkan sebanyak 138.000 ekor sapi potong, sementara kebutuhan
masyarakat lokal hanya maksimal sampai 70.000 ekor sapi potong pertahun.
Sisanya itulah yang kemudian dikirim keluar daerah. Demikian juga untuk sapi
bibit, dalam setahun tersedia sebanyak 38.000 bibit, kuota yang diperbolehkan
keluar hanya 10.000 bibit.
‘’Potensi kita cukup banyak. Memang tidak bisa
dipungkiri terjadi kenaikan harga pada saat bulan puasa, lebaran dan hari-hari
besar. Kita harapkan ada subsidi pakan dan distribusi untuk menstabilkan harga.
Kita harapkan peran Perindag untuk mengantisipasinya,’’ harapnya. (Nasir/Bul/SN)
0 komentar:
Post a Comment