Be Your Inspiration

Tuesday, 10 May 2016

Sentra Kerajinan Bakul Bambu Kebon Kongok Lombok Barat

Buat bakul atau keraro Lombok
Kampung Kebon Kongok Desa Sukamakmur Kecamatan Gerung tersohor sebagai sentra kerajinan bakul bambunya. Di Lombok,  kerajinan bakul daerah ini begitu dikenal. Namun sayang, kondisi saat ini sentra kerajinan ini di ambang mati suri lantaran minimnya perhatian Pemda. Perajin mengeluhkan minimnya modal usaha dan pemasaran kerajinan tersebut sehingga banyak diantara perajin tersebut berhenti.

Kampung Kerajinan Bakul Kongok ini terletak di bagian barat Kota Gerung, berjarak sekitar 3 kilometer dari pusat pemerintahan Kota Gerung.
Kampung ini menyatu dengan lahan TPA Kebon Kongok. Memasuki kampung kerajinan ini, tak sulit mencari perajin bakul ini. Sebab, hampir di semua rumah ada yang membuat kerajinan.

Salah satunya, Jumirah (31). Jumirah mengaku Kampung Kebon Kongok dikenal sebagai sentra kerajinan bakul sejak dulu. Awal mula kerajinan ini dibuat oleh para tetua dan masih eksis hingga saat ini. Kemampuan membuat kerajinan inilah menjadi warisan yang tak bisa ditinggalkan warga setempat. Akan tetapi miris, meski telah lama digeluti warga setempat. Akan tetapi semenjak mulai dikembangkan sampai sekarang tidak ada kemajuan.
Bambu irisan buat bakul atau keraro Lombok

Ia sendiri mengaku menggeluti sebagai perajin sejak masih gadis, hingga memiliki tiga anak kondisinya tak berubah. Masalah yang dialami perajin dari dulu sampai sekarang minimnya perhatian pemerintah. Ia mengaku, pemerintah tidak pernah melirik potensi yang ada di daerah itu. Pemerintah sekalipun tidak pernah memberi bantuan ke perajin setempat, entah itu berupa dana, alat dan pembinaan. Bahkan, perajin mengeluti kerajinan itu dengan biaya pribadi. “Kami membuat kerajinan dengan dana sendiri, kami berutang untuk beli bahan baku. Kalau pemerintah tidak pernah bantu kami,” akunya.

Untuk menghasilkan satu buah bakul, butuh bambu 1-3 batang tergantung besar dan kecilnya. Kalau ukurannya besar, maka perlu 2 batang. Bambu ini didatangkan dari luar dengan harga lumayan, mencapai Rp 15-25 ribu per batang. Proses pembuatannya pun lumayan rumit, butuh ketelatenan dan keahlian. Proses awal pembuatannya, jelasnya, batang bambu dibelah menjadi kecil-kecil. Setelah itu diiris, isi dalamnya dibuang, sehingga menyisakan kulit luarnya saja. Setelah itu, irisan bambu direndam supaya mudah dianyam.
Periksa bakul atau keraro Lombok

Ia mengaku, untuk membuat satu bakul mulai dari proses awal hingga selesai butuh waktu 7 hari (seminggu). Pembuatannya lumayan lama, sebab agak rumit. Setelah bambu diiris kecil-kecil dan direndam, proses selanjutnya dibuatlah bakul. Proses awal pembuatan bakul ini dinilai rumit, sebab memulai menganyam perlu mengikuti kerangka yang ada. Kerangka ni dibuat menggunakan rotan. Setelah selesai dibuat bagian bawah bakul, barulah diikuti ke bagian atas (mulut bakul). “Agak rumit, kalau tidak telaten tidak bisa selesai-selesai,” ujarnya.

Beragam jenis dan motif bakul yang dihasilkan. Namun motif bakul yang dibuat tidak banyak perubahan. Yang berubah hanya diberikan cat, sedangkan motif lain yang lebih bagus perajin tidak bisa buat.

Menurutnya jerih payah dan pengeluaran pembuatan bakul ini tak sebanding dengan untung yang diperoleh. Biaya per satu bakul jelasnya bisa mencapai Rp 25 ribu, sedangkan harga jual bakul bervariasi dari Rp 12.500 hingga maksimal ratusan ribu. Terkadang katanya, ia lebih dulu mengambil bayaran ke pengepul barulah setelah bakul dibuat diserahkan ke pengepul tanpa mengambil bayaran. 
Bahan membuat keraro atau bakul Lombok

Kebanyakan perajin, katanya mengambil lebih dulu uang dari pengepul barulah dibayar menggunakan bakul tersebut. Bahkan karena tak ada biaya hidup, perajin banyak yang berutang dulu.
Ia mengaku, perajin setempat terkendal modal usaha. Kebanyakan mereka menggunakan modal pribadi untuk membuat bakul. Perajin tak berani mengambil kredit di bank, karena takut tak bisa mengembalikan. Selain modal, perajin juga terkendala pemasaran.

Selama ini, perajin hanya mengandalkan penjualan kerajinan oleh tukang keliling yang tak pasti modalnya. Sebab penjual ini tanpa modal, keliling ke desa-desa tetangga memasarkan bakul tersebut. Hal ini menambah kesulitan perajin. Ia membandingkan kerajinan gerabah yang pemasarannya luas ke luar daerah. “Kalau bisa begitu kami sangat terbantu,” harapnya.

Kondisi ini, katanya menyebabkan banyak perajin berhenti menggeluti, terutama kaum laki-laki. Warga laki-laki biasanya jika ada pekerjaan lain menjadi buruh dan tukang gali mereka memilih pekerjaan itu dibandingkan membuat kerajinan. Sebab hasil dari kerajinan ini lama bisa dinikmati, karena tidak jelas pasarnya. Kebanyakan yang masih bertahan adalah kaum perempuan, sebab mereka tak ada pilihan lain.

Berharap pekerjaan lain, mereka tidak punya berpendidikan. Perajin setempat berharap agar pemerintah memperhatikan mereka, supaya kerajinan ini bisa menghasilkan pemasukan lebih besar.
Sementara itu, Kades Sukamakmur, Saharudin mengakui, perhatian Pemda ke perajin minim. Pemda terutama Dinas Perindag tak pernah menyentuh perajin di daerah setempat. Sementara pemerintah desa baru bisa memperhatikan beberapa tahun terakhir melalui dan desa. “Memang minim diperhatikan Pemda, desa sendiri baru bisa memperhatikan sejak ada dana desa,” katanya.

Perajin bakul ada di dua dusun yakni Dusun Kongok dan Dusun Pendatuk, jumlah KK-nya mencapai ratusan KK. Kebanyakan mereka berekonomi lemah. (heru)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive