Salah satu di antara orang yang makan itu pun bicara sambil membelakangi Putri Faradilla. "Kau belum tahu siapa aku, nona cantik?"
"Siapa kalian? Aku tak punya urusan dengan kalian?"
"Kau tidak kenal suaraku?" tanyanya lagi.
"Tunggu dulu. Sepertinya aku kenal suaramu," ujarnya sambil melepas pegangan tangan dari pedangnya.
"Paman. Paman Sentanu," jawab Putri Faradilla setelah mengenal suara yang ada di dekatnya. Pangeran Sentanu adalah adik bungsu dari almarhum Prabu Santala -- ayah Putri Faradilla.
"Ngapain paman ke sini?"
"Saya dengar kamu mau ketemu Pangeran Kumara. Makanya kami siaga di sekitar daerah ini," jawab Pangeran Sentanu.
"Siapa bilang begitu paman?" tanya Putri Faradilla balik.
"Tu," jawab Pangeran Sentanu sambil menunjuk Kacek yang sudah tidak meringis kesakitan lagi.
"Ampunkan hamba tuan putri. Hamba terpaksa bilang pada Gusti Pangeran Sentanu, jika tuan putri akan ke sini," jawab Kacek sambil menunduk.
"Dilla.. Ayahmu dibunuh Pangeran Kumara. Kamu jangan jatuh cinta padanya," ujar Pangeran Sentanu sambil duduk di kursi. Putri Faradilla bersama prajurit yang lain pun kembali duduk di tempatnya semula.
"Siapa yang jatuh cinta paman?" ujar Putri Faradilla membela diri.
"Saya minta Dilla, ikuti kata Paman. Pangeran Kumara itu adalah musuh kita dan jangan jatuh cinta padanya!" ujar Pangeran Sentanu. "Bahkan, kalau perlu kita bunuh dia," tambahnya.
"Jangan paman!"
"Jangan kenapa Dilla?" tanya Pangeran Sentanu balik.
"Paman. Seharusnya yang lebih marah atau dendam atas kematian ayah itu saya. Bukan paman," protes Putri Faradilla.
"Paman juga punya kepentingan. Karena Pangeran Kumara telah membunuh kakakku, sehingga wajar paman juga harus balas dendam," terang Pangeran Sentanu.
"Tidak paman. Sebelum ayah meninggal, dia minta kita tak usah membalas dendam atas kematiannya. Beliau ingin kerajaan kita aman dan tanpa peperangan," jawab Putri Faradilla.
"Dilla ikut paman atau siapa?" tanya Pangeran Sentanu balik.
"Lebih Dilla tidak ikut paman. Karena yang pegang tampuk kekuasaan adalah ibu," jawabnya tegas.
Sementara di dekat sebuah rumah. Dua pasang mata sedang memperhatikan Putri Faradilla dan Pangeran Sentanu berbicara satu sama lain.
"Gul, lihat. Laki-laki yang berdiri dekat jendela itu Fadil. Tapi saya curiga dia itu Putri Faradilla," bisik Pangeran Kumara pada Pangeran Dagul.
"Tapi sama siapa dia ngomong?" tanya Pangeran Dagul.
"Entahlah," jawab Pangeran Kumara pendek. "Tapi yang jelas kita tak bisa ke sana, karena banyak orang di sekelilingnya," tambahnya.
"Benar. Lebih baik kita menyingkir dan segera balik ke Sari Gangga. Siapa tahu itu prajurit Kerajaan Mantang," saran Pangeran Dagul.
"Kalau begitu, kita tak usah ke sana, karena di sekitar kita ini pasti banyak prajurit Kerajaan Mantang yang disebar,"
"Oke," sahut Pangeran Dagul.
"Lebih baik kita tetap bersembunyi, karena identitas kita sudah diketahui," saran Pangeran Kumara. "Kalau bisa, kita segera kembali ke kerajaan supaya kita tetap waspada," tambahnya.
"Baik. Sekarang juga kita pergi. Mumpung mereka masih terkonsentrasi di dalam warung makan,"
Baru saja membalikkan badan, di belakang mereka sudah menghadang 3 orang dengan tubuh kekar dan bersenjata lengkap.
"Mau kemana kalian?" tanya salah satu di antara mereka. (BERSAMBUNG)
"Siapa kalian? Aku tak punya urusan dengan kalian?"
"Kau tidak kenal suaraku?" tanyanya lagi.
"Tunggu dulu. Sepertinya aku kenal suaramu," ujarnya sambil melepas pegangan tangan dari pedangnya.
"Paman. Paman Sentanu," jawab Putri Faradilla setelah mengenal suara yang ada di dekatnya. Pangeran Sentanu adalah adik bungsu dari almarhum Prabu Santala -- ayah Putri Faradilla.
"Ngapain paman ke sini?"
"Saya dengar kamu mau ketemu Pangeran Kumara. Makanya kami siaga di sekitar daerah ini," jawab Pangeran Sentanu.
"Siapa bilang begitu paman?" tanya Putri Faradilla balik.
"Tu," jawab Pangeran Sentanu sambil menunjuk Kacek yang sudah tidak meringis kesakitan lagi.
"Ampunkan hamba tuan putri. Hamba terpaksa bilang pada Gusti Pangeran Sentanu, jika tuan putri akan ke sini," jawab Kacek sambil menunduk.
"Dilla.. Ayahmu dibunuh Pangeran Kumara. Kamu jangan jatuh cinta padanya," ujar Pangeran Sentanu sambil duduk di kursi. Putri Faradilla bersama prajurit yang lain pun kembali duduk di tempatnya semula.
"Siapa yang jatuh cinta paman?" ujar Putri Faradilla membela diri.
"Saya minta Dilla, ikuti kata Paman. Pangeran Kumara itu adalah musuh kita dan jangan jatuh cinta padanya!" ujar Pangeran Sentanu. "Bahkan, kalau perlu kita bunuh dia," tambahnya.
"Jangan paman!"
"Jangan kenapa Dilla?" tanya Pangeran Sentanu balik.
"Paman. Seharusnya yang lebih marah atau dendam atas kematian ayah itu saya. Bukan paman," protes Putri Faradilla.
"Paman juga punya kepentingan. Karena Pangeran Kumara telah membunuh kakakku, sehingga wajar paman juga harus balas dendam," terang Pangeran Sentanu.
"Tidak paman. Sebelum ayah meninggal, dia minta kita tak usah membalas dendam atas kematiannya. Beliau ingin kerajaan kita aman dan tanpa peperangan," jawab Putri Faradilla.
"Dilla ikut paman atau siapa?" tanya Pangeran Sentanu balik.
"Lebih Dilla tidak ikut paman. Karena yang pegang tampuk kekuasaan adalah ibu," jawabnya tegas.
Sementara di dekat sebuah rumah. Dua pasang mata sedang memperhatikan Putri Faradilla dan Pangeran Sentanu berbicara satu sama lain.
"Gul, lihat. Laki-laki yang berdiri dekat jendela itu Fadil. Tapi saya curiga dia itu Putri Faradilla," bisik Pangeran Kumara pada Pangeran Dagul.
"Tapi sama siapa dia ngomong?" tanya Pangeran Dagul.
"Entahlah," jawab Pangeran Kumara pendek. "Tapi yang jelas kita tak bisa ke sana, karena banyak orang di sekelilingnya," tambahnya.
"Benar. Lebih baik kita menyingkir dan segera balik ke Sari Gangga. Siapa tahu itu prajurit Kerajaan Mantang," saran Pangeran Dagul.
"Kalau begitu, kita tak usah ke sana, karena di sekitar kita ini pasti banyak prajurit Kerajaan Mantang yang disebar,"
"Oke," sahut Pangeran Dagul.
"Lebih baik kita tetap bersembunyi, karena identitas kita sudah diketahui," saran Pangeran Kumara. "Kalau bisa, kita segera kembali ke kerajaan supaya kita tetap waspada," tambahnya.
"Baik. Sekarang juga kita pergi. Mumpung mereka masih terkonsentrasi di dalam warung makan,"
Baru saja membalikkan badan, di belakang mereka sudah menghadang 3 orang dengan tubuh kekar dan bersenjata lengkap.
"Mau kemana kalian?" tanya salah satu di antara mereka. (BERSAMBUNG)
0 komentar:
Post a Comment