Be Your Inspiration

Saturday, 30 April 2016

Perajin Tikar Pandan Aikmel Lombok Timur Butuh Sentuhan Pemerintah

Tikar pandan Lombok

Di tengah lesunya pemasaran dan permintaan tikar pandan, sejumlah perajin tikar pandan di Dusun Lendang Bunga Desa Kalijaga Kecamatan Aikmel Lombok Timur terus bertahan. Meski harga tidak sebanding dengan lamanya pekerjaan, para perajin lebih memilih mempertahankan tradisi hingga saat ini.  Jika melihat kondisi ini, tentunya, sentuhan atau bantuan pemerintah sangat diharapkan. Apalagi, tikar pandan ini merupakan salah satu ciri khas yang mesti dipertahankan.


Inaq Murihin, salah satu perajin di Dusun Lendang Bunga, menuturkan, jika eksistensi kerajinan tikar pandan dimulai tahun 1970 lalu. Waktu itu, kerajinan tikar ditemukan hampir di semua rumah. Ini umumnya dikerjakan oleh kaum - kaum perempuan. Kondisi ekonomi serta minimnya lapangan pekerjaan, memaksa para ibu rumah tangga bergelut dengan daun berduri ini.

Kini, satu per satu perajin mengalihkan pekerjaan mereka. Persoalannya klasik, harga tikar tak sebandingkan dengan lamanya waktu produksi. Satu tikar pandan diameter 1,5 meter hanya dihargai Rp 35.000. Sementara waktu pengerjaan cukup lama. "Ndak seberapa harganya cuma Rp 35.000," tutur Inaq Murihin menggunakan Bahasa Sasak, Sabtu (23/4/2016).

Baginya, pekerjaan yang digeluti saat ini tak sebandingkan dengan lelah mereka. Tapi, bagaimanapun jua ini bisa menyambung hidup mereka, sehingga harus mengerjakannya. ‘’Satu tikar pandan diameter 1,5 meter bisa selesai sehari. Kalau dikerjakan pagi - sore bisa jadi satu," katanya.
Membuat Tikar pandan di Lombok Timur

Ia menjelaskan, sebelum menghasilkan satu tikar, pandan dijemur kemudian diiris sesuai dengan ukuran diinginkan. Proses penjemuran membutuhkan waktu selama seminggu. Jika dikalkulasi dari proses penjemuran hingga menganyam membutuhkan waktu enam hingga delapan hari.

Perempuan kepala keluarga ini, tak terlalu mempermasalahkan persoalan bahan baku. Pasalnya, ia menanam pohon pandan, bahkan membeli petani jika kekurangan. "Kalau soal itu ndak terlalu susah. Saya tanam sendiri di kebun," katanya.

Karena proses penjemuran mengandalkan cahaya matahari, ia bersama perajin lainnya gelisah ketika musim hujan. Alternatifnya, daun pandan dikeringkan menggunakan api. Sebab, jika didiamkan daun pandan akan rusak dan tidak bisa dibuat.

Ibu empat orang anak ini mengaku, eksistensi perajin tikar pandan mulai berkurang. Hal ini disebabkan, lantaran semakin banyaknya pilihan masyarakat menggunakan tikar pabrikan. Di samping itu, modernisasi serta kebutuhan tikar pandan berkurang. Parahnya lagi, tikar ini dibutuhkan ketika ada warga yang meninggal atau ada hajatan saja. "Semua rumah kerjakan ini. Sekarang tinggal kita bertiga," akunya.
Tikar pandan Lombok yang sudah jadi

Minimnya permintaan masyarakat serta harga yang tidak sebanding dengan lama pekerjaan membuat perajin lainnya memilih beralih profesi. Menjadi pekerjaan harian di sawah adalah alternatif untuk tetap menjaga dapur mereka mengepul. "Kalau harian di sawah kerja mulai pagi sampai siang sudah dapat kita Rp 20 ribu," sebutnya.

Minimnya modal usaha,jadi faktor utama  masyarakat mengembangkan usaha mereka. Sehingga, dia berharap pemerintah mengintervensi dan tidak memfokuskan hanya pada satu kelompok saja. (Muhammad Kasim)
Share:

0 komentar:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive