Tikar pandan Lombok |
Di tengah lesunya pemasaran dan permintaan tikar pandan,
sejumlah perajin tikar pandan di Dusun Lendang Bunga Desa Kalijaga Kecamatan
Aikmel Lombok Timur terus bertahan. Meski harga tidak sebanding dengan lamanya
pekerjaan, para perajin lebih memilih mempertahankan tradisi hingga saat
ini. Jika melihat kondisi ini, tentunya,
sentuhan atau bantuan pemerintah sangat diharapkan. Apalagi, tikar pandan ini
merupakan salah satu ciri khas yang mesti dipertahankan.
Inaq Murihin, salah satu perajin di Dusun Lendang Bunga,
menuturkan, jika eksistensi kerajinan tikar pandan dimulai tahun 1970 lalu. Waktu
itu, kerajinan tikar ditemukan hampir di semua rumah. Ini umumnya dikerjakan
oleh kaum - kaum perempuan. Kondisi ekonomi serta minimnya lapangan pekerjaan,
memaksa para ibu rumah tangga bergelut dengan daun berduri ini.
Kini, satu per satu perajin mengalihkan pekerjaan mereka.
Persoalannya klasik, harga tikar tak sebandingkan dengan lamanya waktu
produksi. Satu tikar pandan diameter 1,5 meter hanya dihargai Rp 35.000. Sementara
waktu pengerjaan cukup lama. "Ndak seberapa harganya cuma Rp 35.000,"
tutur Inaq Murihin menggunakan Bahasa Sasak, Sabtu (23/4/2016).
Baginya, pekerjaan yang digeluti saat ini tak sebandingkan
dengan lelah mereka. Tapi, bagaimanapun jua ini bisa menyambung hidup mereka,
sehingga harus mengerjakannya. ‘’Satu tikar pandan diameter 1,5 meter bisa
selesai sehari. Kalau dikerjakan pagi - sore bisa jadi satu," katanya.
Membuat Tikar pandan di Lombok Timur |
Ia menjelaskan, sebelum menghasilkan satu tikar, pandan
dijemur kemudian diiris sesuai dengan ukuran diinginkan. Proses penjemuran
membutuhkan waktu selama seminggu. Jika dikalkulasi dari proses penjemuran
hingga menganyam membutuhkan waktu enam hingga delapan hari.
Perempuan kepala keluarga ini, tak terlalu mempermasalahkan
persoalan bahan baku. Pasalnya, ia menanam pohon pandan, bahkan membeli petani
jika kekurangan. "Kalau soal itu ndak terlalu susah. Saya tanam sendiri di
kebun," katanya.
Karena proses penjemuran mengandalkan cahaya matahari, ia
bersama perajin lainnya gelisah ketika musim hujan. Alternatifnya, daun pandan
dikeringkan menggunakan api. Sebab, jika didiamkan daun pandan akan rusak dan
tidak bisa dibuat.
Ibu empat orang anak ini mengaku, eksistensi perajin tikar
pandan mulai berkurang. Hal ini disebabkan, lantaran semakin banyaknya pilihan
masyarakat menggunakan tikar pabrikan. Di samping itu, modernisasi serta
kebutuhan tikar pandan berkurang. Parahnya lagi, tikar ini dibutuhkan ketika
ada warga yang meninggal atau ada hajatan saja. "Semua rumah kerjakan ini.
Sekarang tinggal kita bertiga," akunya.
Tikar pandan Lombok yang sudah jadi |
Minimnya permintaan masyarakat serta harga yang tidak
sebanding dengan lama pekerjaan membuat perajin lainnya memilih beralih
profesi. Menjadi pekerjaan harian di sawah adalah alternatif untuk tetap
menjaga dapur mereka mengepul. "Kalau harian di sawah kerja mulai pagi
sampai siang sudah dapat kita Rp 20 ribu," sebutnya.
Minimnya modal usaha,jadi faktor utama masyarakat mengembangkan usaha mereka. Sehingga, dia berharap pemerintah mengintervensi dan tidak memfokuskan hanya pada satu kelompok saja. (Muhammad Kasim)
0 komentar:
Post a Comment