Be Your Inspiration

Monday 17 April 2017

Desa Ganti, Pemasok Melon untuk Bali dan Jawa

Rusman, petani melon di Ganti Praya Timur Lombok Tengah sedang menyiangi melon 

BUAH merupakan salah satu sumber dalam memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Seperti buah melon yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A yang dibutuhkan tubuh.

Salah satu daerah penghasil melon terbaik di NTB adalah Desa Ganti, Praya Timur, Lombok Tengah. Penanaman melon di daerah ini sudah berlangsung sejak dulu. Siapa sangka, melon yang banyak dijual di pasaran di Bali dan beberapa pasar di Pulau Jawa berasal dari Ganti.

Rusman, salah satu petani melon di Ganti menuturkan menanam melon memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan menanam padi. “Keuntungan menanam melon lebih banyak walau lahan yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan menanam padi. Dari 12 are, padi paling hanya dapat 5-6 kuintal, tapi kalau melon bisa dapat 2.000 pohon,” terangnya saat ditemui Ekbis NTB, Sabtu (15/4/2017).

Dalam 1 tahun, katanya, biasanya petani di Desa Ganti menanam melon sebanyak 2 kali. Kalau lebih dari itu, tanaman melon akan terkena penyakit. Sebagai contoh, dirinya sudah menanam melon untuk kedua kalinya. “Ini umurnya baru 20 hari, totalnya ada 2.000 pohon,” jelasnya. “Kalau sudah mencapai 6 jumlah daunnya, dipangkas tunas cabangnya biar cepat tumbuhnya,” tambahnya.
Melon Ganti Lombok Tengah

Adanya pemangkasan ini untuk menghindari terbentuknya bakal buah dan daun yang banyak yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. “Makanya dalam 1 tanaman hanya ada 1 buah karena kalau banyak kecil ukuran buahnya,” jelasnya. Tinggi bambu sebagai penyangga tanaman melon yang digunakan mencapai 1,2 meter.

Dalam budidaya melon, kata Rusman, yang mahal adalah biaya bahan dan perawatan melonnya. Misalnya, harga mulsa plastiknya, terutama pada musim tanam pertama. ‘’Tapi kalau musim ke-2 tidak terlalu berat, karena mulsanya masih bisa dipakai,” terangnya.

Melon dipupuk dengan NPK dan urea agar tumbuh bagus. Melon dipanen saat sudah berusia 65 hari. “Panennya sekalian soalnya sistem belinya di sini borongan,” terangnya.


Melon dari Ganti banyak dijual ke Jawa dan Bali serta ke Bertais. Melon Ganti, katanya, terkenal dengan rasanya yang gurih, tahan lama disimpan serta renyah. ‘’Kalau dibandingkan dengan melon dari Jawa, lebih bagus melon Ganti,” jelasnya. (uul/Ekbis NTB)
Share:

Melihat Pembuatan Roket dari Beleka Lombok Tengah yang Mendunia

Perajin rotan dan ketak di Beleka Lombok Tengah Lalu Burhanudin

Rotan merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang banyak digunakan sejak dahulu untuk berbagai keperluan. Bentuknya yang memanjang dan mudah dibentuk menjadikannya pilihan tepat untuk membuat kerajinan. Sedangkan ketak yang merupakan rumput hutan yang juga memiliki beragam fungsi untuk kerajinan.

Di Lombok, sentra kerajinan rotan dan ketak atau roket yang paling dikenal adalah Desa Beleka di Praya Timur, Lombok Tengah.

Menurut Lalu Burhanudin, pemilik Sasak Craft di Beleka, menceritakan awal mula desanya dikenal sebagai sentra roket. “Awalnya tahun 1970-an, orangtua dulu terpikirkan untuk memanfaatkan rotan yang banyak tumbuh di sini. Kerajinan yang dibuat pun bentuknya masih sederhana,” terangnya saat ditemui Ekbis NTB di galerinya, Sabtu (15/4/2017).
Produk roket (rotan dan ketak) dari Beleka Lombok Tengah

Pemasaran kerajinan rotan, kata Burhanudin, sejak tahun 1980-an mulai dipasarkan ke Bali. Saat memasarkan ke Bali harus memikul dari Beleka menuju Bali. Namun, masa kejayaan kerajinan rotan di desa ini dimulai sejak tahun 1989, di mana Beleka dikenal sebagai sentra kerajinan rotan.

Menurutnya, ukuran rotan yang dipergunakan dalam membuat kerajinan tergantung produk yang akan dibuat. Rotan yang dipergunakan mulai dari seukuran jari sampai seukuran jempol kaki, bahkan lebih panjang.

Produk ketak Beleka Lombok Tengah

Meski demikian, Burhanudin mengaku, bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat kerajinan berasal dari luar daerah.  “Bahan baku rotan dan ketak kita beli dari luar, seperti dari Kalimantan karena di sini sudah jarang ditemukan,” terangnya.

Model-model kerajinan yang dulu hanya berbentuk sederhana, kata Burhanudin, sekarang sudah mengalami peningkatan model dan jenis sesuai perkembangan zaman. “Kita juga banyak dapat ide modelnya dari pesanan pembeli,” tukasnya.

Ketak Beleka Lombok Tengah

Begitu juga, variasi bahan yang digunakan juga bisa dipilih konsumen tergantung selera. “Kalau dari segi kekuatan lebih kuat rotan, tapi kalau dari segi seni banyak yang suka pakai ketak,” jelasnya.

Untuk itu, kerajinan yang dibuat sebagian besar atau semua berbahan baku rotan dan ketak, terkadang dicampur dengan ketak. Tujuannya, untuk menjadikan produk yang dibuat menarik dan tidak mengecewakan konsumen.
Ketak Beleka Lombok Tengah

Dalam membuat satu produk, Burhanudin menjelaskan, tergantung dari produk yang dibuat. Sebagai contoh, embuatan piring buah dari rotan bisa jadi dalam 1 hari yang membutuhkan 2-3 rotan, sedangkan untuk vas bunga selesai dalam 2 hari. “Yang paling sulit itu membuat kerajinan berbentuk persegi dibandingkan yang bundar, karena harus dipotong,” terangnya.

Harga kerajinan sendiri bervariasi tergantung model dan jenis kerajinannya. Seperti tempat buah rotan harganya Rp 20 ribu, sedangkan jika terbuat dari roket harganya Rp 30 ribu dan bahan ketak semuanya dihargai Rp 50 ribu.
Produk dari Ketak Beleka Lombok Tengah

Mengenai selera pembeli, diakuinya, wisatawan lokal lebih menyukai model kerajinan rotan dan ketak, seperti peralatan rumah tangga, sedangkan turis asing lebih suka model yang telah dimodifikasi.

Burhanudin sendiri mengaku sudah sering mengikuti pameran untuk memperkenalkan kerajinannya. Bahkan, tanggal 26 April 2017 ini, dirinya akan mengikuti pameran di JHCC untuk acara Inacraft.
Diakuinya, saat mengikuti pameran, kerajinan ketak dan rotan dari Lomboklah yang paling diminati. Dari sering mengikuti pameran tersebut, ia mengatakan mendapat  kerjasama dengan Timur Tengah untuk kerajinannya. “Mereka banyak pesan, barangnya masih ada sampai sekarang,” tukasnya.

Pada bagian lain, Burhanudin mengaku, dirinya sering mendapat tawaran untuk pameran ke luar negeri, tetapi masih ditolaknya. “Kalau pameran ke luar negeri saya belum mampu karena di sana hanya stan saja yang ditanggung,” akunya. (uul/Ekbis NTB)
Share:

Friday 7 April 2017

Lombok Timur dan Potensi Wisata bagian Selatan


 
Homestay Ekas Break di Desa Ekas Buana Jerowaru Lombok Timur
SEJUMLAH hotel, homestay dan bungalow mulai banyak berdiri di kawasan wisata Lombok Timur (Lotim) bagian Selatan. Salah satunya adalah Ekas Break yang ada di Desa Ekas Buana Kecamatan Jerowaru. Sebanyak 12 unit bungalow dan 2 unit sweet room milik Ekas Break ini menawarkan kenyamanan bagi para wisatawan.

Sales Manajer Ekas Break, Heru Firmanto, Sabtu (25/3/2017) mengakui tiga tahun terakhir ini, banyak fasilitas-fasilitas wisata yang mulai bermunculan di wilayah Lotim bagian selatan ini, khususnys di Ekas Buana. Selain Ekas Break, ada juga Heaven on the Planet. Manajemen Ekas Break  dalam waktu dekat direncanakan membangun hotel bintang lima di kawasan wisata Ekas.

Ekas Break, dituturkan Heru beroperasi sejak 2014 lalu. Sudah tiga tahun beroperasi, tamu-tamu sudah mulai banyak yang datang. Bungalow Ekas Break ini, katanya, tidak pernah sepi dari pengunjung. Bahkan sering menolak tamu, karena sudah penuh.

Keharian homestay dari warga sekitar yang mulai tertarik dalam pengembangan bisnis pariwisata ini dianggap bukanlah pesaing oleh Ekas Break. Mereka cukup membantu sebagai tempat alternatif bagi para tamu Ekas Break. “Kita senang dengan kemunculan homestay baru,” ucapnya.

Menginap di bungalow atau kamar berugak ala Ekas Break ini terbilang cukup murah dan diyakini bisa dijangkau para wisatawan lokal. Cukup dengan membayar Rp 550 ribu saja, sudah bisa bermalam di Ekas Break. Sedangkan untuk sweet room ditawarkan Ekas Break Rp 1,2 juta per malam.

Wisatawan yang datang sejauh ini banyak dari Eropa seperti Prancis, Amerika. Tidak sedikit juga dari Australia. Melihat trend perkembangan kunjungan wisata dewasa ini, pengelola hotel ini juga sudah mulai mengarap wisatawan lokal.

Lokasi Ekas Break diketahui cukup jauh dari pantai. Bahkan di hotel ini tidak ada fasilitas televisi dan internet di dalam kawasan hotel. Hal ini katanya sengaja dilakukan oleh pihak hotel karena pangsa pasar pengunjungnya adalah mereka-mereka yang ingin mencari ketenangan. “Jika ingin mencari ketenangan, datang ke Ekas Break,” ajaknya.

Sinyal ponsel pun tidak bisa terdeteksi di dalam kawasan hotel ini. Adanya adalah fasilitas wi fi gratis yang disiapkan hotel. Terbatasnya sambungan-sambungan internet itu diakui sempat menuai kritik dari sejumlah pengunjung. Akan tetapi, justru dianggap sebagai sebuah kelebihan. Pasalnya, benar-benar yang ingin disuguhkan kepada wisatawan adalah ketenangan dan kenyamanan.

Meski tidak berada di pinggir pantai seperti hotel kebanyakan, namun kepada para pengunjungnya diberikan pelayanan gratis untuk berkunjung menikmati pantai-pantai di sekitar Ekas. Ada tujuh spot pantai indah yang bisa dinikmati wisatawan. Pantai Lolat, Pantai Ekas, Pantai Surga, Pantai Rungkang, Pantai Kaliantan, Pantai Batu Dagong dan Pantai Kura-kura.

Disuguhkan, sunrise drink dan sunset drink kepada seluruh wisatawan. Peminat dari salah satu suguhan pihak hotel ini cukup besar. Tamu-tamunya yang sebagian besar bule ini sangat senang bisa menikmati sunriise dan sunset di sejumlah pinggiran pantai yang masih perawan di wilayah Selatan Lotim ini.

Waktu kunjungan rata-rata 3-4 hari  hari. Ada juga yang sampai sepekan, namun masih sangat minim. Pengunjung ke Ekas Break ini banyak juga yang dengan membawa keluarga besar. Ekas Break ini kemudian sengaja menyiapkan sweet room dengan fasilitas bisa sampai 4 orang tiap kamar.

Hanya saja masih menjadi keluhannya adalah, tingkat keamanan di luar hotel. Masih banyak aksi-aksi kriminalitas yang mengganggu wisatawan. Wisatawan tidak bisa sembarangan memarkirkan sepeda motor yang dibawanya, karena ada yang khusus disewakan pihak hotel.

Ketika di dalam hotel diyakinkan, masalah keamanan diyakinkan sudah sangat aman. Selain tenaga security yang terlatih, pihak manajemen Ekas Break ini juga melibatkan aparat kepolisian sebagai tim penjaga dan terus mengawal keamanan wisatawan.

Persoalan keamanan, disebut menjadi masalah bersama yang perlu diselesaikan secara bersama-sama. Harapannya tingkat kesadaran masyarakat meningkat terhadap pentingnya menjaga situasi aman dan tertib, sehingga wisatawan yang datang semakin senang dan nyaman ke Lombok Timur. (Rusli/Lombok Timur) 



Share:

Belanja Kerajinan Bambu di Loyok sambil Menikmati Objek Wisata Tete Batu

Kerajinan bambu khas Loyok Lombok Timur

KERAJINAN bambu di Lombok memiliki banyak sentra yang dikenal sebagai daerah pembuat kerajinan dari tanaman satu ini. Salah satunya adalah Desa Loyok, Kecamatan Sikur, Lombok Timur. Desa ini sejak lama dikenal sebagai sentra kerajinan bambu. Dahulunya, di desa ini kita akan mudah menemukan galeri atau art shop yang banyak memajang kerajinan bambu produksi desa ini.

“Sejak bom Bali dulu, banyak art shop yang tutup. Sekarang tinggal 6 art shop yang masih ada,” terang Baiq Nurul Aini, pemilik D Art Shop saat ditemui Ekbis NTB, Sabtu (1/4/2017).

Gantungan lampu dari bambu produksi perajin Loyok Lombok Timur

Uyun, panggilan akrabnya, menerangkan sebelum bom Bali terjadi, artshop di Loyok mengalami masa kejayaan, karena banyaknya kunjungan turis dan pesanan dari Bali. “Sekarang pesanan sedikit. Yang beli palingan orang lokal, kalau yang turis tetap ada, tetapi tidak sebanyak yang dulu,” terangnya. Ia juga mengatakan kadang sampai 1 minggu atau lebih, tidak ada kunjungan turis ke Loyok.

Uyun menceritakan kunjungan turis ke Loyok biasanya setelah mereka datang ke Tete Batu. “Kita banyak bekerja sama dengan pemilik penginapan di Tete Batu yang banyak mengajak tamunya datang berkunjung ke sini,”  akunya.

Piring dan tempat gelas dari bambu produksi dari Loyok Lombok Timur

Sebagai sentra kerajinan bambu, masih ada wisatawan yang berkunjung ke Loyok. Termasuk, memesan kerajinan tangan yang terbuat dari bambu. “Tetapi kalau di galeri sendiri saya hanya mengambil kerajinan dengan kualitas yang bagus. Bukan seperti yang dijual di pasar,” jelasnya.

Kerajinan bambu di art shop miliknya, kata Uyun, terbuat dari bambu tali yang memiliki kualitas bagus. Ada berbagai macam kerajinan bambu yang dipajang, seperti besek, gandek, tas bambu, gantungan lampu, dan lainnya. “Kalau dari Bali banyak yang pesan besek putih dan tas. Sedangkan kalau sekarang yang banyak diminati itu gandek, karena banyak digunakan untuk nikahan dan nyongkolan,” jelasnya.

Kap lampu dari bambu produksi Loyok Lombok Timur

Khusus untuk tas bambu, merupakan kreasi masyarakat Loyok yang memadukan anyaman bambu dengan kain menjadi tas yang trendi. Begitu juga dengan kap lampu banyak dipakai untuk hotel atau vila.

Harga yang ditawarkan untuk kerajinan bambu ini bermacam-macam tergantung barangnya. Untuk gandek, dibanderol seharga Rp 40 – 60 ribu, besek putih dihargai Rp 20 – 35 ribu sedangkan untuk besek warna diharga Rp 75 ribu. Tas bambu dihargai Rp 65 ribu, sedangkan harga tas pasar dihargai Rp 125 ribu.

Uyun berharap, sentra bambu Loyok bisa dipromosikan lebih banyak lagi seperti desa wisata lainnya. “Biar ramai seperti dahulu. Soalnya di sini paling ramainya mulai dari Juli – Agustus. Kalau awal tahun seperti ini sepi dia,”  akunya. (uul/Ekbis NTB)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive