Be Your Inspiration

Friday 24 March 2017

Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi Berbagi Pengalaman Implementasi Pembangunan Hijau di Korsel

Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi saat mencoba sepeda listrik di Jeju Korea Selatan

Gubernur NTB, TGH.M. Zainul Majdi bersama rombongan menghadiri Expo Electric Vehicle  atau kendaraan listrik terbesar di dunia yang diselenggarakan di Jeju Korea Selatan (Korsel), Senin (20/3/2017).  Expo ini diikuti para pengambil kebijakan terkait electric vehicle serta para produsen besar kendaraan listrik dari Asia, Amerika dan Uni Eropa.

KEPALA Biro Humas dan Protokol Setda NTB, H. Yusron Hadi, ST, MUM yang ikut dalam rombongan gubernur mengatakan dalam expo ini juga dipamerkan mobil-mobil listrik yang sudah diproduksi massal dan beroperasi di seluruh dunia. Dalam kesempatan tersebut, katanya, Gubernur NTB juga mengadakan pertemuan dengan Gubernur Jeju, Won Hee Ryon untuk membahas implementasi kerjasama antar kedua daerah dalam pariwisata, pembangunan ramah lingkungan dan energi terbarukan.
- Gubernur NTB, TGH. M. Zainul Majdi saat berbincang dengan Gubernur Jeju Won Hee Ryong saat menghadiri Expo Electric Vehicle  atau kendaraan listrik terbesar di dunia yang diselenggarakan di Jeju Korea Selatan (Korsel))

Pada kesempatan ini, Tuan Guru Bajang (TGB) – sapaan akrab gubernur, mengundang Gubernur Jeju, Won Hee Ryong untuk hadir dalam NTB Investment Forum 2017 yang akan diselenggarakan Oktober mendatang.  

Yusron menambahkan, bersamaan dengan kegiatan expo ini, juga dilaksanakan Konferensi International Green Island Forum (IGIF) yang ke empat. TGB  diminta menjadi salah satu pembicara utama dalam konferensi ini untuk membagi pengalaman implementasi konsep pengembangan pembangunan hijau di NTB. 

Dalam presentasinya, Gubernur menyampaikan pengalaman NTB menunjukkan konsep pembangunan hijau tidak menghambat pertumbuhan. Bahkan konsep pembangunan hijau bisa menjadi pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan. Pertumbuhan NTB selama tiga tahun berturut-turut selalu di atas rata-rata nasional dengan indeks makro yang terus membaik. Pembangunan hijau berkorelasi kuat juga dengan pengembangan halal tourism serta pertanian yang menjadi basis ekonomi NTB.

Namun, TGB juga menegaskan NTB masih berada pada tahap awal implementasi konsep pembangunan hijau, sehingga masih sangat banyak hal yang harus dipelajari dan dikembangkan. Termasuk belajar dari Korea Selatan khususnya Provinsi Jeju yang telah berhasil menerapkan konsep pembangunan hijau. 

Gubernur  menyebut Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Teluk Saleh, Moyo dan Tambora (Samota) dan Global Hub Kayangan sebagai proyek-proyek masa depan NTB yang menyandarkan diri pada konsep pembangunan hijau. Selain kawasan tiga gili yakni Meno, Air dan Trawangan, Sekotong, Teluk Ekas, Hu'u, Sape, Gili Banta termasuk pengembangan transportasi ramah lingkungan di Kota Mataram. 

Tentu saja, lanjutnya,  pengusulan Geopark Rinjani dan menjadikan Tambora sebagai geopark nasional adalah satu bentuk komitmen nyata pemerintah daerah  membangun NTB yang lebih hijau dan berkelanjutan. Untuk itu, kerjasama pembangunan hijau dengan banyak pihak ke depan sangat terbuka di NTB. “Semua itu merupakan komitmen Pemda  untuk memastikan pembangunan NTB dapat berkelanjutan  dengan menjaga daya dukung lingkungan secara maksimal,” tandasnya.  (Humas NTB)
Share:

Versi Trip Advisor, Lombok Posisi Sembilan Destinasi Terbaik Asia

Pesona Gili Trawangan Lombok Utara NTB Indonesia (dokumentasi : Bulkaini)

Lombok kembali menjadi sorotan, setelah memenangkan kompetisi wisata halal –kini berada pada posisi 9 sebagai destinasi terbaik di Asia. Bahkan Lombok mampu mengalahkan Jepang yang terkenal dengan wisata budaya dan berbagai destinasi wisata alamnya.

“Kita bersyukur Lombok terpilih kembali menjadi destinasi terbaik dunia khususnya Asia. Tentu saja ini merupakan ikhtiar kita semua, pemerintah dan pelaku pariwisata. Selanjutnya ini kita jadikan spirit untuk menjaga kepercayaan yang diberikan kepada kita,” kata Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB H.Afan Ahmad, M.Si, Rabu (22/3/2017).

Ia mengatakan penghargaan yang diberikan berdasarkan pilihan dari wisatawan ini patut untuk disyukuri. Ini sekaligus sebagai awal untuk lebih memperkenalkan beragam destinasi wisata yang ada di NTB, terutama Lombok, sehingga akan semakin banyak wisatawan yang datang berkunjung.

Diketahui posisi pertama didapatkan oleh Bali di Indonesia. Selanjutnya Siem Reap di Kamboja, Pukhet di Thailand, Hoi An di Vietnam, Kathmandu di Nepal dan Hanoi di Vietman. Disusul Ko Samoi di Vietnam, Bangkok di Thailand, Lombok di Indonesia dan Tokyo di Jepang.

“Komitmen kebersamaan antara pemerintah, pelaku pariwisata dan masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan yang diberikan ini. Hal ini diperlukan untuk pengembangan sektor pariwisata lebih lanjut,”  ujarnya.

Sun rise di Gili Bidara Lombok Timur 
Saat ini yang masih menjadi destinasi wisata unggulan di Lombok masih pada tiga gili, yaitu Trawangan, Air dan Meno. Selain itu yang dianggap masih menjadi primadona yaitu Pantai Senggigi, Gunung Rinjani, Pantai Mawun, pantai-pantai di Sekotong, Pantai Kuta, Air Terjun Bangko-Bangko, Islamic Center dan lainnya.

Penghargaan yang diberikan oleh Trip Advisor ini merupakan suatu acuan untuk lebih meningkatkan pelayanan dan performa destinasi. Menurut Afan yang masih perlu untuk diperhatikan adalah keamanan dan kebersihan destinasi.

“Yang masih perlu diperhatikan di semua destinasi adalah keamanan dan kebersihan. Kita perlu meningkatkan kebersihan agar wisatawan merasa lebih nyaman dan ingin berkunjung kembali,” ujarnya. (Lingga)

Share:

Tenun Gumise, Tenun Khas Lombok Pengaruh Bali

Tenun Gumise Dusun Gumise Timur Desa Giri Tembesi Gerung Lombok Barat

TENUN di Lombok memiliki berbagai macam motif yang menarik untuk dijadikan berbagai macam kerajinan. Salah satunya adalah tenun Gumise yang berasal dari Dusun Gumise Timur, Desa Giri Tembesi, Gerung, Lombok Barat. Tenun dari Dusun Gumise memiliki motif dan corak yang berbeda dengan kain tenun di daerah lain di Lombok.

Menurut Wayan Kuntri, salah satu penenun di balai kerja tenun Dusun Gumise Timur, tenun di Gumise diperkenalkan oleh salah satu warga, Wayan Landri yang berasal dari Bali."Ibu Wayan itu dari Nusa Penida yang bisa menenun dan mengajarkan ke masyarakat sini, karena dilihatnya hanya mengandalkan hasil bertani saja," terangnya saat ditemui Ekbis NTB, Selasa (13/3/2017).
Motif gerimis Gumise

 Landri mulai mengajarkan tenun ke masyarakat desa sejak akhir tahun 1990-an.  Dari tahun 2000-2005, ujarnya, masyarakat di Gumise mulai membuat di rumah masing-masing. ‘’Baru di tahun 2005, dibuatkan showroom," kata Kuntri.

Ia juga menjelaskan alat tenun yang dimiliki sekarang merupakan bantuan dari dinas. Di mana, dulu peralatan menenun hanya 1 unit, tapi sekarang ada belasan alat menenun yang merupakan bantuan Dinas Perindustrian Lombok Barat.

Tenun Gumise sendiri memiliki ribuan motif yang berbeda dengan motif tenun lainnya. "Motif tenunnya dipengaruhi dari Bali tetapi beda," kata Kuntri. Ia mencontohkan salah satu motif yang terkenal adalah motif gerimis. "Dinamakan gerimis karena motifnya yang berantakan seperti gerimis," terang Kuntri.
Tas motif khas Gumise

Hal ini terletak dari pewarnaan benang untuk menenun dengan berbagai macam warna dan diatur letaknya, sehingga saat ditenun bisa berbeda warnanya. "Dalam menenun kain di sini, bisa membutuhkan sampai 3200 benang," kata Kuntri.

Dalam pengerjaan tenun motif gerimis, ia membutuhkan waktu pengerjaan sampai 2-3 hari untuk kain sepanjang 2,5 meter. "Kain motif ini tidak ada yang bisa meniru. Banyak yang meniru tapi tidak bisa," klaimya. Yang membedakan kain tenun Gumise dengan yang lain adalah penggunaan 1 benang bukan 2 benang untuk menenun, sehingga lebih rapat.
Proses pembuatan tenun Gumise

"Motif rangrang yang kita buat juga beda dengan yang lain, misalnya dari motifnya atau penggunaan benangnya," kata Kuntri. Ia mengatakan kain tenun ini diubah menjadi berbagai macam kerajinan, seperti tas, baju, dan lainnya. "Di sebelah ini ada ruang untuk menjahit. Soalnya kelompok tenun kita merupakan binaan dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian kabupaten,"ujarnya.

Hasil tenun Gumise sendiri sudah dipasarkan ke seluruh Lombok.  Namun, pihaknya jarang menitip di toko oleh-oleh. Tujuannya,  agar para konsumen bisa datang langsung kemari dan melihat langsung proses pembuatannya agar mereka faham kenapa harganya mahal. Lokasi tempat yang cukup jauh di dalam menjadi kendala sendiri bagi konsumen yang ingin berkunjung ke daerah itu. (uul/Ekbis NTB)
Share:

Gentong Tanah Liat Khas Lombok Timur

Gentong tanah liat khas Lombok Timur

PADA era modern sekarang ini, penggunaan peralatan rumah tangga tradisional semakin menurun. Banyak peralatan rumah tangga yang harus diganti dengan peralatan yang mudah dan murah.

Misalnya, menampung air untuk memasak. Jika sebelumnya, masyarakat menggunakan gentong tanah liat untuk menampung air di dapur, kini sudah diganti dengan ember. Atau kran air langsung dipasang di dapur melalui sambungan pipa PDAM. Tidak hanya itu, masyarakat menggunakan tandon untuk menampung air, baik untuk keperluan memasak, mandi dan lainnya.

Meski demikian, penggunaan gentong tanah liat masih banyak dipergunakan untuk keperluan rumah tangga. Termasuk untuk berusaha. Sebagai contoh, banyak pengusaha yang memesan gentong tanah liat dalam jumlah besar. Bahkan, masih ada yang dikirim ke sejumlah pemesan di luar negeri. Penggunaan gentong yang memiliki motif dan hiasan menarik banyak dipesan pihak hotel, restoran, rumah makan dan perkantoran. Gentong-gentong ini dipergunakan untuk menempatkan bunga dengan berbagai jenis dan variasi, sehingga membuat tampilan tempat usaha semakin menarik.

Begitu juga, gentong banyak dipergunakan pengusaha rumah makan atau lesehan yang ditempatkan di beberapa sudut. Gentong yang berisi air ini dipergunakan sebagai tempat cuci tangan, cuci muka atau kaki para pengunjung.
Proses pembuatan gentong di Lombok Timur

Masih tingginya permintaan gentong ini membuat perajin tetap membuat. Terlebih di pedesaan, permintaan gentong masih cukup tinggi. Seperti yang diungkapkan Inaq Zul, perajin gentong di Dusun Lantan, Desa Masbagik Timur, Lombok Timur, jika permintaan gentong selalu ada.
Di pedesaan, masih banyak yang minta atau dibuatkan gentong,” katanya saat ditemui Ekbis NTB, Senin (8/3/2017).

Gentong yang dibuat, ujarnya, banyak digunakan untuk menampung persediaan air. Termasuk dijual pada pengepul atau art shop yang ada di Masbagik. “Gentong ini paling banyak ditendak (diambil) sama pengepul dan artshop di sekitar sini,” terangnya.

Dalam sehari, akunya, dirinya bisa membuat sampai 4 gentong. Setelah jadi, gentong dijemur dan dibakar. “Di sini cuman saya berdua yang bisa mande gentongnya,” katanya.
Pembuatan gentong dibuat dari tanah liat yang terlebih dahulu diayak kemudian diberi air dan dibentuk menjadi gentong. Gentong dibakar dengan menggunakan jerami dan sabut kelapa. Saat dibakar, bagian dalam gentong juga diberi jerami agar proses pembakaran merata ke seluruh bagian gentong.

Pada bagian lain, Inaq Zul mengaku, harga sebantal jerami dan sabut mahal. Namun, jika dirinya tidak beli, maka dirinya tidak akan memiliki penghasilan. Untuk itu, meski harga gentong mahal, dirinya harus membeli. ‘’Harga 1 buah gentong sendiri dibanderol seharga Rp 50 ribu/buah. Itu harga di perajinnya. Biasanya dijual keliling sama ke sekitaran Lombok Timur sampai Lombok Barat,” katanya. (Uul Ekbis NTB)
Share:

Monday 13 March 2017

Gasing Tradisional Lombok yang Harganya Capai Rp 800 Ribu

Gasing Lombok yang menembus harga Rp 800 ribu

PERMAINAN tradisional yang sudah ada sejak zaman dahulu merupakan salah satu warisan yang tetap lestari. Salah satunya adalah permainan gasing tradisional yang tetap diminati banyak orang. Gasing zaman dulu terbuat dari kayu dan berukuran kecil, tetapi kemudian mengalami modifikasi menjadi bentuk yang lebih besar dan lebih kuat.

Menurut Saminah, pembuat gasing tradisional di Dusun Kumbang, Desa Bangket Daya, Masbagik, Lombok Timur, permainan gasing biasanya ada 2 bentuk. “Ada gasing yang digunakan untuk bertanding saja dengan melihat lamanya gasing berputar dan yang digunakan untuk mengadu,” katanya saat ditemui Ekbis NTB, Rabu (8/3/2017). Tidak heran bentuk dan model gasing yang dibuatnya berbeda tergantung dari tujuan penggunaan.

“Yang beda itu hanya di otaknya saja. Kalau yang diadu lebih kecil otaknya,” terang Saminah sambil memperlihatkan perbedaan gasing.

Gasing tradisional ini terbuat dari besi dan kayu asem yang lebih kuat dari kayu lainnya. “Beli kayunya sampai Sumbawa, soalnya di sini sudah jarang. Jadi saat belinya, sudah dipotong sesuai ukuran yang diinginkan, satu potong kayu jadi satu gasing,” katanya. Pembuatan gasing dilakukan dengan menggunakan cetakan sesuai ukuran yang diinginkan.

Ada beberapa ukuran gasing yang dibuat di bengkel kerjanya. “Ukurannya di sini mulai dari 10 – 23 cm,tetapi yang paling laku ukuran 18 – 23 cm,” terangnya.

Ia menjelaskan, ukuran gasing ada yang sampai 28 cm. Namun, jarang dibuat. ‘’Yang paling besar itu ukuran 25 cm,” tukasnya.

Permainan gasing sendiri menggunakan tali yang berukuran agak besar untuk memainkannya. “Gasingnya ini bisa berputar lama. Makanya ada lomba tandingnya,” katanya.
Saminah pembuat gasing di Dusun Kumbang Desa Bangket Daye Masbagik Lombok Timur 

Dalam sehari, Saminah bisa membuat 20 buah gasing. “Di sini buatnya sesuai orderan, sampai tidak bisa stok barang saking banyaknya pesanan,” katanya.

Ia mematok harga gasing sesuai ukuran yang dipesan. “Harga tergantung dari lingkarnya. Kalau ukuran 13 cm harganya Rp 75 ribu, sedangkan yang ukuran 23 cm harganya Rp 700 – 800 ribu,” jelasnya. Ia mengatakan, gasing buatannya ini bisa bertahan selama 1 tahun.

Konsumen gasing tradisional ini sendiri datang dari seluruh penjuru Pulau Lombok. Bahkan sampai Sumbawa. Apalagi dengan sering diadakannya perlombaan gasing baik tingkat desa membuatnya sering kebanjiran order gasing. “Kebanyakan yang pesan itu pemuda dan bapak-bapak yang suka main,” terangnya. (uul/Ekbis NTB)
Share:

Tungku Tanah Liat Khas Masbagik Lombok Timur Bertahan di Era Modern

Inaq Aris di Lombok Timur sedang membuat tungku dari tanah liat. 
BEBERAPA tahun lalu, peralatan rumah tangga terbuat dari tanah liat yang mudah ditemukan di mana saja. Seiring perkembangan zaman peralatan rumah tangga dari tanah liat mulai ditinggalkan karena kalah saing dengan peralatan modern yang lebih praktis. Lantas bagaimana nasib peralatan masak tradisional sekarang ini?

Sebut saja, setelah pemerintah melakukan konversi dari bahan bakar minyak tanah ke elpiji, penggunaan alat masak tradisional tidak banyak digunakan lagi. Bahkan, penggunaan kompor juga jarang kita temukan. Jika dulu banyak warung, usaha-usaha kecil hingga kalangan rumah tangga menggunakan kompor berbahan bakar minyak tanah, kini semakin jarang ditemukan, khususnya di kota-kota besar.

Meski demikian, di pedesaan, alat masak tradisional masih digunakan. Misalnya, penggunaan tungku tanah liat. Harus diakui, penggunaan tungku tanah liat untuk memasak masih banyak ditemukan. Bahkan, perajin tungku tanah liat masih terus berproduksi, meski dalam jumlah yang tidak besar.

Inaq Aris, salah satu perajin tungku tanah liat di Dusun Lantan, Desa Masbagik Timur, Lombok Timur, mengaku, tungku tanah liat masih banyak diminati. Alasan masih banyaknya masyarakat menggunakan tungku tanah liar, karena rasa masakan yang dihasilkan.

“Beda rasanya yang dimasak dengan tungku dengan tungku tanah liat. Jadi orang-orang lebih pilih pakai ini, juga karena banyak tersedia kayu yang sayang jika tidak dimanfaatkan,” terangnya pada Ekbis NTB, Rabu (8/3/2017).
Jejeran tungku tanah liat yang dibuat di Dusun Lantan Desa Masbagik Timur Lombok Timur.
Selain itu, dalam acara-acara pesta atau hajatan pernikahan tungku lebih banyak digunakan karena bisa memasak lebih cepat dan praktis. Terlebih, kayu yang dipergunakan untuk memasak banyak tersedia di tengah masyarakat.

Diakuinya, dalam sehari, Inaq Aris bisa membuat 25 tungku tanah liat. Proses pembuatannya bisa memakan waktu 2 hari. 1 hari untuk buat dan 1 harinya untuk dihaluskan, dijemur dan dibakar,” tukasnya. Tungku tanah liat memiliki berbagai model, tapi yang paling umum dikenal yaitu 1 tungku dan 2 tungku.

“Ada yang namanya tungku sampak, karena sudah ada sampaknya, jangkih jembatan karena ada jembatannya, tungku bongkang yang polos, dan tungku belo,” jelasnya.

Harga tungku tanah liat sendiri bervariasi, tergantung model yang dipilih. Kalau yang 1 tungku harganya Rp 10 -15 ribu. Sedangkan yang dua tungku harganya Rp 25-30 ribu. Tungku buatan ini dijual kepala rumah tangga ke pasar atau keliling kampung untuk menawarkannya. “Tungku ini bisa bertahan lama tergantung pemakaian penggunanya soalnya semakin lama semakin kuat dia,” jelasnya.

Hasil dari membuat tungku ini, diakuinya, mampu menghidupi kehidupannya sehari-hari. "Hasilnya dipakai untuk menyekolahkan kedua anak saya. Sampai anak saya tamat SMA dari uang buat ini," terangnya. (uul/Ekbis NTB)
Share:

Tuesday 7 March 2017

Mengenal Setanggor, Desa Wisata Halal di Lombok Tengah

Areal persawahan di Desa Setanggor Praya Barat Lombok Tengah yang dijual pada wisatawan

Wisata halal beberapa waktu terakhir ini sekarang ini menjadi tren di Indonesia. Termasuk di NTB. Keberadaan wisata halal ini diharapkan mampu mendatangkan wisatawan asal Timur Tengah atau mayoritas beragama Islam. Adanya program wisata halal ini menjadi inspirasi banyak pemerintah daerah, termasuk pemerintah desa mengembangkan wisata halal.

Salah satu contohnya, adalah Desa Setanggor Kecamatan Praya Barat Lombok Tengah (Loteng). Sejak akhir 2016, Pemerintah Desa Setanggor mulai mengembangkan desa wisata halal atau halal tourism village.

Menurut H. Sirajudin, Sekretaris Kelompok Sadar Wisat (Pokdarwis) Sekarteja Mertakmi Desa Setanggor, pengembangan wisata di desa ini lebih kepada wisata seni budaya. “Kita mengembangkan potensi yang ada di sini, apalagi tren sekarang di mana turis cenderung ke seni budaya tradisional,” terangnya saat ditemui Selasa, (28/2/2017).

Diakuinya, saat pertama kali akan dibentuk, masyarakat merasa pesimis, karena tidak ada yang bisa ‘dijual’ untuk wisata. “Karena mereka pikirnya kalau tempat wisata itu kalau ndak pantai ya air terjun gitu,” jelasnya.
Kesenian khas Lombok yang disajikan pada wisatawan saat berkunjung ke Desa Wisata Halal Setanggor Lombok Tengah

Tetapi, atas inisiatif seorang warga yang meyakinkan warga sana untuk membentuk desa wisata, barulah keinginan tersebut terpenuhi. “Di sini yang dibenahi untuk desa wisatanya hanya masalah kebersihan, sama sanggar seninya untuk mempertunjukkan kesenian di sini. Selebihnya kita biarkan bagaimana bentuknya,”kata Sirajudin. Pengurus untuk desa wisata ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari Pokdarwis sendiri.

Setiap wisatawan yang datang berkunjung, kata Sirajudin, akan dipakaikan kain serta lambung untuk perempuan. “Sehingga kata halal tourism village itu bisa diterapkan,” katanya.

Setelah itu, wisatawan akan dibawa ke sanggar seni untuk disuguhkan berbagai kesenian tradisional yang dibawakan oleh anak-anak dan remaja Desa Setanggor. “Keseniannya mulai dari gendang beleq, ngelawas, sampai tari-tarian,” jelasnya.

Ada 7 jenis wisata yang ditawarkan di Desa Wisata Setanggor ini, mulai dari wisata religi sampai wisata agro. Wisata religi itu kegiatannya mengaji di tengah sawah. Kalau wisata ritual dengan mengadakan ziarah ke Makam Mertakmi yang merupakan makam keramat. Di sana ada disediakan rumah pohon bagi yang suka foto-foto. Kemudian ada wisata seni budaya di sanggar itu, lalu wisata tenun dengan melihat proses menenun.

‘’Ada juga wisata kebun dimana para wisatawan dapat memetik ubi di kebun lalu makan siang di tengah sawah. Wisata agro itu pengunjung diajak ke kebun buah naga, sedangkan wisata terakhir yaitu permainan anak tradisional sama pepausan huruf Sasak,” terang Sirajudin.

Dari semua wisata tersebut, yang paling banyak diminati adalah sanggar seni, makan di tengah sawah serta wisata religi. “Bahkan ada turis yang tidak mau pulang karena merasa betah di sini walau sudah berkali-kali dipanggil sama tour guide-nya,” kata Sirajudin.

Harga untuk berwisata di tempat ini sendiri, disediakan dalam bentuk paket 2, 4 dan 1 hari. “Paket 2 jam itu harganya Rp 175 ribu/orang, paket 4 jam Rp 250 ribu/orang, dan 1 hari Rp 350 ribu/orang,” terangnya. Tetapi, para wisatawan lebih banyak yang memilih paket 4 jam, karena dapat mengunjungi semua lokasi.

Promosi yang dilakukan dalam menggaet wisatawan, kata Sirajudin, dilakukan melalui brosur, sosial media serta kerjasama dengan travel. “Setiap hari di sini selalu ada saja yang datang berkunjung walau belum banyak. Kita punya target agar masuk dalam paket segitiga S (Sukarara, Setanggor dan Sade), sehingga wisatawan tambah ramai ke sini,” terangnya. untuk itu, ia mengharapkan dukungan dari pemerintah daerah agar desa wisata ini bisa lebih dikenal oleh kalangan wisatawan. (Uul/Ekbis NTB)
Share:

Makam Bintaro, Makam Habib Husen bin Umar Mashur di Kota Mataram

Makam Bintaro di Kota Mataram NTB

PENYEBARAN agama Islam di NTB, khususnya Lombok telah dilakukan sejak dahulu. Tetapi, dalam implementasinya ajarannya masih belum sempurna, karena masih tercampur dengan tradisi yang ada.

Makam Bintaro yang berada di Jalan Saleh Sungkar, Bintaro, Ampenan, Mataram, merupakan makam para Habib yang datang untuk menyempurnakan ajaran Islam di Lombok. Dari papan informasi yang dipasang Pemkot Mataram, jika Makam Bintaro merupakan makam dari Habib Husen Bin Umar Mashur, Syarifah Zahra Al Habsy, dan Syech Abdullah Al Badawi yang meninggal tahun 1880.  Ketiganya merupakan para habib yang berasal dari Yaman Selatan  yang datang tahun 1865 dan menetap di lingkungan Telaga Mas Kampung Arab Ampenan.

Nurrahman, penjaga Makam Bintaro, menuturkan jika Habib Husen Bin Umar Mashur dan Syarifah Zahra Al Habsy merupakan pasangan suami istri. “Jadi makamnya berderet begitu, sedangkan makam Syech Abdullah Al Badawi sendiri dia,” terangnya saat ditemui Ekbis NTB, Jumat (3/3/2017).

Makam para habib ini berada di sebuah bangunan di mana makam ketiganya dibuat paling besar dan diberi kain penutup. Juga terdapat belasan makam lainnya di dalam makam tersebut. “Kalau yang itu makamnya tidak ada namanya,” jelas Nurrahman.


Selain makam para Habib, di Makam Bintaro juga terdapat makam Saleh Sungkar yang berada di selatan bangunan makam Habib. Makamnya diberi penutup kain putih dan dibuat agak tinggi dibanding makam sebelahnya.

Nurrahman menjelaskan Saleh Sungkar dulunya merupakan Datu Ampenan yang terkenal dengan kepintarannya. “Tetapi ada temannya yang iri sama dia, jadi Saleh Sungkar dibunuh sama temannya itu. Tidak salah dia dibunuh di sekitaran Narmada dulu,” katanya. Makam Saleh Sungkar bertahun tahun 1952. “Di sebelah kirinya ini makam istrinya Saleh Sungkar. Kalau keturunannya di luar Lombok saja tempatnya,” terangnya.

Makam Bintaro ini, kata Nurrahman, bisa dikunjungi setiap harinya. “Tetapi paling ramai setiap hari minggu. Pengunjungnya datang dari seluruh Lombok,” katanya. Makam ini juga biasanya dikunjungi oleh calon jamaah haji yang sebelum berangkat akan berziarah ke makam ini. Fasilitas makam Bintaro ini sendiri cukup bagus, karena tersedia tempat parkir yang luas dan posisinya yang berada di samping jalan utama Senggigi memberikan kemudahan akses bagi pengunjung. Di sini juga tersedia lapak pedagang yang sudah disediakan oleh Pemkot Mataram, sehingga pengunjung bisa membeli kebutuhannya. (uul/Ekbis NTB)
Share:

Subahnala, Motif Tenun Sukarara yang Banyak Dicari Wisatawan

H. Suradi dengan motif kain tenun subahnala yang lebih banyak dicari wisatawan luar daerah dan mancanegara. 


KAIN tenun Sukarara Kecamatan Jonggat Lombok Tengah banyak memiliki motif. Tiap motif memiliki pangsa pasar dan penggemar sendiri. Seperti motif kain rangrang, subahnala, wayang, keket, ragi genep dan lainnya.

Misalnya, motif rangrang yang banyak dicari para perancang busana, baik lokal hingga nasional. Motif ini banyak dicari, karena membuat orang memakainya menjadi percaya diri atau lebih cantik.
Begitu juga dengan motif subahnala. Peminat kain motif tradisional ini sendiri lebih banyak wisatawan luar daerah dan luar negeri. “Kalau di sini, karena mereka bisa buat sama pakainya juga hanya saat hari-hari tertentu saja,” jelas H. Suradi – pemilik Bilal Al Fariz Artshop pada Ekbis NTB di Sukarara Jonggat, Minggu (5/3/2017).

Menurutnya, turis asing banyak yang lebih menyukai motif tradisional karena keunikannya. “Mereka biasanya lebih menyukai yang motif tradisional karena suka yang berbau tradisional dari daerah yang dikunjungi,” tukasnya

Motif Subahnala tenunan khas Sukarara Lombok Tengah

Diakuinya, tenun awalnya hanya terdiri dari 25 motif tradisional. Namun, sekarang ini, motifnya sudah ratusan, dari yang tradisional sampai yang modern. Motif tradisional mulai dari motif subahnala, wayang, keket, ragi genep, dan lainnya, sedang yang motif modern seperti rangrang.

Motif tradisional, tambahnya, memiliki arti di balik namanya. ‘’Dinamakan subahnala, karena saat penenunnya merasa capek menenun 24 jam, ia menjadi sulit untuk melafazkan kata subhanallah, sehingga terdengar seperti kata subahnala. Kemudian motif wayang itu timbul setelah para penenun habis nonton pagelaran wayang dan membayangkan bentuknya,” kata Suradi. Tetapi, dari berbagai motif tradisional yang ada yang paling banyak digunakan adalah motif subahnala.

Salah satu kain tenun dengan motif Subahnala di Sukarara Lombok Tengah

Selain itu, tambahnya, di Lombok Tengah, di setiap tiang jalan di Praya dilukis motif subahnala, karena itu merupakan motif paling tua. Selain itu, dalam acara-acara besar motif ini banyak digunakan oleh masyarakat. “Subahnala itu terdiri dari subahnala beleq dan rincik (kecil),” tukasnya.

Pembuatannya sendiri terdiri dari 2 jenis benang yang berbeda. “Pakan itu tergantung dari kreasi penenun dalam mengkombinasikan warna. Tetapi warna kain motif subahnala itu merah, hitam, hijau,serta kadang-kadang emas,” jelasnya.

Kain motif tradisional biasanya agak berat serta terdiri dari berbagai macam warna dalam satu kain. “Kalau motif yang rumit membutuhkan banyak bambu sampai 100 buah yang membuatnya harganya berkisar 1 jutaan,” kata Suradi. Tidak heran, kain motif tradisional seperti subahnala berharga mahal. Untuk subahnala beleq dihargai Rp 700 ribu– 1,5 juta/kain, sedangkan untuk subahnala rincik harganya berkisar Rp 500 – 600 ribu/kain. “Harganya tergantung dari motif, desain serta kualitas bahannya,” kata Suradi. (uul/Ekbis NTB)


Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive