Be Your Inspiration

Showing posts with label KREASI. Show all posts
Showing posts with label KREASI. Show all posts

Wednesday 28 September 2022

Melihat Koleksi Deposit di Perpustakaan, Pusat Referensi Sejarah NTB hingga Terbitan Perdana Koran

Kepala Bidang Deposit dan Pelestarian Bahan Pustaka pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB Dwi Murtiningrum menunjukkan koleksi koran Suara NTB yang sudah dijilid di Ruang Koleksi Deposit, Senin (26/9/2022) 

Ingin tahu tentang NTB dari dulu hingga sekarang. Ruang Koleksi Deposit pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB adalah tempatnya. Di tempat ini para pembaca bisa mengetahui sejarah NTB dan juga budayanya dari dulu hingga sekarang. Bahkan terbitan perdana surat kabar, khususnya Harian Suara NTB ada di tempat ini.

MEMASUKI ruang koleksi deposit pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB cukup adem. Suasana hening dan tempat koleksi yang bagus membuat para pengunjung yang pertama kali datang ke tempat ini merasa betah. Meski hanya menggunakan kipas angin untuk mendinginkan ruangan para pengunjung masih bisa berlama-lama di tempat ini.

Yang namanya ruang koleksi deposit tentunya berisi buku-buku tentang NTB, baik dari sisi sejarahnya, budayanya, tokoh-tokohnya hingga struktur bangunan khas NTB. Tidak heran tempat ini menjadi lokasi favorit bagi mahasiswa tingkat akhir untuk mencari referensi tentang NTB dan sejarahnya. Tidak hanya itu para peneliti baik dari dalam maupun luar NTB juga memanfaatkan ruang koleksi deposit untuk mencari tentang sejarah NTB di masa silam.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB Drs. Tri Budiprayitno, M.Si., melalui Kepala Bidang Deposit dan Pelestarian Bahan Pustaka Dwi Murtiningrum, S.H., mengakui koleksi yang ada di lokasi ini masih belum lengkap. Namun keberadaan koleksi ini bisa membantu para mahasiswa maupun peneliti yang ingin mempelajari tentang NTB maupun peninggalan yang ada.

“Biasanya setiap hari ada mahasiswa atau peneliti yang datang. Sebelumnya, ada dari mahasiswa Fakultas Teknik Unram yang ingin tahu bagaimana latarbelakang pendirian rumah adat Mbojo. Filosofisnya juga dan semuanya,” ungkapnya menjawab Suara NTB, Senin (26/9/2022).

Tidak hanya itu, banyak peneliti yang datang dari berbagai instansi yang ingin melihat budaya dan tradisi yang ada di NTB. Seperti peresean maupun dokumen terkait merarik kodek atau nikah dini, masakan khas NTB dan lainnya. Termasuk tokoh-tokoh NTB yang berjasa dalam membangun dan NTB di masa lampau.

Meski demikian pihaknya mengakui banyak koleksi yang mesti harus dilengkapi. Terkadang materi bacaan yang dicari oleh para peneliti ataupun mahasiswa tidak menemukan koleksi yang ada di ruang koleksi deposit. Hal ini menjadi mengevaluasi di masa yang akan datang. Termasuk akan melengkapi bahan-bahan sesuai dengan sejarah maupun perkembangan pembangunan di NTB.

Dwi Murtiningrum juga mengakui pihaknya menjilid terbitan terbitan media lokal yang terbit di NTB. Bahkan terbitan harian Suara NTB sejak Maret 2004 hingga sekarang ini masih bisa ditemukan di ruang koleksi deposit.

“Kami menjilid koran -koran yang terbit di NTB. Bahkan, kami terbitkan buku referensi untuk mencari koran-koran yang sudah dijilid,” tambah Mohammad Nor, salah satu pustakawan  yang mendampingi.

Pihaknya selalu melakukan perawatan terhadap koleksi yang ada di ruang deposit. Bagi mereka kebahagiaan yang paling penting adalah ketika pengunjung bisa menemukan koleksi ataupun buku yang tidak ditemukan di tempat lain.

BACA JUGA : Perpustakaan Nasional dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB Gelar Bimtek Pengukuran IPLM dan TGM

Sediakan Informasi pada Anak

Pada bagian lain, Pustakawan pada Perpustakaan dan Kearsipan NTB Hermin Riu menambahkan, pihaknya berusaha memberikan layanan maksimal pada anak-anak.

Dengan menjadikan perpustakaan sebagai Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA), pihaknya telah menyediakan koleksi sesuai dengan bahan bacaan pada anak.

Dua pustakawan di Ruang Koleksi Deposit sedang melihat koleksi judul buku. 
Bahkan pada Pojok Baca Digital (Pocadi) di Kompleks Islamic Center, pihaknya sudah melengkapinya dengan berbagai macam jenis bahan permainan dan fasilitas yang bisa menggugah semangat anak berkunjung dan betah membaca.  “Kita lengkapi dengan alat permainan edukatif, seperti lego, puzzle, rubiks dan alat edukatif lainnya,” tambahnya.

 Tidak hanya itu, pihaknya juga mempersiapkan wi fi gratis bagi para pengunjung, sehingga mereka selain mendapatkan informasi dari buku koleksi, juga melalui layanan digital. “Namun, kita bimbing anak untuk menggunakan internet sehat. Malahan, banyak anak-anak yang dekat rumahnya dengan Pocadi Islamic Center mengerjakan pekerjaan rumah di Pocadi,” terangnya. (Marham)

Share:

Friday 3 September 2021

Kiat Penenun Pringgasela Bertahan di Tengah Pandemi

Warga Pringgasela sedang menenun kain menggunakan alat tradisional yang masih banyak bisa ditemui di tengah warga.

Tenun Pringgasela terus berupaya bertahan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang sudah memasuki tahun ke dua ini. Akibat pandemi, usaha tenun Pringgasela  turut terkena dampaknya.

Sareh Erwin, salah seorang pemilik Art Shop Tenun Pringgasela kepada media ini akhir pekan kemarin menuturkan sampai sekarang produksi dan pemasaran tetap berlanjut. Meski tidak seperti pada situasi sebelum pandemi, saat ini sekadarnya saja produksi dan penjualan. "Ada juga beberapa klien yang order tapi sekadar lokalan  saja," sebutnya.

Menurutnya, masyarakat Pringgasela masih bisa bertahan hidup dengan hasil produksi dan penjualan. Soal bahan baku katanya tidak pernah kesulitan. "Hanya pemasaran saja yang seperti perahu terombang-ambing di lautan," ucap Sareh memberikan analogi. Akibat pandemi, dari sisi pendapatan hilang 99 persen.  "Everything is gone," keluhnya lagi.

Pasar daring melalui media-media sosial juga sudah dicoba. Namun pembelian melalui pasar internet ini masih belum maksimal. Belum ada pengiriman lagi sampai ke luar negeri. "Masih lokalan saja," imbuhnya.

Semua pelaku bisnis tenun Pringgasela ini sudah memasukkan produk kerajinan ke beberapa e-commerse. Pelaku usaha tenun Pringgasela ini sejauh ini tidak ada sampai mengalami kebangkrutan. Para penggiat wisata juga terus berusaha mendampingi masyarakat penenun untuk tetap bersemangat.

Sareh berharap, janji pemerintah akan menjadikan tenun Pringgasela sebagai baju kerja Aparatur Sipil Negar (ASN). Namun sampai sekarang, belum ada tindak lanjut.  Jika yang menjadi soal adalah harga, Sareh Erwin memberian keyakinan bahwa tenun Pringgasela sebenarnya tidaklah mahal. Harga di kisaran Rp 500 ribu ke atas itu masih tergolong murah karena kualitas enun Pringgasela yang sangat bagus.

Sareh Erwin menuturkan, ia sendiri pernah membeli tenun Sumba seharga Rp 5-12 juta per pcs. Menurutnya, konsumen berani membeli dengan harga tinggi karena di sana ada mutu dan kualitas. Dari segi motif dan pilihan bahan pewarnaan dan sistem pengerjaan itulah yang dibeli. Begitupun tenun Pringgasela yang menjual mutu dan kualitas. Meski demikian, harga jual tenun Pringgasela ini tidak pernah di atas Rp 1 juta. "Jadi sangat murah lagi, padahal kita tidak kalah saing loh dari sisi kualitas," tutupnya.  (Ekbis NTB)

Share:

Monday 13 April 2020

Pemprov NTB akan Pesan 100 Ribu Masker untuk Masyarakat

Pembuatan masker di salah satu IKM di NTB.

PEMPROV NTB terus mendorong pelaku UMKM atau IKM yang ada di daerah ini untuk membuat masker dan Alat Pelindung Diri (APD) yang nantinya dibagi ke masyarakat dan tenaga medis. Pemprov NTB telah bekerjasama dengan sekitar 100 IKM untuk membuat APD dan masker dengan standar yang telah ditentukan.

“Kami sudah arahkan pelaku-pelaku UKM itu semuanya hampir ratusan dan terus bermunculan. Kita dorong koordinasi dengan Dinas Koperasi untuk kesanggupannya. Dia mampu skala rumah tangga, silakan setor aja ke Dinas Koperasi, ada yang konveksi skala besar monggo jalan,” kata Kepala Dinas Perindustrian Provinsi NTB, Hj. Nuryanti, ME., pekan kemarin.

Dinas Perindustrian dan Dinas Koperasi dan UKM memang membagi tugas dalam menggerakkan UMKM/IKM untuk membuat masker ini. Dinas Perindustrian melakukan pendampingan untuk peningkatan kualitas produk, “Kami arahkan untuk bagaimana proses produksinya agar higienis, bagimana model masker yang standar dan bagaimana proses sterilisasi pasca-produksi,” terangnya.

Ia mengatakan, pihaknya tetap melakukan komunikasi dengan pelaku UMKM/IKM melalui media sosial dan website Dinas Perindustrian dalam hal proses pembuatan masker. Namun jika terkait dengan volume produksi yang bisa dituntaskan, pelaku UMKM bisa langsung  komunikasi dengan Dinas Koperasi dan UMKM.

Saat ini, Pemprov NTB sedang membagi-bagikan masker kepada masyarakat sebanyak 100 ribu per bulan selama tiga bulan. Semua masker itu dibeli oleh Pemprov melalui tangan-tangan terampil UMKM di NTB. Pengadaan masker memang menjadi salah satu program yang dijalankan oleh pemda, di samping untuk mencegah penyebaran virus Corona juga untuk menghidupkan UMKM yang sedang mengalami keterpurukan karena pandemi. 

Ia mengatakan, standar produk yang dibeli oleh pemerintah memang cukup ketat. Namun pelaku UMKM/IKM terus mengasah kreasi dan belajar untuk meningkatkan produk agar aman digunakan oleh masyarakat di masa pandemi ini. ”Standar kain itu dua atau tiga lapis,” katanya.

Berdasarkan kewilayahan, pelaku IKM di Lombok lebih banyak yang mengambil momentum ini untuk membuat masker. Meski demikian, pelaku IKM di Pulau Sumbawa juga sudah memulainya, terutama di Bima dan Dompu. Di Pulau Sumbawa, ada persoalan bahan baku yang terbatas, sehingga diharapkan ada koordinasi antara pelaku IKM di sana untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. 

“Kita juga harapkan aparat kepolisian dan Dinas Perdagangan agar bahan baku masker seperti kain dan karet di pasaran tidak naik. Kita ini sedang dalam kondisi darurat, tolonglah hukum ekonominya disingkirkan dulu dalam mencari keuntungan. Kita harus bantu. Orang yang buat masker ini juga untuk disumbang,” katanya. 

Menurutya, dengan pelibatan IKM dalam produksi masker dan aneka APD ini akan memberdayakan ekonomi mereka. Hal ini secara tidak langsung menjadi bagian dari program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) Gemilang yang dicetuskan oleh Pemprov NTB.  “JPS Gemilang itu prioritas utamanya adalah pemberdayaan ekonomi, karena IKM itu bagian dari yang tertangani juga. Artinya  lebih dari 105 ribu KK yang disasar jadinya” terangnya. (Azma/Faris/Ekbis NTB)
Share:

Dinas Koperasi dan UMKM NTB Berdayakan Ratusan UMKM Konveksi di Tengah Pandemi

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB, H. Wirajaya Kusuma
Pemprov NTB ingin memberdayakan sebanyak mungkin pelaku industri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk memproduksi masker. Pemprov NTB membutuhkan hampir 1 juta masker untuk dibagi-bagi secara bertahap, sampai bulan Juli 2020 ini. Untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan ini,  Pemprov NTB melibatkan sebanyak mungkin mereka yang terampil di bidang konveksi (menjahit).

“Kita sudah mengumpulkan 43 penjahit sampai kemarin. Target kita sebanyak 100 penjahit untuk memproduksi masker,” kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB, H. Wirajaya Kusuma, Minggu (12/4/2020).

Pemprov NTB membuka kesempatan kepada siapapun yang memiliki kemampuan menjahit untuk terlibat. Pada tahap awal, Pemprov NTB akan membagikan sebanyak 315.000 lembar masker. Saat ini proses produksi terus dilakukan. Masker yang dibuat sesuai dengan syarat dan ketentuan, minimal lapis dua.  “Di tengahnya dibuat seperti kantong untuk memasukkan tisu,” ujarnya.

Sementara ini, pengadaan bahan dilakukan sendiri oleh UMKM. Setelah jadi, masker-masker tersebut diserahkan ke Dinas Koperasi dan UMKM untuk dibayar. Sesuai harga yang disepakati. Seperti diektahui, semua sektor ekonomi terdampak wabah Covid-19 ini.

Kepala daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur berinisiatif memberikan peluang kepada penjahit untuk tetap eksis. Melalui program pengadaan masker.  “Dampak Covid ini ke semua sektor. Kita coba mereka berikan ruang para penjahit untuk bisa tetap berusaha dengan membuat masker ini, di tengah kelesuan ekonomi mereka bisa tetap berusaha dan berproduksi supaya mereka bisa menghasilkan,” ujarnya.

Untuk pengadaan masker ini, potensi kendala yang dihadapi adalah ketersediaan bahan baku. Kain, maupun karet. Mengingat, pengadaan masker juga dilakukan secara nasional. Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB pekan kemarin mengumpulkan puluhan produsen masker. Salah satu isu yang disampaikan adalah kenaikan harga karet masker. Sebelumnya, harganya Rp20.000/rol, saat ini menjadi Rp80.000/rol.

Karena itu, Dinas Koperasi dan UMKM NTB mengharapkan peran Dinas Perdagangan dan Satgas Pangan untuk mengawasi kemungkinan permainan harga para penyedia bahan baku ini. “Jangan sampai ada aksi mengambil keuntungan yang berlebihan, di saat masyarakat susah,” ujarnya. (Bulkaini/Ekbis NTB)
Share:

Usaha Masker, Yang Untung Selama Pandemi Corona


Seorang penjahit di Rumah Produksi Sasambo Bumi Gora Lombok Barat sedang membuat masker berbahan baku kain.
Ada usaha yang tetap bisa bertahan dan bahkan omsetnya meningkat oleh mewabahnya virus Corona atau Covid-19. Tak membutuhkan modal besar, tidak sedikit orang yang bisa memanfaatkan peluang dan mendapatkan keuntungan. Adalah kerajinan rumahan yang memproduksi masker, mampu memanfaatkan kesempatan di tengah kondisi terbatasnya masker yang biasa dijual di apotek-apotek.

Pandemi virus Corona mewabah ke seluruh dunia. Dampak negatifnya telah meluas. Hampir seluruh sektor terpukul. Imbasnya, tidak sedikit warga kehilangan pekerjaan. Sudah banyak pekerja swasta terpaksa dirumahkan dan bahkan di PHK. Kondisi ini tentu berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat.

Bagi yang bisa membaca peluang, kondisi sekarang ini justru bisa membuat usaha berjalan dan eksis. Karyawan yang sebelumnya tidak mendapatkan penghasilan, justru tetap bisa menghidupi keluarganya.

Seperti IKM Sasambo Bumi Gora di Perumahan Bale Lumbung, Labuapi, Lombok Barat. Selama ini, mereka memproduksi berbagai macam motif batik khas NTB, seperti batik Sasambo. Saat Corona mulai mewabah, berdampak pada pesanan hingga pembelian produk oleh wisatawan.

Di tengah kondisi sulit, perajin batik khas NTB ini tidak kehilangan inspirasi. Mereka menyikapi kondisi tingginya kebutuhan masker sebagai salah satu Alat Pelindung Diri (APD), sebagai sebuah peluang. Bak gayung bersambut. Pemprov NTB pun meminta disediakan 3.000 masker. Permintaan masker tidak saja datang dari Pemprov NTB. Permintaan masker untuk dijual kembali juga meningkat signifikan. Setidaknya 15 karyawan yang sebelumnya dirumahkan, kembali dipekerjakan untuk membuat pesanan masker dalam jumlah besar.

Menurut pengelola Rumah Produksi Sasambo Bumi Gora L. Darmawan, saat dampak Corona terasa di NTB ada 15 karyawan yang dirumahkan sementara, karena tidak lagi memproduksi batik Sasambo. ‘’Namun, kalau ada rezeki, kita bagi pangan ke karyawan-karyawan ini,”  tuturnya pada Ekbis NTB, Sabtu (11/4/2020).

Saat Ekbis NTB berkunjung ke rumah produksi yang sementara ini dijadikan sentra produksi masker. Ada beberapa pekerja tengah bekerja. Mereka membuat beberapa jenis masker, seperti masker biasa, masker medis, masker aroma terapi hingga masker lapis. Ada juga masker bertulis Lombok yang dikembangkan bersama salah satu rekannya sesama produsen masker. ‘’Standar maskernya sesuai standar yang direkomendasi pemerintah daerah. Se tingkat di bawah masker medis,’’ ujarnya.

Saat ini, katanya, ada puluhan penjahit dilibatkan untuk pembuatan masker. Di mana, bahan dan standar pembuatan masker, tetap menggunakan acuan yang sama. Bahkan, rumah produksi ini menggunakan mesin konveksi berskala besar. Termasuk menggunakan mesin potong kain, sehingga proses pembuatan masker relatif cepat.

Diakuinya, produksi masker pesanan pemerintah daerah sedang dipercepat. Karena saat ini masyarakat sangat butuh masker untuk meminimalisir penularan virus Corona. Sementara, masker yang tersedia di apotek dan ritel-ritel modern sudah tak lagi ditemukan.

Ada salah satu masker yang unik dibuat sentra produksi ini adalah masker aroma terapi. Di bagian moncong masker, dibuatkan semacam kantong kecil seukuran sachet teh. Kantong inilah yang dijadikan tempat bagi isi ulang aroma terapinya.

Ketika pengguna masker ini  menghirup udara. Otomatis, udara yang dihirup akan beraroma. Sesuai aroma selera pengguna. Beberapa aroma yang ditawarkan adalah aroma kopi, serai, daun jeruk, adas, dan puluhan aroma pilihan lainnya.

‘’Masker aroma terapi ini peminatnya banyak. Lebih nyaman bagi pengguna. Aroma bisa diganti-ganti tanpa mengganti masker. 1 refill isi ulang aroma terapi kita hargai Rp1.000.  Refill-nya juga kita yang produksi,’’ kata L. Darmawan.  

Dengan masker aroma ini, menurut L. Darmawan, pengguna yang tadinya asing dengan masker, merasa akan lebih nyaman dan lebih betah menggunakan masker. Sehingga tujuan pencegahan penularan virus yang diharapkan tercapai.

Selain itu, L. Darmawan juga tetap mengharapkan agar bahan baku pembuatan masker tak mengalami kenaikan. Ia berharap pemerintah bisa mengawasi tata kelolanya. Sehingga bahan baku masker tetap tersedia di pasaran dengan harga normal.

Kemudian di Kota Mataram, sejumlah penyandang disabilitas di bawah bimbingan Lombok Disability Center Endris Foundation, juga berkreasi membuat masker dari kain. Bahkan, masker yang dibuat penyandang disabilitas ini sudah disalurkan secara gratis pada warga yang membutuhkan. 

Ketua Endris Foundation Endri Susanto menjelaskan, pembuatan masker ini bertujuan untuk mengantisipasi peyebaran virus Corona atau Covid- 19 melalui udara. ‘’Secara ekonomi kita ingin program atau project ini ditiru oleh semua penjahit di seluruh Indonesia untuk membuat masker yang dapat dikerjakan di dalam ruangan atau rumah tanpa harus berinteraksi dengan dunia luar,’’ ujarnya.

Nantinya, masker yang dibuat ini dapat digunakan untuk diri sendiri, keluarga bahkan dapat menjadi penunjang peningkatan ekonomi tanpa harus berpikir takut beraktivitas di luar. Apalagi, hasil pembuatan masker dapat dijual, karena saat ini banyak masyarakat yang membutuhkan masker. Sementara di satu sisi masker menjadi barang langka pascawabah virus Corona.

Dalam membuat masker ujarnya, pihaknya melibatkan penjahit-penjahit disabilitas untuk. Selain dapat meningkatkan ekonomi mereka, juga menjadi salah satu solusi untuk membantu masyarakat dalam mempermudah mendapatkan masker.
 
Warga binaan Rutan Praya sedang menjahit masker untuk keperluan warga binaan dan pegawai Rutan Praya, Sabtu (11/4/2020)
Di Lombok Tengah (Loteng), sejumlah warga binaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) kelas IIB Praya juga tidak mau ketinggalan untuk ikut berpartisipasi mendukung pemerintah mengatasi kelangkaan masker di tengah-tengah pandemi Covid-19. Mereka membuat masker dari bahan kain dengan skala terbatas, yakni untuk memenuhi kebutuhan masker bagi warga binaan lainnya. Sehingga penyebaran virus Corona di dalam Rutan Praya bisa dicegah.

Bermodalkan dua mesin jahit, enam warga binana Rutan Praya blok wanita silih berganti menjahit masker kain sejak sepekan terakhir. “Sebagian masker hasil tangan warga binaan ini ada yang digunakan oleh warga binaan lainnya. Ada juga yang digunakan oleh para pegawai Rutan Praya,” sebut Kepala Rutan Praya, Jumasih, kepada Ekbis NTB, Sabtu (11/4/2020).

Jumasih mengatakan, dalam sehari warga binaan Rutan Praya blok wanita bisa menghasilkan antara 50 sampai 60 buah masker. Itu pun karena kendala keterbatasan bahan (kain). Jika bahannya banyak, ungkapnya, warga binaan bisa lebih banyak membuat masker. “Tapi karena sementara ini untuk digunakan di sekitar lingkungan Rutan Praya jadi belum bisa buat secara massal. Masih dalam skala terbatas,” terangnya.

Sejumlah pekerja di Desa Selagik Kecamatan Terara Lombok Timur sedang membuat pesanan masker kain. 
Di Lombok Timur (Lotim), penjahit dan IKM konveksi di Desa Selagik Kecamatan Terara Lotim mampu menyediakan 1.000 buah masker per hari. Menurut Kepala Desa Selagik, Kecamatan Terara, Hamdan Firdaus, A.Md, saat ini sudah 20 ribu masker percobaan yang sudah dituntaskan dalam kurun waktu 1 minggu. Itupun berhasil dilakukan menyusul pesanan masker dari Pemda Lotim sebanyak 500 ribu ditambah kepala desa di Lotim masing-masing 1.000 buah.

Untuk merealisasikan pesanan masker ini, Hamdan Firdaus mengatakan jika pemerintah desa memberdayakan seluruh masyarakat setempat terutama yang memiliki mesin jahit maupun yang memiliki keterampilan menjahit. Maka dari itu, dipastikannya bahwa kualitas masker yang diproduksi dari Desa Selagik, cukup aman digunakan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Diakuinya, pemesanan masker ini merupakan angin segar bagi masyarakatnya. Selain melakukan edukasi dan penanganan terhadap Covid-19. Masyarakat yang dianjurkan harus diam di dalam rumah memiliki aktivitas yang dapat menguntungkan bagi masyarakat. Maka dari itu, pihak terus mendorong supaya masyarakat tetap menjaga ketersediaan bahan dan kepercayaan dari konsumen. (Bulkaini/Munakir/Yoni Ariadi/Ekbis NTB)
Share:

Friday 27 March 2020

Langka, Penyandang Disabilitas di Lombok Buat Masker

Kalangan disabilitas di Kota Mataram membuat masker dari kain. Masker dari kain bisa menjadi solusi bagi masyarakat di tengah langkanya masker di pasaran

Di tengah kelangkaan masker di pasaran akibat mewabahnya virus corona tidak membuat penyandang disabilitas di Kota Mataram berhenti berkreasi. Di bawah bimbingan Lombok Disability Center Endris Foundation, penyandang disabilitas ini membuat masker dari kain. Bahkan, masker yang dibuat penyandang disabilitas ini sudah disalurkan secara gratis pada warga yang membutuhkan. 

Ketua Endris Foundation, Endri Susanto dalam siaran pers yang diterima, Minggu (22/3/2020), menjelaskan, pembuatan masker ini bertujuan untuk mengantisipasi peyebaran virus corona atau Covid- 19 melalui udara. ‘’Secara ekonomi kita ingin program atau project ini ditiru oleh semua penjahit di seluruh Indonesia untuk membuat masker yang dapat dikerjakan didalam ruangan atau di rumah tanpa harus berinteraksi dengan dunia luar,’’ ujarnya.

Nantinya, masker yang dibuat sendiri, dapat digunakan untuk diri sendiri, keluarga bahkan dapat menjadi penunjang peningkatan ekonomi tanpa harus berpikir takut beraktivitas di luar. Apalagi, hasil pembuatan masker dapat dijual, karena saat ini banyak masyarakat yang membutuhkan masker, sementara di satu sisi masker menjadi barang langka pascawabah virus corona yang mendunia.

Dalam membuat masker ini, ujarnya, pihaknya melibatkan penjahit-penjahit disabilitas. Selain dapat meningkatkan ekonomi mereka, juga menjadi salah satu solusi untuk membantu masyarakat dalam mempermudah mendapatkan masker. ‘’Program ini sudah kami mulai sejak awal bulan Maret 2020 lalu dengan melibatkan lima orang pejahit difabel, per satu penjahit dapat menghasilkan 50 pcs masker per harinya,’’ terangnya.

Diakuinya, hingga saat ini jumlah produksi yang sudah dihasilkan sebanyak 1.500 pcs masker dengan berbagai model dan jenis. Bahkan, sudah disalurkan secara gratis untuk pasien dan keluarga pasien dampingan Yayasan Endris. Untuk itu, pihaknya menargetkan satu miliar masker dapat diproduksi untuk membantu masyarakat. Pihaknya juga berharap pemerintah juga mengadopsi program ini dengan melibatkan semua penjahit di seluruh Indonesia, sehingga donasi atau bantuan masker dapat lebih banyak untuk masyarakat.

Dicontohkannya, saat ini ada sekitar 2 juta penjahit di Indonesia dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa lebih. Jika semua terlibat maka program ini akan menjadi salah satu solusi bagi masyarakat Indonesia dalam mengatasi ancaman wabah virus corona.

‘’Semangat kami adalah bergotong royong untuk mebuat masker untuk seluruh masyarakat Indonesia, dengan harapan program ini didengar dan diikuti oleh Presiden Republik Indonesia agar melibatkan dan menginstruksikan seluruh penjahit di Indosesia untuk terlibat langsung dalam membantu pemerintah dan masyarakat,’’ tambahnya. (Marham)
Share:

Wednesday 12 February 2020

Ming Muslimin Nilai Komunitas Film di NTB Tumbuh Cepat

Ming Muslimin, Sutradara film asal NTB

Di NTB, komunitas perfilman sudah mulai tumbuh. Dengan skill yang mereka miliki, sejumlah judul-judul film yang layak ditonton telah lahir. Tangan-tangan kreatif kelompok milenial NTB ikut membantu tumbuhnya industri kreatif perfilman di daerah ini. Tinggal pemerintah daerah yang harus merespon kondisi ini agar daya ungkitnya lebih maksimal.  

Ming Muslimin, salah seorang pegiat film asal NTB mengatakan, komunitas film di daerah ini memang tumbuh pesat. Berbeda dengan beberapa tahun lalu yang jumlah komunitasnya sangat sedikit. “Teman-teman yang bergerak lebih dari 400 orang di NTB,” kata Ming Muslimin kepada Ekbis NTB, Minggu (2/2/2020).

Setiap komunitas setidaknya memiliki  basecamp, anggota, kontak person, agenda rutin dan memiliki akun media sosial sebagai sarana berkomunikasi. “Moment yang tepat untuk memajukan industri perfilman karena sudah banyak orang-orang yang terlibat di sana. Kalau secara skill, mereka lumayan,” terang Ming.

Pria yang terjun di bidang perfilman sejak tahun 2005 ini mengatakan, selama ini sudah banyak karya dari pegiat film di NTB yang tampil di festival film, baik dalam negeri maupun luar negeri serta pemutaran di biskop. “ Film teman-teman yang sudah masuk bioskop antara lain judulnya ; Beto Wangsul, Memorabilia, Obituary, Love is Here, Anita, Sepiring Bersama, Melaiq, Joki Kecil dan lainnya,” katanya.

Menurutnya, banyak dari karya-karya yang bagus tersebut justru lahir dari budget yang minim, misalnya dibawah Rp 50 juta per film. Biasanya komunitas yang menggarap satu judul film tersebut akan membawa hasil karyanya ke festival-festival film yang banyak digelar.” Karya yang tak terdetekasi sama pemda ini kadang budget minim,  namun karyanya besar karena sampai luar negeri,” lanjutnya.

Ming mengatakan, memang ada bebarapa film hasil tangan kreatif masyarakat NTB yang sudah bisa diputar di CGV karena memang  CGV selama ini memiliki ruang untuk para komunitas di Indonesia. “Satu bulan itu ada satu slot untuk film hasil garapan komunitas, meskipun berbayar namun ada potongan harganya,” terang pria lulusan S1 dan S2 Jurusan Film dan Televisi di ISI Yogyakarta ini.
Bagaimana dengan dukungan pemda selama ini? Menurut Ming, sejauh ini belum ada perhatian yang besar dari pemerintah. Para pegiat film di NTB memang sangat mengharapkan diberikan kesempatan oleh pemda. Misalnya pemda membuat promosi program kerja melalui film yang dikerjakan oleh para pegiat film dalam daerah.

Menurutnya, ada satu tantangan yang masih dihadapi oleh para pegiat film di NTB yaitu belum fokusnya mereka pada job desk saat pembuatan film. Selama ini film yang digarap dikerjakan sendiri oleh komunitasnya tanpa adanya keterhubungan dengan komunitas lain, padahal produksi film sesungguhnya berjejaring.

“Kawan kawan ini masalahnya mereka semua dikerjakan sendiri-sendiri, karena tidak ada komunikasi lintas komunitas itu. Mereka tidak mengambil orang yang expert misalnya soundman, audioman, penata musik itu beda-beda, penata cahaya, cameramen itu beda, antara produser, lineproduser, production manager itu beda. Jadi kendalanya adalah  belum ada komunikasi lintas komunitas,” katanya.(Zainuddin Syafari/Ekbis BTB) 
Share:

Muhammad Nursandi, Sutradara Film Asal NTB Dukung Pengembangan Film di NTB

Muhammad Nursandi (kanan) sedang memantau pelaksanaan pengambilan gambar oleh kameramen.

PEMAIN dan Sutradara Film Nasional asal NTB Muhammad Nursandi mendukung penuh ide dan gagasan yang dilakukan Dinas Perindustrian (Disperin) NTB untuk mengembangkan industri perfilman di NTB. Jika industri perfilman ini akan dikembangkan membutuhkan keseriusan dari pemerintah, pelaku perfilman hingga masyarakat, sehingga industri perfilman tetap eksis.

Selama ini,  ujarnya, industri perfilman di daerah ini tidak pernah ada perhatian serius oleh pemerintah daerah.  ‘’Kalau toh pun ada. Itu hanya wacana dan sebatas wacana dan tidak pernah kita lihat wujudnya seperti (filmnya) apa dan dukungannya seperti apa (terutama dari sisi dana). Karena persoalan film itu sesungguhnya adalah bagaimana kita produksi ? Ada dana ngak untuk kita buat film itu (produser, red),’’ ujarnya pada Ekbis NTB, Minggu (2/2/2020).

Setelah ada dana, ujarnya, yang harus diperhatikan adalah bagaimana distribusi fim itu sendiri.Menurut sutradara Film Perempuan Sasak Terakhir ini, distribusi tidak hanya sekadar di YouTube, karena semua orang bisa. Dalam hal ini harus ada sentuhan dari pemerintah daerah khususnya Dinas Perindustrian agar film itu mampu mencari dan menemukan pasarnya. Dalam arti, film yang dibuat itu tidak hanya menunggu nasib baik, tapi ada rumusan dasar untuk pendistribusian.

Dalam membuat film, tambah mantan anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB ini, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah penonton. Baginya, keberadaan penonton dalam industri perfilman cukup besar, karena menyangkut masalah biaya. ‘’Adakah penonton kita di NTB? Kalau dua tiga penontonnya untuk apa? Proses produksi film itu mahal itulah yang membuar film-film berkualitas itu tidak berani dibuat karena biaya dan siapa yang akan menonton.Produser-produser besar Jakarta saja sangat berhati hati membuat film kalau tidak penuh dengan perhitungan bisa rugi dan tak kembali modal,’’ ujarnya menggambarkan.

Dicontohkannya, proses produksi film mindstream bukan seperti proses produksi film independent atau sekumpulan anak muda yang euforia lalu membuat film dan mencari pasar dan penontonnya oleh mereka sendiri dan komunitas mereka sendiri yang menonton. Sementara dimaksudkan industri di sini adalah proses produksi yang terjaga dari tahun ke tahun dan lalu pendistribusianya bagus dan penontonnya sudah jelas.

Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam mengembangkan industri film adalah mengidentifikasi siapa sebetulnya pembuat film di NTB (film maker). ‘’Ada ngak kita punya sutradara film? Ada ngak kita punya penulis skenario? Ada ngak kita punya penata artistik? Ada ngak kita punya editor film yang paham teori film tidak hanya sekedar memotong gambar, tapi lebih dari itu dia memahami filosofi gambar. Ada ngak kita punya sound man, penata suara film dan memahami sound film ?’’ tanyanya.

Menurutnya, jika hanya orang yang hanya sekedar bisa merekam cukup banyak di NTB. Namun, yang menjadi pertanyaan, apa setelah merekam sudah sesuai apa ngak dengan proses produksi film. Begitu juga dengan penata musik film, bukan hanya sekedar main musik saja, karena orang yang main musik di NTB cukup banyak, tapi yang memahami musik film cukup langka. ‘’Di sini maaf-maaf saja tidak hanya sekedar ingin punya niat baik, tapi memang harus betul betul dipahami bahwa kita memiliki talenta talenta yang saya sebut di atas. Dan paling penting adalah ada tidak produser kita di daerah ini yang mau menanamkan uangnya untuk bikin film?’’ tanyanya lagi.

Alumnus Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta ini mencontohkan, waktu dirinya membuat sebuah film serius, yakni ‘’Perempuan Sasak Terakhir’’. Waktu pembuatan film itu, ujarnya, semua kru inti dari Jakarta. Sementara, yang mengangkat rol kabel, angkat lampu, sopir kendaraan adalah orang-orang lokal. Meski dirinya tidak tertarik menyebut orang lokal atau orang nasional, menurutnya, adalah sejauh mana kemampuan bersaing secara pribadi ke pribadi.

‘Dan saya juga tidak setuju ada film lokal atau film nasional. Yang ada adalah film-film yang dibuat oleh film maker ,dia mampu bersaing apa tidak? Lalu apa yang disebut film lokal apakah film yang dibuat di daerah itu yang disebut film lokal, lalu film yang dibuat di Jakarta itu yang disebut film nasional. Saya pikir tidak begitu dan jangan sampai kita membenarkan kalimat ini. Yang ada adalah orang mampu bersaing atau tidak,’’ ujarnya.

Meski demikian, dirinya bersedia berbagi ilmu pengetahuan pada generasi muda di NTB yang ingin mengenal dunia perfilman. Apalagi, ujarnya, dunia film ini sangat dekat dengan kehidupan sekaligus juga sangat jauh. ‘’Kenapa saya menyebutnya demikan ,dia dekat karena hampir semua proses hidup kita ini dipengaruhi oleh tontonan dalam hal ini film atau sinetron. Kenapa saya menyebutnya jauh? Karena kita tidak tahu bagimana proses produksinya. Yang kita tahu adalah bagaimana menjadi penonton yang baik. Tapi kita tak pernah berpikir bagaimana mencipta,’’ terangnya. (Marham)
Share:

NTB Cocok untuk Lokasi Syuting Film Hollywood

Film Perempuan Sasak Terakhir, karya Muhammad Nursandi. 

Pemprov NTB melalui Dinas Perindustrian (Disperin) NTB sedang merintis untuk menggairahkan industri perfilman lokal. Para pegiat industri kreatif ini disiapkan wadah dan akan didukung pemerintah daerah. Pemerintah daerah memandang simpul-simpul untuk mengembangkan potensi ini cukup banyak, yakni teater, vlogger dan lainnya.

NTB memiliki studio alam yang sangat luar biasa. Alam pegunungan, hutan, pantai yang indah serta peninggalan bersejarah sangat cocok dijadikan studio alam. Jika ingin memproduksi sebuah film dengan latar belakang yang berbeda-beda, maka production house (PH) bisa memindahkan lokasi syuting dengan cepat sesuai dengan tuntutan skenario. Bahkan, latar belakang syuting film yang biasa dipergunakan sineas Hollywood saja ada di NTB, yakni di Sekotong Lombok Barat. Itu artinya, kalau ada produser film yang ingin memproduksi film-film bergenre apapun, bisa dilakukan di Lombok atau di Pulau Sumbawa tanpa harus membangun studio .

Hal inilah menurut pemain dan sutradara film asal NTB Muhammad Nursandi yang mesti disyukuri. Jika berkaca pada upaya yang dilakukan di Hollywood di Amerika Serikat, ujarnya, praktisi film yang ada di Negara Paman Sam itu membangun studio untuk syuting berbagai jenis genre film. Artinya di studio itu mereka membangun properti untuk keperluan syuting 1 film sesuai genre filmnya. Sementara kalau di Pulau Lombok, tambahnya, sangat pas untuk dijadikan studio alam dalam proses produksi film.

‘’Alasannya, kemana-mana dekat ,mau ke pantai dekat, mau ke gunung dekat, mau ke hutan dekat mau background-nya seperti Texas ada, datang aja ke Sekotong atau di Lombok Timur bagian selatan,’’ tuturnya pada Ekbis NTB, Minggu (2/2/2020).

Untuk itu, jika ingin mengembangkan industri perfilman di NTB, dibutuhkan keseriusan dari pemerintah daerah, sehingga bisa menjadi bagian untuk mengembangkan kreativitas dari masyarakat yang ada di daerah ini. Apalagi, ujarnya, potensi pemain yang ada di NTB tidak perlu diragukan lagi, karena  banyak punya orang yang memiliki talenta untuk menjadi bintang film.

‘’Tapi selama ini kan wadahnya yang ngak jelas ada. Banyak sekali kita punya, tinggal buka casting saya yakin banyak orang yang akan datang untuk minta di tes casting, tapi siap ngak kita? Ada ngak film yang akan kita buat? Ada ngak produser film kita,’’ ujarnya.

Meski demikian, tambahnya, dalam pengembangan tidaklah mudah. Banyak kendala yang dihadapi. Selain masalah dana, kendala yang dihadapi adalah sumber daya manusia (SDM), terutama orang yang betul-betul paham dan punya ilmu di dunia film. Jangan sampai dalam mengembangkan film euforia sesaat dan tidak lama bergelut di dunia film.

‘’Selebihnya itukan anak-anak euforia yang sesaat. Ketika mereka rugi ya meraka tobat untuk berekspresi.  Yang saya inginkan atau harapkan itu adalah orang yang punya ilmu di bidang pembuat film dan tahu arti kesetiaan dalam berproses. Kalau dalam bahasa Sasak bukan yang lentang lentur,anget anget tain manuq. Tetapi yang betul betul mendedikasikan dirinya pada dunia film itu yang kita mau cari dan itu yang kita butuhkan,’’ terangnya.
Pengambilan gambar film, karya sutradara asal NTB Ming Muslimin.
Sebagai pemain dan sutradara film, hingga saat ini dirinya belum menemukan pemain film bintang dari NTB. Namun,  kalau hanya film independen saya, dirinya yakin banyak, tapi masih belum teruji, terutama dalam proses pembuatan filmnya. ‘’Tapi kalau bicara potensi ada banyak yang memiliki potensi. Tapi sekarang bagaimana industrinya di NTB saja ngak ada. Ini kan hanya baru sebatas wacana belum ada tindakan dan belum dirumuskan seperti apa konsepnya,’’ ujarnya.

Pada bagian lain, Hanafi, salah satu Vlogger yang sejak 2018 mulai tertarik berkecimpung di dunia vlog menyebut, potensi SDM lokal sebetulnya sama saja. jika pemerintah ingin menggarapnya, tinggal diwadahi para vlogger yang ada untuk berkreasi. “Vlogger lokal sudah mulai muncul. Tapi masih jalan sendiri-sendiri. Kalau diakomodir, pastinya akan terkumpul,” katanya.

Hanafi sejak 2018 memulai debutnya dengan membuat vlog khusus event budaya peresean. Di kalangan komunitas peresean, Hanafi bukan orang asing. Setiap event peresean, ia selalu siarkan langsung melalui channelnya di YouTube.

‘’Channel saya pernah di-hack (hacker) oleh hacker (diduga dari) Jepang. Baru beberapa bulan ini buat channel lagi di YouTube, kontennya tetap sama, ngangkat peresean,’’ jelas Hanafi.

Menurutnya, menjadi vlogger butuh kreativitas dan kepekaan mengangkat konten. Di NTB, tambahnya, sangat banyak konten yang berkaitan dengan pariwisata yang bisa diangkat oleh para vlogger.  Apalagi upaya untuk berkreasi ini membutuhkan modalnya yang tidak besar. Yang penting cara berkomunikasinya di kamera baik, apalagi saat ini sudah didukung oleh ponsel-ponsel canggih untuk menjadi vlogger. ‘’Tinggal kalau pemerintah serius menggarap vlogger ini, buatkanlah kompetisi-kompetisi agar makin berkembang di daerah,’’ sarannya.

Meski demikian, ujarnya, kompetisi dimaksudkan harus profesional. Pihaknya tidak ingin, kompetisi tersebut sebagai ajang formalitas untuk kepentingan kelompok dan golongan tertentu saja. Dengan intervensi pemerintah daerah, kata Hanafi, ada ruang bagi vlogger lebih dikenal.

“Saat ini pendapatan masih dari Google saja. Kalau pemerintah turut mengorbitkan dari pembinaan yang dilakukan, mungkin akan lebih banyak pihak swasta yang tertarik untuk endorse dan menambah pendapatan selain dari Google,” demikian sarjana lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram ini

Vlogging (istilah para vlogger membuat vlognya) secara umum dideskripsikan sebagai sebuah kegiatan biasanya dilakukan dengan berbicara di depan kamera menceritakan tentang sesuatu yang ia suka, berbicara berbagai tips, berbagi apapun yang ada di dalam pikiran, montase, bahkan ada pula yang membuat klip seperti film.

Sekarang ini, vlogger biasanya membuat vlog secara regular, harian, mingguan atau bahkan bulanan. Ada pula istilah take-a-long vlogging yang berarti vlogger yang menceritakan kesehariannya dalam durasi yang panjang, seperti pergi ke mall, kemudian mengendarai sepeda motor, lalu, pulang ke rumah dan tidur yang dimuat dalam sebuah video.   (Marham/Bulkaini/Ekbis NTB)

Share:

Tuesday 10 December 2019

Jelang MotoGP, Industri Kreatif di Loteng Mulai Siapkan Suvenir

Salah satu sketsa kreasi perajin di Loteng menyambut gelaran MotoGP 2021.  

Perajin perak di Desa Ungga Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) mulai tertarik untuk membuat aneka suvenir untuk menyambut event MotoGP di Sirkuit Mandalika tahun 2021 mendatang. Salah satu desain yang ingin dibuat antara lain berupa miniatur pembalap yang sedang berlaga, ikon MotoGP dan lainnya.

Farid Rizki, salah seorang perajin perak di Desa Ungga kepada Ekbis NTB mengatakan, para perajin sudah mendapatkan pelatihan dari Pemda Loteng terkait dengan pentingnya menyambut event MotoGP dengan produk suvenir yang bagus. Namun demikian, pihaknya masih khawatir soal hak paten desain yang dimiliki oleh Dorna Sports. Karena itulah para perajin masih menunggu kejelasan soal hak paten itu dari pemerintah pusat dan Dorna.

"Kita sudah punya desain suvenir untuk MotoGP ini. Namun orang Kementerian bilang kita tanyakan dulu ke Dorna apakah kita diizinkan membuat miniatur MotoGP atau tidak, karena jangan sampai kita bermasalah di sana," terangnya.


Farid mengatakan, setidaknya ada tiga desain yang akan dibuat menjadi suvenir oleh para perajin perak di Ungga misalnya untuk bros, mainan kunci dan kalung. Desain tersebut masih dalam bentuk gambar di atas kertas, namun sudah siap dituangkan dalam karya jika sudah ada kejelasan soal izin dan lain sebagainya.

Soal kesiapan para perajin di Desa Ungga, Farid mengatakan, para perajin selalu siap untuk membuat produk produk yang akan direspon oleh pasar.  Terlebih kemampuan dasar untuk membuat aneka kerajinan tangan dari perak, kuningan atau tembaga sudah bagus. Yang pasti desain, ukuran dan soal izin dari yang punya hak paten harus sudah tidak ada masalah lagi. 

Selanjutnya, para perajin akan memikirkan soal materi utama untuk membuat suvenir tersebut sebagai dasar menentukan harga produk. Misalnya perak murni dengan perak yang dicampur dengan kuningan atau tembaga.

" Bisa saja nanti kita buat dari kuningan dan tembaga, namun kita sepuh dengan perak. Yang pasti kita ingin menyambut event MotoGP ini dengan produk suvenir yang bisa dibeli oleh wisatawan," terangnya.

DISPERINDAG LOTENG BERIKAN PELATIHAN PADA PERAJIN

Sementara Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) sudah melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas produk industri kreatif di Loteng guna menghadapi perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dan MotoGP 2021. Namun pelatihan yang dilakukan masih terbatas yaitu dengan menyasar pengerajin perak di Desa Ungga, Kecamatan Praya Barat.
Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Loteng Hj. Baiq Enny Mardiana, SH, MM.,

Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Loteng Hj. Baiq Enny Mardiana, SH, MM., mengatakan, pelatihan untuk meningkatkan kualitas produk suvenir atau cinderamata ini dipandang sangat penting karena produk dari kerajinan perak bisa menjadi salah satu produk andalan untuk wisatawan yang datang ke daerah ini.

Apalagi dengan hadirnya MotoGP tahun 2021, para perajin suvenir di sana bisa membuat suvenir dengan aneka bentuk para pembalap atau dengan meniru kendaraan yang berlaga di MotoGP. Industri kreatif seperti ini sangat dibutuhkan untuk menjawab respons pasar yang semakin luas.

“Kita tetap lakukan peningkatan mutu serta kualitasnya. Terlebih kita sudah dapat predikat juara untuk desain mutu dan desain perak, kita juara nasional tahun 2017 lalu. Kita sekarang galakkan untuk meningkatkan kualitas-kualitas IKM kita ini untuk menopang dari keberadaan KEK Mandalika,” kata Baiq Enny.

Ia mengatakan, event bergensi seperti MotoGP adalah sebuah momentum yang sangat baik bagi seluruh pelaku IKM di Loteng khususnya agar bisa mengambil peran untuk meningkatkan hasil penjualan produk mereka. Para pelaku IKM bisa menjual produk mereka tak hanya secara offline, namun juga secara online, karena potensi penjualan secara digital dipandang terus mengalami tren peningkatan.

Secara umum, Disperindag Loteng akan memilih sekitar 60 IKM agar bisa masuk di e-commerce tingkat nasional. Tidak hanya e-commerce yang memiliki pasar dalam negeri, namun  e-commerce yang memiliki jaringan dunia seperti Alibaba juga akan dibidik agar IKM yang bisa masuk ke sana. “ Untuk pasar internasional ada tujuh IKM yang akan kita siapkan di tahun 2020 agar bisa masuk ke Alibaba,” terangnya. (Zainudin/Ekbis NTB)

Share:

Siapkah Perajin di NTB Manfaatkan Momentum MotoGP

Kondisi Pasar Seni Sesela Gunungsari Lombok Barat yang sepi dari pembeli. Akibat sepinya wisatawan membuat perajin belum bisa berkreasi membuat suvenir untuk MotoGP.
Pelaksanaan MotoGP di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika tahun 2021 mendatang sudah menggema. Apalagi Sabtu (23/11/2019),  telah dilaksanakan pra-launching MotoGP Mandalika di Jakarta. Bahkan, penjualan tiket juga telah dibuka secara online. Lalu, seperti apa kesiapan masyarakat, khususnya peranjin dalam menyambut momentum ini?

Minggu (8/12/2019) siang, suasana di Pasar Seni Sesela Kecamatan Gunungsari Lombok Barat (Lobar) tampak sepi. Sejumlah pemilik artshop memilih duduk di berugak yang ada di bagian depan. Mereka menunggu mobil bus atau minibus datang membawa tamu-tamu mancanegara atau nusantara untuk berbelanja.

Sementara di bagian dalam, sebagian pemilik artshop memilih tidak membuka usahanya. Di bagian aula berjejer beragam seni kerajinan di etalase kaca. Ada pula beberapa kerajinan berupa patung kuda dan kerajinan lain yang diletakkan di bagian atas etalase.

Jika beberapa tahun sebelumnya, selalu ada perajin di tempat ini yang membuat berbagai macam kerajinan, seperti cukli, patung hingga hiasan dinding. Namun, semenjak beberapa bulan terakhir, para perajin lebih memilih tidak membuat kerajinan.  ‘’Sudah berbagai macam upaya kami lakukan agar bisa bertahan. Tapi, beginilah tamu sepi,’’ ujar Dul, pemilik Kenzu Artshop Sesela.

Dul tahu pada Minggu ini ada kapal pesiar singgah di Pelabuhan Gili Mas, Lembar. Namun, karena tidak memiliki kesepakatan dengan pemandu wisata dan travel yang membawa tamu, ia bersama pemilik artshop di Sesela hanya bisa menjadi penonton. Meski demikian, besar harapannya, tamu-tamu kapal pesiar mau datang singgah di artshop yang ada di Sesela.

Untuk itu, ujarnya, kondisi perajin artshop di Sesela – khususnya dan Lombok Barat umumnya yang sepi pengunjung, menjadikan dirinya belum terlalu berpikir untuk membuat suvenir bagi para penonton MotoGP di KEK Mandalika. Bagi para perajin, sekarang ini adalah bagaimana caranya bisa bertahan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurutnya, jika kunjungan wisatawan ke Pasar Seni Sesela meningkat, maka perajin bisa berkreativitas. Termasuk, dalam mengantisipasi event MotoGP di Lombok Tengah. Mereka akan menyiapkan suvenir untuk oleh-oleh khas Lombok terkait MotoGP.

MotoGP Lombok
Diakuinya, dalam memasarkan kerajinan di Pasar Seni Sesela dilakukan dengan berbagai cara. Seperti menyebar brosur, promosi ke beberapa daerah hingga mempromosikan lewat media sosial. Namun, kunjungan wisatawan ke Pasar Seni Sesela masih saja sepi.

‘’Termasuk kita adakan pementasan peresean dengan mengundang travel agent. Tapi karena sudah keseringan, wisatawan tetap sepi dan yang nonton adalah sebagian besar warga kita sendiri, sehingga berhenti kita gelar,’’ akunya.

Untuk itu, pihaknya mengharapkan pemerintah segera bertindak agar nasib perajin di sejumlah sentra kerajinan tidak semakin rugi. Paling tidak, ada kebijakan pemerintah mengatasi persoalan yang dihadapi perajin, khususnya adanya persamaan harga terhadap hasil kerajinan yang dijual. Diakuinya, masalah harga dan komisi bagi pemandu wisata perlu segera dituntaskan, sehingga perajin dan sentra-sentra produksi kerajinan tetap eksis berkarya. Jangan sampai, karena minim memberikan komisi pada pemandu wisata, tidak mau mengajak tamu untuk singgah di Pasar Seni Sesela.

Pendapat senada disampaikan Ketua Pasar Seni Sesela Fathul Anwar. Diakuinya, belum ada persiapan apapun para perajin, terutama di Sesela yang menjadi pusat industri kerajinan. Meskipun mereka sudah tahu tentang MotoGP yang akan digelar di Lombok, Indonesia.

Perajin memiliki peluang membuat suvenir atau cinderamata MotoGP. Menurut Atta – sapaan akrabnya, untuk menghasilkan kerajinan – kerajinan kecil seperti itu tak rumit. “Cepat membuat suvenir yang begitu. Cuma banyak yang harus dipersiapkan,” katanya belum lama ini.

Ada beberapa bintang lintasan yang namanya saat ini sangat familiar. Misalnya Valentino Rossi, lalu Mark Marquez. Tahun 2021 mendatang, bukan tidak mungkin ada bintang-bintang lintasan baru yang akan muncul. ‘’Kita juga masih menunggu itu sebagai ikon untuk membuat suvenir,” jelas Atta.

Perajin juga punya keinginan besar untuk memanfaatkan momen besar yang akan dilaksanakan di KEK Mandalika. Pengalaman sebelumnya, event nasional Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke – 27 tahun 2016 lalu, perajin juga dilibatkan. Beberapa jenis kerajinan untuk suvenir yang dibuat misalnya rehan (dudukan Al Qur’an), kerajinan cukli, termasuk kaos Lombok. Atau produk-produk yang gampang dibawa.

Meski begitu, ada juga kekhawatiran perajin lokal akan kehilangan kesempatan. Kekhawatiran mereka, pengusaha-pengusaha luar yang memproduksi dan memasok suvenir dengan brand Lombok. Karena itu, mereka menunggu gerak pemerintah daerah. Mulai dari Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan OPD terkait lainnya. ‘’Bagaimana membina, menyadarkan para perajin apa langkah-langkah yang sedikit gemilang revolusioner ke teman-teman ini. agar jangan sampai tertinggal terlalu jauh,’’ ujarnya.

Perajin menunggu arahan dari pemerintah daerah. Bagaimanapun tidak bisa di pungkiri pengaruh pengusaha-pengusaha besar yang mendominasi secara modal, dan teknologi. Kekhawatiran ini diharapkan pemerintah juga hadir melakukan pendampingan untuk bersaing merebut peluang yang telah ada di depan mata.

Persiapan perajin masih normatif. Para perajin juga banyak yang belum recovery secara total. Mental dan finansial. Karena itu butuh sentuhan dua kali lebih kuat dari yang biasanya agar terarah ke jalan keluar menghadapi pasar yang demikian besar. ‘’MotoGP ini ibarat menghadapi perang besar. Tidak bisa dengan senjata-senjata sederhana menghadapinya,’’ demikian Atta mengibaratkan peluang pasar 2021.

Kondisi serupa juga di Pasar Seni Sayang-Sayang Kota Mataram. Event MotoGP di KEK Mandalika Lombok Tengah seolah-olah menjadi  milik bagi perajin yang ada di Lombok Tengah. Para perajin yang ada di tempat ini untuk sementara masih memajang kerajinan khas lokal, seperti kerajinan dari batok kelapa, cukli, gelang, kalung dan lainnya. Belum ada artshop yang memajang kerajinan untuk menyambut pagelaran MotoGP di KEK Mandalika.

Salah seorang pengelola artshop mengaku, belum tertarik memajang oleh-oleh khas MotoGP, karena beranggapan MotoGP tidak digelar di Kota Mataram atau Lombok Barat. ‘’Itu kan lokasinya di Lombok Tengah, paling-paling perajin yang ada di sana yang buat,’’ jawab salah satu penunggu artshop yang tidak mau dikorankan namanya dengan enteng.

Sekarang ini yang ditunggu perajin, katanya, adalah tamu yang datang berkunjung dan membelanjakan uang untuk membeli oleh-oleh di Pasar Seni Sayang-Sayang. Apalagi, katanya, akhir bulan Desember ini merupakan waktu libur Natal dan Tahun Baru, sehingga kunjungan wisatawan yang datang berbelanja sangat diharapkan. (Marham)
Share:

Friday 15 November 2019

Remajakan Tanaman Kakao Petani Gitak Demung Lombok Utara Belajar Otodidak dari Internet

Ali Akbar, salah satu petani kakao di Lombok Utara sedang meremajakan pohon kakao dengan teknik yang dipelajari dari internet.

Kakao milik petani di Dusun Gitak Demung, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, kebanyakan berusia tua. Untuk meremajakannya, petani memerlukan inovasi. Menyadari pendampingan instansi yang minim, petani pun memilih belajar otodidak dari internet.

SEPERTI yang dilakukan petani kakao, Ali Akbar. Kakao-kakao tua itu dipangkas. Batang utama dipotong dengan sisa batang antara 50 cm - 1 meter.  Batang tua itu kemudian disambung dengan teknik okulasi. Teknik sambung pucuk itu ternyata berhasil. Hingga sekarang, hampir sebagian besar kakao di atas 2,5 hektar areal milik Ali berganti dengan pohon baru.

Teknik sambung pada kakao, diadopsi petani dari akulasi pada kopi. Teknik inilah yang ikut memajukan produksi kopi di sebagian besar wilayah Genggelang. Genggelang patut dijuluki sebagai desa penyangga komoditas perkebunan di Lombok Utara.

"Umur kakao di atas 20 tahun, rata-rata sudah sangat. Dulunya kakao masuk melalui program P2WK saat pertama kali kakao datang ke Genggelang," ungkap Ali, Kamis (14/11/2019).

Pada tanaman kakao, terdapat rumus baku. Bahwa semakin muda batang dan ranting, produksi akan semakin melimpah. Berangkat dari itulah, Ali memberanikan diri memangkas kakao.

Bahkan lahan milik Ali, kerap dilirik sebagai lokasi demplot penelitian para peneliti perguruan tinggi. Namun bukan Ali saja yang meremajakan kakao dengan teknik sambung. "Kami belajar otodidak dari YouTube, tanpa dampingan. Awal mula menyambung sekitar 2015, dan menjadi tren mulai 2017. Dari 10 petani, sekitar 6 orang sudah mulai menyambung," akunya.

Petani Dusun Gitak Demung, kebanyakan banyak belajar dari konsep try and error. Cara ini dilakukan pula pada durian. Petani setempat banyak melakukan uji coba dengan varietas baru. Bahkan tidak jarang dari mereka yang berani membeli dan mendatangkan varietas (pucuk) durian jenis baru untuk disambung dengan durian lokal.

Jauh sebelum Kampung Cokelat berdiri, sudah ada beberapa petani yang mulai berinovasi secara mandiri. Tetapi usaha mereka tidak banyak diekspose.  "Awal menyambung, saya sampai dikatakan gila karena memangkas dengan cara berbeda. Petani umum potong atas, tapi saya coba potong pokok menyisakan 10-15 cm," sambungnya.

Dengan teknis sambung batang, petani setidaknya harus menunggu sampai 2 tahun sampai pokok baru mulai berbuah. Selama itu, petani harus menyiapkan cadangan. Tetapi bagi petani, lahan tumpang sari dengan pisang, kelapa dan vanili menjadi penolong selama kakao tidak berproduksi.

Petani Gitak Demung umumnya kesulitan dengan obat-obatan pertanian. Harga obat mahal menjadi salah satu faktor yang mendorong petani menerapkan pengelolaan budidaya secara organik. Misalnya, untuk menjaga buah kakao dari hama helopeltis, mereka memanfaatkan dedaunan yang difermentasi untuk disemprotkan pada buah.

"Rata-rata petani Genggelang sudah lancar mengendalikan hama, kendala utama sampai sekarang adalah pemasaran hasil produksi. Kakao paling mahal dihargai Rp 21.000. Harga beli tertinggi sekitar Rp29 ribu per kg, itu terjadi sekitar tahun 2000-an," imbuhnya.

Petani di lingkaran pengepul seolah menjadi pemandangan jamak yang ditemui. Pemda KLU sejatinya diharapkan menyiapkan "bapak angkat" yang menyerap bahan baku dengan harga bersaing. Jika perlu, melalui BUMD/BUMDes. (Johari/Lombok Utara)
Share:

Wednesday 14 August 2019

Hj. Mufidah Jusuf Kalla Ajak Dekranasda NTB dan UMKM Tingkatkan Kreativitas.

Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Hj. Mufidah Jusuf Kalla saat melihat hasil produksi ketak Lombok saat meresmikan Kantor Dekranasda NTB, Rabu (14/8/2019)

Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Hj. Mufidah Jusuf Kalla, mengajak segenap jajaran Dekranasda NTB untuk terus melakukan upaya pembinaan dan pengembangan usaha pengrajin.  Sekaligus juga membantu UMKM pengrajin mengatasi berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapinya. Termasuk membantu dalam hal promosi dan pemasaran.

Karenanya istri Wakil Presiden Jusuf Kala, yang lebih dikenal RI 4 itu, sangat mengapresiasi Dekranas Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), yang telah membangun Balai Kriya di Kantor Dekranasda, sebagai wahana menjalankan kegiatan-kegiatan di daerah.

Saat meresmikan Kantor Dekranasda NTB di Jalan Langko Mataram, Rabu (14/8-2019), Hj.Mufidah menegaskan bahwa keberadaan Balai Kriya tersebut membuktikan keseriusan Dekranasda NTB dalam menjalankan tugasnya.

"Kita ketahui bahwa industri kerajinan kriya merupakan bagian dari ekonomi kreatif, yang pertumbuhannya sangat cepat hampir di seluruh pelosok tanah air, tidak terkecuali di NTB yang memiliki potensi sangat besar,” ungkapnya.

Istri Wakil Presiden H. M. Jusuf Kalla menyebut ketatnya persaingan di tingkat regional maupun internasional memerlukan upaya-upaya nyata, untuk mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM) Pengrajin, agar lebih giat sehingga mampu bersaing di pasaran. Sehingga menurutnya sangat diperlukan sinergi dari berbagai pihak, untuk melakukan upaya pembinaan dan pengembangan usaha pengrajin, dalam mengatasi berbagai kelemahan dan permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin,” ujarnya.

Hj. Mufidah berharap, Kantor Dekranasda NTB yang baru diresmikan dapat sekaligus sebagai galeri, untuk membantu pemasaran hasil produk UKM dan dapat menunjang sektor pariwisata, khususnya dalam penyediaan souvenir.
“Dengan mengikuti trend pasar yang sedang berlaku, dapat pula dengan membuka website yang telah dimiliki oleh Dekranasda. Tidak kalah pentingnya juga, agar Dekranasda NTB memanfaatkan pemasaran online, baik secara mandiri atau melalui market place seperti buka lapak, shopee, dan lainnya,” pungkasnya.

Di tempat yang sama, Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah menyampaikan selamat datang dan terima kasih, kepada Ketua Umum Dekranas karena telah mengunjungi NTB.  “Mudah-mudahan ibu memberikan inspirasi dan semangat baru bagi di NTB, untuk kerja lebih maksimal lagi dan menyongsong masa depan yang lebih baik” ucap Gubernur.

Sementara Ketua Umum Dekranasda NTB Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah, dalam laporannya memaparkan khazanah budaya dari dua pulau di NTB. Di mana disampaikan beberapa hal yang menjadi kebanggaan NTB, seperti hasil tenun khas Suku Sasak Lombok, Samawa, dan tenunan khas Mbojo.

“Kami sangat membutuhkan bantuan, bimbingan, dan arahan dari Pusat agar tenun NTB bisa sejajar dengan tenun lain, dan diterima di berbagai kalangan” ungkapnya.

Lebih jauh Hj. Niken menyampaikan bahwa menyikapi NTB pasca diguncang gempa beruntun, pihak Dekranasda NTB melakukan recovery beberapa UKM dan membantu mempromosikan hasil karya UKM, baik di dalam maupun di luar negeri.

“Kami tetap membuat berbagai kegiatan pameran, sekali di Dubai yang berkenaan dengan Lombok-Sumbawa Recovery Night, di Malaysia, dan rencananya dalam bulan Agustus nanti, ada undangan dari Konjen RI di Darwin dan di Perth” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, Hj. Mufidah Jusuf Kalla memberikan bantuan stimulan kepada pelaku industri kreatif, yang terdampak gempa bumi di Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Timur. (Marham/Diskominfotik NTB)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive