Be Your Inspiration

Friday 29 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 9)



Di perbatasan Desa Darmaji dan Pengadang, tiga penunggang kuda sedang beristirahat di tepi sungai. Mereka duduk di antara bebatuan yang biasa dijadikan sebagai tempat duduk oleh para penggembara.

"Meton. Hari sudah mulai gelap. Kita istirahat di sini atau langsung menuju ke ibukota kerajaan," ujar Dabok membuka percakapan.

"Ya, kalau saya sih lebih baik kita langsung saja. Saya khawatir, ada orang jahat yang mengganggu kita selama istirahat di sini," jawab Putri Faradila dengan tetap beraksen laki-laki.

Share:

Bekas Tambang Newmont Minahasa Raya Diubah Jadi Kebun Raya



JADI HUTAN - Inilah bekas tambang PTNMR yang sudah berubah. 
Kawasan yang dulu banyak bangunan dan aktivitas lalu lalang 
kendaraan berat sudah berubah menjadi hutan belantara

Operasional PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) sudah ditutup 2004 silam. Lokasi tambang yang ada di Kabupaten Minahasa Tenggara Sulawesi Utara ini kini sudah tidak terlihat lagi. Pusat pengolahan, kamp bagi pekerja, pipa-pipa yang dulu menunjukkan ada aktivitas tambang sudah berubah kembali menjadi hutan.  

Burung-burung maupun binatang yang dulu mengungsi akibat
pertambangan sudah kembali. Malahan bekas lokasi tambang menjadi tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi dari Australia ke daratan Asia dan sebaliknya.  

Tidak hanya itu, perusahaan tambang emas yang beroperasi sangat singkat ini, yakni sejak tahun 1996 hingga 2004 ini, di tahun 2015 kini sudah mulai mengembalikan area pinjam pakai pada pemerintah. 

Mereka menjadi perusahaan tambang pertama yang mengembalikan area pinjam pakai pada pemerintah. Malahan, area pinjam pakai yang dikembalikan pada pemerintah sesuai dengan foto satelit terbaru jauh lebih baik ketika sebelum dipinjam.

Menurut Presiden Direktur PT. NMR David Sompie, pihaknya sudah lama ingin mengembalikan area pinjam pakai. Namun, belum siapnya pemerintah daerah mengelola kawasan yang cukup luas, yakni 400 hektar dengan luas lahan yang direklamasi 221 hektar membuat PTNMR masih tetap bertahan. "Pemerintah daerah masih meminta PTNMR tetap sampai mereka siap," tuturnya saat menerima rombongan wartawan dari NTB, akhir pekan lalu.  


Tidak hanya itu, pihaknya ingin menunjukkan pada semua orang, jika perusahaan tambang yang sudah tutup tidak akan membuat kota di sekitarnya mati. Dalam hal ini, meski tambang ditutup, perekonomian kota dan masyarakat di sekitarnya semakin bagus. Malahan, bekas tambang bisa dijadikan sebagai sebuah destinasi baru dan mampu menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD).  

Atas dasar itulah, Pemda Minahasa Tenggara dan PTNMR akan menjadikan bekas tambang sebagai kebun raya. Malahan, Bupati Minahasa Tenggara James Sumendap, SH, sudah bertemu dengan pihak Kebun Raya Bogor membahas rencana pengembangan bekas lokasi tambang jadi kebun raya.  

Jika ini terealisasi, ujarnya, maka bekas tambang PTNMR menjadi satu-satunya kebun raya yang dibangun dari bekas tambang. Ini artinya, persepsi banyak orang jika daerah bekas tambang akan jadi kota mati atau kota hantu tidak terbukti.

‘’Isu jadi kota hantu setelah tidak ada tambang tidak sepenuhnya benar. Karena sudah ada pemekaran wilayah, tingkat perekonomian meningkat dan kota ini tidak akan jadi kota hantu seperti dikhawatirkan,’’ terangnya.

Meski demikian, ujarnya, dalam membangun sebuah kebun raya membutuhkan waktu lama. Untuk itu, pihaknya komit mendampingi Pemkab Minahasa Tenggara dalam menjadikan daerah bekas tambang menjadi kebun raya. Pihaknya mengklaim penutupan area pertambangan itu menjadi salah satu contoh kesuksesan pemulihan alam pasca-pertambangan yang dilakukan melalui program terpadu yang melibatkan berbagai pihak.

Sementara Manager Environmental PTNMR Jerry Kojansow, menegaskan komitmen pihaknya dalam mereklamasi daerah bekas tambang. Bergelut selama 20 tahun, Jerry bersama tim berusaha menjadikan kawasan yang dulunya banyak disangsikan bisa berkembang menjadi daerah destinasi wisata baru.  


Kawasan yang dulu gundul kini telah menghijau dengan pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi. Habitat burung dan hewan lainnya telah kembali ke kawasan ini. Begitu juga di laut, pihaknya ikut membantu konservasi hayati laut, seperti terumbu karang dan perhatian pada nelayan. Malahan, pihaknya sudah memasang 3.000 reef ball (terumbu karang buatan) di Teluk Totok, Kecamatan Ratatotok Minahasa Tenggara.

Menurutnya, Teluk Totok yang letaknya bersebelahan dengan Teluk Buyat cocok dikembangkan untuk wisata snorkeling dan diving, karena di perairan tersebut terdapat sekitar 26 famili, 72 genera, 150 spesies dan 9.006 individu ikan yang hidup pada terumbu karang buatan. Untuk itu, pihaknya berharap apa yang dilakukan PTNMR mampu memberikan kontribusi besar bagi daerah, khususnya dalam mengembangkan kebun raya dan pariwisata buatan di sepanjang pantai di Minahasa Tenggara. (Marham)
Share:

Thursday 28 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 8)

Seolah-olah tak ada masalah, Dabok bertanya pada Putri Faradila dan Kacek soal tujuan keduanya. "Oh ya, kalian mau kemana?"

"Kami hanya sekadar mampir makan. Tidak mau kemana-mana?" jawab Kacek.

"Saya pikir kalian mau ke ibukota kerajaan di Sari Gangga. Soalnya di sana lagi ada acara adat di Mata Air Sari Gangga," ujar Dabok.

Share:

Untuk ke Empat Kalinya, NTB Raih Predikat WTP dari BPK RI


Gubernur NTB Dr. TGH. M. Zainul Majdi menerima LHP BPK dari anggota
Anggota VI BPK RI Prof. Dr. Bahrullah Akbar, M.B.A, 
di Kantor DPRD NTB, Kamis (28/5/2015)
  Pemerintah Provinsi NTB untuk ke empat kalinya kembali menerima penghargaan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi NTB Tahun Anggaran 2014. Pemberian penghargaan opini WTP tersebut dilaksanakan dalam Rapat Paripiurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi NTB, Kamis, 28/5/15.

Share:

Wednesday 27 May 2015

Berugak Kayu Gunung Sari, Rambah Pasar Nusantara dan Mancanegara


Seorang pembuat berugak sedang memasang kayu di kerangka 
berugak yang sudah jadi.  Pembuatan untuk satu unit berugak 
membutuhkan waktu 2 hari.
Gunung Sari merupakan salah satu kawasan di Lombok Barat bagian utara yang kaya dengan potensi. Di kawasan ini, selain pertanian, perkebunan, industri kerajinan berjalan lancar. Selama ini, Gunung Sari dikenal dengan kerajinan dari bambu, seperti kursi, meja, kurungan ayam hingga asesoris lainnya. Namun, di lokasi yang tidak jauh dari sentra kerajinan bambu, ada juga sentra kerajinan berugak berbahan kayu nangka dan jenis lainnya. 

Mereka mendatangkan bahan, seperti kayu nangka, kayu kelapa  dari Sesaot Lombok Barat bagian utara, Lombok Utara dan Lombok Timur.Di sepanjang Jalan Pura Majapahit hingga perbatasan Dusun Rendang Bajur atau depan Pasar Gunung Sari, banyak warga yang membuka usaha berugak. Rata-rata di antara pengusaha berugak ini memiliki segmen tersendiri, sehingga tidak pernah sepi dari orderan (pesanan).  Pesanan yang datang tidak hanya dari lokal, tapi banyak yang berasal dari Pulau Jawa, Pulau Bali hingga Australia, Italia dan beberapa negara Asia lainnya.



Banyaknya dibangun perumahan di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, termasuk di Pulau Bali membuat pesanan berugak di sentra berugak Gunung Sari terus meningkat. Artinya, pembuatan berugak setiap hari tak pernah sepi. Setiap kali pekerja mengerjakan berugak, berarti sudah ada yang memesan.

- Seorang pembuat berugak sedang memasang kayu 
di kerangka berugak yang sudah jadi. 
Pembuatan untuk satu unit berugak membutuhkan waktu 2 hari.
Seperti pengakuan Junaidi, pemilik usaha Berugak Elen. Berugak yang banyak berjejer di tempat usahanya sudah dipesan dan tinggal diantar ke pemiliknya, baik yang berasal dari NTB maupun daerah lain, seperti DKI Jakarta, Jawa Timur hingga Bali. ‘’Khusus pemesan yang ada di Pulau Lombok, kami siap antar. Tapi, kalau sudah ke luar daerah, mereka yang membiayai sendiri ongkosnya. Kami kirim lewat ekspedisi, nanti dirakit di daerah tujuan,’’ tuturnya, Selasa (19/5/2015) lalu.



Diakuinya, berugak atau di Bali dinamakan gazebo yang dikirim ke luar daerah hanya dalam taraf penyelesaian kerangka dan belum dilakukan pengecatan. Biasanya, kata dia, pengecatan atau finishing dilakukan di daerah tujuan, seperti Bali dengan menambah ornamen yang sesuai dengan khas Bali. 

Berugak kayu nangka Gunung Sari Lombok Barat yang siap dipasarkan
Selain itu, ketika ada pesanan berugak dari luar daerah, ada pembeli yang ingin diselesaikan langsung oleh tukang khusus yang ada di Gunung Sari. Menurutnya, pembeli ingin melihat berugak yang dipesannya tidak bermasalah saat dipasang ulang di daerah tujuan. ‘’Kalau kami di sini, ada tukang yang biasa ke luar daerah, khususnya ke Bali. Mereka memasang kerangka berugak sesuai keinginan pembeli. Mereka ditanggung biaya akomodasi dan semuanya selama di Bali,’’ aku Junaidi yang memulai usaha sejak tahun 2000 ini. 

Begitu juga, ketika banyak developer yang membangun perumahan di Pulau Lombok memberikan berkah bagi pengusaha berugak. Paling tidak, saat satu lokasi perumahan dibangun, mereka bisa mengerjakan beberapa berugak dan tergantung pesanan. 

Dua pekerja wanita di salah satu sentra pembuatan berugak 
di Gunung Sari Lombok Barat 
sedang menganyam ilalang. 

 Mengenai masalah harga, pihaknya mematok dari bahan berugak. Misalnya, untuk satu berugak ukuran 2 x 2 meter dengan bahan kayu nangka, pihaknya mematok harga Rp 4 juta. Sementara, kalau ukuran 2 x 4 meter, harganya bisa sampai Rp 7 juta hingga Rp 10 juta. Meski demikian, pihaknya hanya melayani pembuatan berugak sekepat atau empat tiang. ‘’Kami hanya fokus pada berugak empat tiang saja. Kalau untuk enam tiang, masih dipertimbangkan,’’ akunya. 



Disinggung mengenai dampak pariwisata terhadap eksistensi usahanya, Junaidi mengaku tidak terlalu berpengaruh. Baginya, jika taraf perekonomian masyarakat sudah membaik berpengaruh besar terhadap jalannya usaha. Alasannya, sebagian besar pemesan berugak berasal dari masyarakat lokal NTB dan daerah lain di Indonesia. Namun, pihaknya mengharapkan agar situasi tetap kondusif dan keamanan tidak terganggu, karena berpengaruh besar terhadap jalannya usaha yang digelutinya. 

Proses pembuatan kerangka berugak di Gunung Sari Lombok Barat
Sementara, Hanafi, salah satu tukang berugak mengaku, sudah mengeluti usaha berugak cukup lama. Dirinya sering diminta pemesan dari luar daerah untuk memasang kerangka berugak yang sudah dibuat di Lombok. Terkadang dirinya berada di luar daerah selama dua hari, setelah itu balik ke tempatnya bekerja. Baginya, dengan berprofesi sebagai tukang berugak, dirinya bisa melihat perbandingan bentuk berugak atau gazebo dengan di daerah lain. 



Berugak kayu Gunung Sari yang tinggal ditaruh atap
Dalam menyelesaikan satu pesanan berugak, Hanafi mengaku membutuhkan waktu dua hari. Singkatnya waktu penyelesaian satu berugak, ujarnya, dilihat dari banyaknya pesanan. Jika pesanan banyak, maka penyelesaian produk bisa dua hari. ‘’Tapi kalau tidak ada, bisa saja sampai seminggu atau sepuluh hari,’’ akunya.  Namun, tingginya permintaan belakangan ini membuat dirinya bersama 3 tukang lainnya dan 3 tukang penghalus harus ekstra kerja keras, sehingga mampu menyelesaikan produk sesuai janji pada pemesan. (marham)

Share:

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 7)


Namun, Putri Faradila tidak berani memandang langsung pada laki-laki pendatang itu, karena khawatir penyamarannya diketahui.

Sementara Kacek kembali duduk di dekat Putri Faradila. "Dil, nasinya masih lama. Kita tunggu saja sampai matang," ujarnya.

"Oh ya, semeton mau makan juga?" tanya Kacek pada laki-laki yang duduk di depannya.

Share:

Tingkatkan Kapasitas Tiga Bandara, NTB Mengadu pada Menteri Jonan



Menteri Perhubungan Ignasius Jonan berpose bersama 
Wakil Gubernur NTB H. Muh. Amin 
di Bandara Internasional Lombok, Senin (25/5/2015) sore.
Pemprov NTB memanfaatkan kunjungan kerja (kunker) Menteri Perhubungan RI, Ignasius Jonan selama satu jam di Bandara Internasional Lombok (BIL), Senin (25/5/2015) sore. Pada kesempatan tersebut, Pemprov meminta kepada Menhub untuk meningkatkan kapasitas tiga bandara yang ada di NTB, seperti BIL, Bandara Sumbawa dan Bandara Bima.  

Share:

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 6)


Sebulan sudah Prabu Santana meninggalkan keluarga dan rakyatnya. Namun, bagi Putri Faradila, kematian ayahnya masih belum bisa diterima. Rasa dendamnya pada Pangeran Kumara yang telah membunuh ayahnya masih terus membayangi dirinya.

Bayang-bayang sang ayah membelai rambutnya dan memanjakannya selama masih hidup seakan tak pernah dilupakannya.

Share:

Sunday 17 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 5)

Pada siang hari di sebuah air terjun di Aiq Bukak yang masuk wilayah Kerajaan Mantang, seorang perempuan cantik sedang mandi. Air yang jernih dan dingin membuat perempuan ini seakan tak mau berhenti mandi.

Tanpa disadari, seorang perempuan muda dengan pakaian seperti dayang-dayang tergopoh-gopoh mendatanginya. Dia terus saja mandi, sampai akhirnya melihat kehadiran perempuan itu di dekatnya.

"Ampun tuan putri," ujar dayang-dayang saat tiba di depan perempuan yang disebutnya tuan putri.

Share:

Thursday 14 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 4)

"Eee....," Prabu Santana tiba-tiba memegang dadanya. Sebuah anak panah menancap tepat di jantungnya. Karena tak tahan, dia pun tersungkur di atas tanah dan berteriak kesakitan.

Seorang pemuda lengkap dengan senjata panah dan pedang di pinggangnya tiba-tiba muncul di antara mereka. "Rasakan Santana. Mampus kau," ujarnya puas.

"Kumara. Apa yang kamu lakukan?" tanya Putri Ayuning.

Share:

Wednesday 13 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 3)


Kokok ayam jantan membangunkan penghuni kerajaan. Dayang-dayang dan pembantu istana raja sudah mulai bekerja. Begitu juga warga yang terpaksa menginap di tempat penampungan sementara juga sudah bangun. Mereka mempersiapkan makanan bagi prajurit yang sedang berjaga-jaga.

Kondisi serupa juga dilakukan prajurit Mantang di daerah perbatasan. Prajurit yang ditugaskan di bagian konsumsi sedang mempersiapkan masakan bagi raja dan prajurit yang lain.

Share:

Tuesday 12 May 2015

Sekda NTB Muhammad Nur Tekankan Pentingnya Jaga Stabilitas Daerah

Sekretaris Daerah (Sekda) NTB H. Muhammad Nur, SH, MH, membuka Rapat Koordinasi Daerah Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (Rakorda FKDM) Provinsi NTB.

Share:

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 2)


Sementara Pangeran Nyen Nyeh memacu kudanya memeriksa pasukan yang sudah siaga di beberapa titik. Sekitar 1.000 pasukan berjaga-jaga menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

Dengan strategi menghindari perang terbuka, pasukan Kerajaan Sari Gangga bersembunyi di beberapa jalur yang kemungkinan dilalui pasukan musuh. Jebakan dan senjata dipersiapkan dengan baik, sehingga musuh bisa dikalahkan.


Di sebuah gundukan bukit di Bogak yang dekat dengan keberadaan musuh, Pangeran Nyen Nyeh didampingi beberapa prajurit turun dari kudanya. Dengan mengendap-endap, Pangeran Nyen Nyeh merebahkan tubuhnya sambil merayap memantau situasi pasukan musuh.

"Hemm... lumayan banyak juga pasukan musuh," gumamnya.

"Benar Pangeran," timpal Rambang, panglima kerajaan.

"Berapa kira-kira jumlah pasukan musuh?," tanya Nyen Nyeh balik.

"Dari laporan teliksandi, sekitar 1.000 lebih," jawab Rambang.  

"Lumayan besar juga," ujar Nyen Nyeh balik. "Jumlah kita hampir seimbang dengan mereka,"

"Benar Pangeran. Tapi, kalau kita hadapi mereka dengan perang terbuka, jelas akan banyak korban dari kita yang jatuh," ujar Rambang menggambarkan

"Oke, sekarang pastikan semua tempat jebakan berfungsi dengan baik. Pastikan juga semua prajurit sudah siap siaga," perintah Nyen Nyeh.

"Baik Pangeran," jawab Rambang tegas. "Sekarang, saya pamit untuk koordinasi dengan semua pemimpin pasukan di setiap lokasi," ujarnya sambil merayap mundur dan meninggalkan perbukitan Bogak.

                             ****

Sementara Prabu Santana sedang berkoordinasi dengan seluruh komandan pasukan di balik bebatuan besar dan rimbunan pohon. Sejumlah prajurit bersenjata lengkap berjaga-jaga di sekitarnya.

"Kita berada di Aikmual," ujar Prabu Santana sambil meletakkan batu di atas tanah yang menggambarkan peta wilayah yang akan diserang.

"Benar Gusti Prabu," ujar Ambara Putra, panglima kerajaan. "Tapi, kita harus tahu seperti apa kekuatan musuh," tambahnya.

"Sepertinya pihak Sari Gangga sudah tahu kita akan menyerang. Kita harus hati-hati, siapa tahu banyak jebakan yang dipasang," tambah Prabu Santana.

"Jangan sampai, kita sudah masuk ke wilayah musuh,  kita semua jadi korban sia-sia," ujar Mudin -- wakil panglima kerajaan.

"Ampun Paduka. Teliksandi kita menginformasikan pada kami, jika setiap beberapa puluh meter dari lokasi kita berada, jebakan banyak dipasang," tambahnya.

"Kalau begitu kita harus siasati apa upaya yang harus dilakukan, agar bisa masuk ke wilayah kerajaan," ujar Prabu Santana. "Kita harus bisa merebut lokasi mata air Sari Gangga. Kalau kita sudah bisa merebutnya, Kerajaan Mantang akan dikenal dunia," tegasnya.

Prabu Santana dan para pembantunya terus membahas siasat yang akan dilakukan saat menyerang wilayah Sari Gangga. Namun, hingga larut malam, mereka masih belum sepakat mengenai kapan akan melakukan penyerangan. Mereka memutuskan untuk istirahat sambil menggumpulkan tenaga.

Suara jangkrik, kodok dan burung malam menghiasi malam hingga terbit fajar.

Sementara di istana Kerajaan Sari Gangga, Prabu  Brandana sedang berbincang dengan permaisuri Ratu Ayuning di kamar peraduan. "Dinda, Raja Santana sudah berada di perbatasan. Lebih baik Dinda berada di tempat persembunyian."

"Ampun Kanda. Hamba tidak ingin berdiam diri melihat kerajaan diserang si Santana keparat itu," jawab Ayuning dengan geram. "Apalagi dia ingin merebut mata air Sari Gangga dari tangan kita," tambahnya.

"Dinda masih dendam pada Santana?" tanya Prabu Brandana.

"Kalau si Santana tidak mati di tanganku. Dinda tidak puas. Apalagi dia sudah membunuh ayahandaku, Resi Rimbawan," jawabnya dengan nada keras.

"Saya ngerti Dinda. Tapi kita tak bisa emosi menghadapi Santana. Kesaktiannya tak bisa diremehkan. Buktinya, ayahanda Resi Rimbawan tewas di tangannya," ujar Prabu Brandana menggambarkan.

"Santana curang. Kalau tak curang, ayahanda tak mungkin tewas," ujarnya geram.

"Kalau begitu, sebelum Santana masuk ke wilayah sini, kita harus menyerangnya lebih dulu," saran Prabu Brandana. "Kita serang mereka sebelum mereka siap," tambahnya.

"Hamba setuju, Kanda. Kalau begitu besok, kita panggil perdana menteri untuk mengatur rencana penyerangan," ujar permaisuri menyarankan.

"Baiklah, saya setuju. Sekarang kita istirahat. Besok kita lanjutkan lagi," kata Prabu Brandana sambil merebahkan tidur di peraduan. Di kejauhan suara jangkrik dan burung malam terdengar memecah keheningan malam. Mereka pun istirahat hingga pagi datang. (Bersambung)

Share:

Sekda NTB Muhammad Nur Puji Perempuan Lebih Cerdas dan Konsisten

Sekda NTB, H. Muhammad Nur, SH, MH menutup kegiatan Diklatpim III angkatan I 2015. Berdasarkan hasil evaluasi panitia penyelenggar,  seluruh peserta yang berjumlah 40 orang  dinyatakan lulus 100 persen,  namun dari semua peserta ada 5  orang yang dinyatakan sebagai peserta dengan peringkat teratas yang  didominasi  3 peserta kaum perempuan. Sekda mengatakan prestasi yang ditunjukkan oleh tiga perempuan menunjukkan kesungguhan kaum ibu dalam mengikuti Diklat lebih menonjol jika dibanding kaum laki-laki.

Share:

NTB Tuan Rumah HPN 2016


Wakil Gubernur NTB H. Muh.Amin,SH didampingi Kadishubkominfo Drs Agung Hartono M.STr, Kepala Biro Kesra H. Suhaemi SH, Kabag Humas dan Protokol, Drs. H. Fathul Gani M.Si, Ketua PWI-NTB H. Achmad Sukisman dan Sekretaris PWI Nasrullah Zein beserta pejabat penting lainnya menghadiri pertemuan akhir penetapan kepada daerah yang terpilih menjadi tuan rumah HPN 2016.

Share:

Thursday 7 May 2015

Legenda Mata Air Sari Gangga (Bagian 1)


Derap seekor kuda melaju kencang menerobos semak belukar. Seorang prajurit yang terluka berusaha memegang tali kekang kudanya agar tidak terjatuh. Kaki kirinya yang tertancap panah terus mengeluarkan darah. Namun, sang prajurit tidak peduli. Baginya, keselamatan sang raja lebih penting daripada nyawanya.

Seorang prajurit yang piket di menara pengawas kerajaan segera membunyikan lonceng sebagai isyarat bahaya. Prajurit yang sebelumnya beristirahat santai  bersiap siaga dan segera berkumpul di alun-alun kerajaan.


Prajurit yang berjaga di gerbang kerajaan segera membuka pintu saat prajurit dan kudanya mendekat. Tanpa basa basi, dia langsung menuju istana yang menjadi tempat raja biasa memberikan pengarahan pada pasukan kerajaan.

"Ampun, paduka. Ke.. ke.. rajaan Sari Gangga dalam bahaya," ujar prajurit terputus-putus sambil menyembah di tanah pada Raja dan seluruh petinggi kerajaan.

"Bahaya?" tanya Prabu Brandana. "Siapa yang mau menyerang kerajaan?" tanyanya balik.    

"Ampun paduka," jawab prajurit dengan suara semakin melemah. "Raja Mantang. Dia dan prajuritnya sudah sampai hutan Aikmual. Sebentar lagi mereka sampai sini. Mereka mengincar mata air Sari Gangga," jawabnya terbata-bata. Setelah itu, sang prajurit terjatuh lemas dan pingsan.

"Raja Mantang," ujar Prabu Brandana kaget. "Kurang ajar. Mereka berani melawan kita,"

"Nyen Nyeh," teriak Raja memanggil perdana menterinya.

"Hamba, Gusti Prabu," jawab Pangeran Nyen Nyeh datang sambil bersujud.

"Perintahkan semua prajurit siaga. Jangan sampai Prabu Santana dan prajuritnya masuk ke wilayah kita. Jaga juga mata air Sari Gangga dari rebutan siapapun," perintahnya.

"Daulat, Gusti Prabu. Hamba permisi siapkan pasukan," ujarnya. Setelah memberi hormat, Pangeran Nyen Nyeh pun berlalu.

"Bawa prajurit yang terluka ini! Suruh tabib kerajaan merawat dia baik-baik," perintah sang Raja pada prajurit yang lain.

"Daulat Gusti Prabu," jawab beberapa prajurit sambil memberi hormat. Setelah itu, mereka membawa rekan mereka untuk mendapat pengobatan.

Sementara Perdana Menteri Pangeran Nyen Nyeh menyiagakan seluruh prajuritnya. Pasukan pemanah bersiap-siap di atas benteng dan lokasi strategis lainnya.

Warga kerajaan diungsikan ke tempat persembunyian rahasia. Sementara ibu-ibu dan wanita tua berkumpul di lokasi yang sudah disiapkan kerajaan dengan senjata seadanya. Beberapa bayi dan anak-anak yang masih di bawah umur menangis, karena ketakutan dengan kondisi yang terjadi.

Mata air Sari Gangga yang selama ini disucikan warga Kerajaan Sari Gangga terletak di pertemuan dua sungai, yakni Sungai Sari Gangga dan Eyat (bahasa Sasak - sungai kecil) Jontlak yang bermuara di luar istana kerajaan. Sekarang wilayah ini masuk wilayah Kelurahan Jontlak Kecamatan Praya Tengah Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat.

Bagi warga sekitar, air ini dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membawa berkah saat dicampur dengan air lain untuk menyiram tanaman atau rumah.  

Di muara sungai ini, ada batu seukuran gajah besar dengan genangan air kecil di bawahnya. Genangan air di bawah ini tetap jernih, meski air dari dua sungai yang datang dari hulu berwarna kecoklatan dari hulu. Di dekat batu ada satu pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun dengan akar yang menjuntai.

Sementara di tepi sungai, tumbuh berbagai jenis pohon yang buahnya bisa dikonsumsi warga kerajaan, seperti jambu air, kelapa, nanas, srikaya dan lainnya. Tidak hanya itu, pohon bambu banyak tumbuh di pinggir sungai, sehingga membuat banyak warga yang datang ke sungai merasa nyaman.

Oleh warga setempat, lokasi air ini dipercaya  berhubungan langsung dengan Sungai Gangga di India. Karena merasa masih punya hubungan dengan Sungai Gangga di India, warga setempat menamakan mata air itu dengan Sari Gangga. Artinya, air yang merupakan sari pati dari Sungai Gangga -- sungai yang disucikan warga India, khususnya umat Hindu.

Asal muasal dinamakan Mata Air Sari Gangga dimulai dengan kedatangan seorang penyebar agama Hindu dari India bernama Laksmana. Laksmana yang didampingi beberapa pengikutnya waktu itu, sedang mencari lokasi yang cocok untuk membangun tempat persembahyangan. Dengan berjalan kaki, mereka kemudian menyusuri sebuah aliran sungai setelah melalui hutan belantara di utara Pulau Lombok. Mereka masuk lewat satu pantai di Lombok Utara yang kini masuk wilayah Kayangan.

Sampai akhirnya, mereka tiba di satu lokasi yang cukup bagus. Di lokasi ini ada sebuah mata air yang berada di muara pertemuan dua sungai. Di dekat itu, mereka kemudian membangun sebuah gubuk kecil dan tempat persembahyangan sederhana. Dari lokasi itulah kemudian mereka mulai menyebarkan ajaran agama Hindu pada masyarakat yang ada di sekitarnya hingga menyebar ke seluruh penjuru Pulau Lombok.

Tak berapa lama kemudian, masyarakat yang tertarik pada ajaran ini kemudian membangun rumah yang terbuat dari bambu dan beratapkan ilalang atau daun enau dan kelapa. Dalam jangka waktu lima tahun, kawasan itu menjadi ramai. Pusat perdagangan pun dibangun dan menjadi lokasi transit para penggelana yang pergi ke daerah lain.

Melihat besarnya potensi yang dimiliki Mata Air Sungai Sari Gangga membuat banyak pihak atau kelompok ingin merebutnya. Apalagi setelah Laksmana mangkat dan digantikan muridnya Resi Bonter. Resi Bonter pun berusaha mengajarkan ilmu silat pada murid-murid dan warga yang ada di sekitarnya dengan tujuan bisa mempertahankan diri dari serangan pihak luar.

Dari hari ke hari jumlah yang belajar semakin banyak, membuat warga sepakat mengangkat Resi Bonter sebagai pemimpin. Resi Bonter pun mempersunting seorang muridnya bernama Seniyah. Dari hasil perkawinannya lahirlah putranya bernama Galih Mandara dan Rende Sasaka.

Seiring berjalannya waktu, Resi Bonter pun mangkat dan dikremasi sebagaimana halnya dengan yang berlaku pada ajaran Hindu. Galih Mandara akhirnya diangkat menggantikan ayahnya. Galih Mandara berusaha memperluas wilayah Kerajaan Sari Gangga hingga seluruh penjuru Pulau Lombok berhasil dikuasai.

Beberapa kerajaan kecil pun ditaklukkannya dan membayar upeti tiap tahun ke Kerajaan Sari Gangga. Namun, Kerajaan Mantang yang berada di utara masih setengah hati membayar upeti ke Kerajaan Sari Gangga. Dipimpin anaknya yang jago berkelahi, Ramba Rimba yang dikenal sebagai Resi Rimbawan, masa kejayaan Kerajaan Sari Gangga ada di masa ini.

Setelah 10 tahun memimpin, akhirnya Resi Bonter memilih menyerahkan tampuk kekuasaannya pada anaknya Resi Rimbawan. Resi Rimbawan yang menikah dengan Putri Giok dari tanah Tiongkok memperoleh dua anak, yakni Putri Ayuning dan Pangeran Kumara.

Pada masa pemerintahan Resi Rimbawan ini, sempat terjadi peperangan dengan Kerajaan Mantang hingga menewaskan Resi Rimbawan, karena raja Kerajaan Mantang Prabu Santana ingin menguasai mata air Sari Gangga. Resi Rimbawan tewas secara ksatria, karena dibunuh secara licik oleh Prabu Santana dalam sebuah peperangan. Hal ini membuat putra-putri Resi Rimbawan pun dendam. Tampuk kekuasaan pun diambilalih Brandana suami dari Putri Ayuning. Mereka dikaruniai dua putra dan 1 putri.


Namun, Prabu Santana rupanya masih bernafsu sehingga kembali mengirim pasukannya merebut mata air Sari Gangga dari tangan Kerajaan Sari Gangga.  (Bersambung)
Share:

KSAD Buka TMMD Ke-94 di Lombok Barat NTB



Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membuka secara resmi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke-94 tahun 2015 di Lapangan Bencingan Kabupaten Lombok Barat, Kamis (7 Mei 2015)

Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive