Be Your Inspiration

Wednesday 12 February 2020

Ming Muslimin Nilai Komunitas Film di NTB Tumbuh Cepat

Ming Muslimin, Sutradara film asal NTB

Di NTB, komunitas perfilman sudah mulai tumbuh. Dengan skill yang mereka miliki, sejumlah judul-judul film yang layak ditonton telah lahir. Tangan-tangan kreatif kelompok milenial NTB ikut membantu tumbuhnya industri kreatif perfilman di daerah ini. Tinggal pemerintah daerah yang harus merespon kondisi ini agar daya ungkitnya lebih maksimal.  

Ming Muslimin, salah seorang pegiat film asal NTB mengatakan, komunitas film di daerah ini memang tumbuh pesat. Berbeda dengan beberapa tahun lalu yang jumlah komunitasnya sangat sedikit. “Teman-teman yang bergerak lebih dari 400 orang di NTB,” kata Ming Muslimin kepada Ekbis NTB, Minggu (2/2/2020).

Setiap komunitas setidaknya memiliki  basecamp, anggota, kontak person, agenda rutin dan memiliki akun media sosial sebagai sarana berkomunikasi. “Moment yang tepat untuk memajukan industri perfilman karena sudah banyak orang-orang yang terlibat di sana. Kalau secara skill, mereka lumayan,” terang Ming.

Pria yang terjun di bidang perfilman sejak tahun 2005 ini mengatakan, selama ini sudah banyak karya dari pegiat film di NTB yang tampil di festival film, baik dalam negeri maupun luar negeri serta pemutaran di biskop. “ Film teman-teman yang sudah masuk bioskop antara lain judulnya ; Beto Wangsul, Memorabilia, Obituary, Love is Here, Anita, Sepiring Bersama, Melaiq, Joki Kecil dan lainnya,” katanya.

Menurutnya, banyak dari karya-karya yang bagus tersebut justru lahir dari budget yang minim, misalnya dibawah Rp 50 juta per film. Biasanya komunitas yang menggarap satu judul film tersebut akan membawa hasil karyanya ke festival-festival film yang banyak digelar.” Karya yang tak terdetekasi sama pemda ini kadang budget minim,  namun karyanya besar karena sampai luar negeri,” lanjutnya.

Ming mengatakan, memang ada bebarapa film hasil tangan kreatif masyarakat NTB yang sudah bisa diputar di CGV karena memang  CGV selama ini memiliki ruang untuk para komunitas di Indonesia. “Satu bulan itu ada satu slot untuk film hasil garapan komunitas, meskipun berbayar namun ada potongan harganya,” terang pria lulusan S1 dan S2 Jurusan Film dan Televisi di ISI Yogyakarta ini.
Bagaimana dengan dukungan pemda selama ini? Menurut Ming, sejauh ini belum ada perhatian yang besar dari pemerintah. Para pegiat film di NTB memang sangat mengharapkan diberikan kesempatan oleh pemda. Misalnya pemda membuat promosi program kerja melalui film yang dikerjakan oleh para pegiat film dalam daerah.

Menurutnya, ada satu tantangan yang masih dihadapi oleh para pegiat film di NTB yaitu belum fokusnya mereka pada job desk saat pembuatan film. Selama ini film yang digarap dikerjakan sendiri oleh komunitasnya tanpa adanya keterhubungan dengan komunitas lain, padahal produksi film sesungguhnya berjejaring.

“Kawan kawan ini masalahnya mereka semua dikerjakan sendiri-sendiri, karena tidak ada komunikasi lintas komunitas itu. Mereka tidak mengambil orang yang expert misalnya soundman, audioman, penata musik itu beda-beda, penata cahaya, cameramen itu beda, antara produser, lineproduser, production manager itu beda. Jadi kendalanya adalah  belum ada komunikasi lintas komunitas,” katanya.(Zainuddin Syafari/Ekbis BTB) 
Share:

Muhammad Nursandi, Sutradara Film Asal NTB Dukung Pengembangan Film di NTB

Muhammad Nursandi (kanan) sedang memantau pelaksanaan pengambilan gambar oleh kameramen.

PEMAIN dan Sutradara Film Nasional asal NTB Muhammad Nursandi mendukung penuh ide dan gagasan yang dilakukan Dinas Perindustrian (Disperin) NTB untuk mengembangkan industri perfilman di NTB. Jika industri perfilman ini akan dikembangkan membutuhkan keseriusan dari pemerintah, pelaku perfilman hingga masyarakat, sehingga industri perfilman tetap eksis.

Selama ini,  ujarnya, industri perfilman di daerah ini tidak pernah ada perhatian serius oleh pemerintah daerah.  ‘’Kalau toh pun ada. Itu hanya wacana dan sebatas wacana dan tidak pernah kita lihat wujudnya seperti (filmnya) apa dan dukungannya seperti apa (terutama dari sisi dana). Karena persoalan film itu sesungguhnya adalah bagaimana kita produksi ? Ada dana ngak untuk kita buat film itu (produser, red),’’ ujarnya pada Ekbis NTB, Minggu (2/2/2020).

Setelah ada dana, ujarnya, yang harus diperhatikan adalah bagaimana distribusi fim itu sendiri.Menurut sutradara Film Perempuan Sasak Terakhir ini, distribusi tidak hanya sekadar di YouTube, karena semua orang bisa. Dalam hal ini harus ada sentuhan dari pemerintah daerah khususnya Dinas Perindustrian agar film itu mampu mencari dan menemukan pasarnya. Dalam arti, film yang dibuat itu tidak hanya menunggu nasib baik, tapi ada rumusan dasar untuk pendistribusian.

Dalam membuat film, tambah mantan anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB ini, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah penonton. Baginya, keberadaan penonton dalam industri perfilman cukup besar, karena menyangkut masalah biaya. ‘’Adakah penonton kita di NTB? Kalau dua tiga penontonnya untuk apa? Proses produksi film itu mahal itulah yang membuar film-film berkualitas itu tidak berani dibuat karena biaya dan siapa yang akan menonton.Produser-produser besar Jakarta saja sangat berhati hati membuat film kalau tidak penuh dengan perhitungan bisa rugi dan tak kembali modal,’’ ujarnya menggambarkan.

Dicontohkannya, proses produksi film mindstream bukan seperti proses produksi film independent atau sekumpulan anak muda yang euforia lalu membuat film dan mencari pasar dan penontonnya oleh mereka sendiri dan komunitas mereka sendiri yang menonton. Sementara dimaksudkan industri di sini adalah proses produksi yang terjaga dari tahun ke tahun dan lalu pendistribusianya bagus dan penontonnya sudah jelas.

Untuk itu, hal yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam mengembangkan industri film adalah mengidentifikasi siapa sebetulnya pembuat film di NTB (film maker). ‘’Ada ngak kita punya sutradara film? Ada ngak kita punya penulis skenario? Ada ngak kita punya penata artistik? Ada ngak kita punya editor film yang paham teori film tidak hanya sekedar memotong gambar, tapi lebih dari itu dia memahami filosofi gambar. Ada ngak kita punya sound man, penata suara film dan memahami sound film ?’’ tanyanya.

Menurutnya, jika hanya orang yang hanya sekedar bisa merekam cukup banyak di NTB. Namun, yang menjadi pertanyaan, apa setelah merekam sudah sesuai apa ngak dengan proses produksi film. Begitu juga dengan penata musik film, bukan hanya sekedar main musik saja, karena orang yang main musik di NTB cukup banyak, tapi yang memahami musik film cukup langka. ‘’Di sini maaf-maaf saja tidak hanya sekedar ingin punya niat baik, tapi memang harus betul betul dipahami bahwa kita memiliki talenta talenta yang saya sebut di atas. Dan paling penting adalah ada tidak produser kita di daerah ini yang mau menanamkan uangnya untuk bikin film?’’ tanyanya lagi.

Alumnus Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta ini mencontohkan, waktu dirinya membuat sebuah film serius, yakni ‘’Perempuan Sasak Terakhir’’. Waktu pembuatan film itu, ujarnya, semua kru inti dari Jakarta. Sementara, yang mengangkat rol kabel, angkat lampu, sopir kendaraan adalah orang-orang lokal. Meski dirinya tidak tertarik menyebut orang lokal atau orang nasional, menurutnya, adalah sejauh mana kemampuan bersaing secara pribadi ke pribadi.

‘Dan saya juga tidak setuju ada film lokal atau film nasional. Yang ada adalah film-film yang dibuat oleh film maker ,dia mampu bersaing apa tidak? Lalu apa yang disebut film lokal apakah film yang dibuat di daerah itu yang disebut film lokal, lalu film yang dibuat di Jakarta itu yang disebut film nasional. Saya pikir tidak begitu dan jangan sampai kita membenarkan kalimat ini. Yang ada adalah orang mampu bersaing atau tidak,’’ ujarnya.

Meski demikian, dirinya bersedia berbagi ilmu pengetahuan pada generasi muda di NTB yang ingin mengenal dunia perfilman. Apalagi, ujarnya, dunia film ini sangat dekat dengan kehidupan sekaligus juga sangat jauh. ‘’Kenapa saya menyebutnya demikan ,dia dekat karena hampir semua proses hidup kita ini dipengaruhi oleh tontonan dalam hal ini film atau sinetron. Kenapa saya menyebutnya jauh? Karena kita tidak tahu bagimana proses produksinya. Yang kita tahu adalah bagaimana menjadi penonton yang baik. Tapi kita tak pernah berpikir bagaimana mencipta,’’ terangnya. (Marham)
Share:

NTB Cocok untuk Lokasi Syuting Film Hollywood

Film Perempuan Sasak Terakhir, karya Muhammad Nursandi. 

Pemprov NTB melalui Dinas Perindustrian (Disperin) NTB sedang merintis untuk menggairahkan industri perfilman lokal. Para pegiat industri kreatif ini disiapkan wadah dan akan didukung pemerintah daerah. Pemerintah daerah memandang simpul-simpul untuk mengembangkan potensi ini cukup banyak, yakni teater, vlogger dan lainnya.

NTB memiliki studio alam yang sangat luar biasa. Alam pegunungan, hutan, pantai yang indah serta peninggalan bersejarah sangat cocok dijadikan studio alam. Jika ingin memproduksi sebuah film dengan latar belakang yang berbeda-beda, maka production house (PH) bisa memindahkan lokasi syuting dengan cepat sesuai dengan tuntutan skenario. Bahkan, latar belakang syuting film yang biasa dipergunakan sineas Hollywood saja ada di NTB, yakni di Sekotong Lombok Barat. Itu artinya, kalau ada produser film yang ingin memproduksi film-film bergenre apapun, bisa dilakukan di Lombok atau di Pulau Sumbawa tanpa harus membangun studio .

Hal inilah menurut pemain dan sutradara film asal NTB Muhammad Nursandi yang mesti disyukuri. Jika berkaca pada upaya yang dilakukan di Hollywood di Amerika Serikat, ujarnya, praktisi film yang ada di Negara Paman Sam itu membangun studio untuk syuting berbagai jenis genre film. Artinya di studio itu mereka membangun properti untuk keperluan syuting 1 film sesuai genre filmnya. Sementara kalau di Pulau Lombok, tambahnya, sangat pas untuk dijadikan studio alam dalam proses produksi film.

‘’Alasannya, kemana-mana dekat ,mau ke pantai dekat, mau ke gunung dekat, mau ke hutan dekat mau background-nya seperti Texas ada, datang aja ke Sekotong atau di Lombok Timur bagian selatan,’’ tuturnya pada Ekbis NTB, Minggu (2/2/2020).

Untuk itu, jika ingin mengembangkan industri perfilman di NTB, dibutuhkan keseriusan dari pemerintah daerah, sehingga bisa menjadi bagian untuk mengembangkan kreativitas dari masyarakat yang ada di daerah ini. Apalagi, ujarnya, potensi pemain yang ada di NTB tidak perlu diragukan lagi, karena  banyak punya orang yang memiliki talenta untuk menjadi bintang film.

‘’Tapi selama ini kan wadahnya yang ngak jelas ada. Banyak sekali kita punya, tinggal buka casting saya yakin banyak orang yang akan datang untuk minta di tes casting, tapi siap ngak kita? Ada ngak film yang akan kita buat? Ada ngak produser film kita,’’ ujarnya.

Meski demikian, tambahnya, dalam pengembangan tidaklah mudah. Banyak kendala yang dihadapi. Selain masalah dana, kendala yang dihadapi adalah sumber daya manusia (SDM), terutama orang yang betul-betul paham dan punya ilmu di dunia film. Jangan sampai dalam mengembangkan film euforia sesaat dan tidak lama bergelut di dunia film.

‘’Selebihnya itukan anak-anak euforia yang sesaat. Ketika mereka rugi ya meraka tobat untuk berekspresi.  Yang saya inginkan atau harapkan itu adalah orang yang punya ilmu di bidang pembuat film dan tahu arti kesetiaan dalam berproses. Kalau dalam bahasa Sasak bukan yang lentang lentur,anget anget tain manuq. Tetapi yang betul betul mendedikasikan dirinya pada dunia film itu yang kita mau cari dan itu yang kita butuhkan,’’ terangnya.
Pengambilan gambar film, karya sutradara asal NTB Ming Muslimin.
Sebagai pemain dan sutradara film, hingga saat ini dirinya belum menemukan pemain film bintang dari NTB. Namun,  kalau hanya film independen saya, dirinya yakin banyak, tapi masih belum teruji, terutama dalam proses pembuatan filmnya. ‘’Tapi kalau bicara potensi ada banyak yang memiliki potensi. Tapi sekarang bagaimana industrinya di NTB saja ngak ada. Ini kan hanya baru sebatas wacana belum ada tindakan dan belum dirumuskan seperti apa konsepnya,’’ ujarnya.

Pada bagian lain, Hanafi, salah satu Vlogger yang sejak 2018 mulai tertarik berkecimpung di dunia vlog menyebut, potensi SDM lokal sebetulnya sama saja. jika pemerintah ingin menggarapnya, tinggal diwadahi para vlogger yang ada untuk berkreasi. “Vlogger lokal sudah mulai muncul. Tapi masih jalan sendiri-sendiri. Kalau diakomodir, pastinya akan terkumpul,” katanya.

Hanafi sejak 2018 memulai debutnya dengan membuat vlog khusus event budaya peresean. Di kalangan komunitas peresean, Hanafi bukan orang asing. Setiap event peresean, ia selalu siarkan langsung melalui channelnya di YouTube.

‘’Channel saya pernah di-hack (hacker) oleh hacker (diduga dari) Jepang. Baru beberapa bulan ini buat channel lagi di YouTube, kontennya tetap sama, ngangkat peresean,’’ jelas Hanafi.

Menurutnya, menjadi vlogger butuh kreativitas dan kepekaan mengangkat konten. Di NTB, tambahnya, sangat banyak konten yang berkaitan dengan pariwisata yang bisa diangkat oleh para vlogger.  Apalagi upaya untuk berkreasi ini membutuhkan modalnya yang tidak besar. Yang penting cara berkomunikasinya di kamera baik, apalagi saat ini sudah didukung oleh ponsel-ponsel canggih untuk menjadi vlogger. ‘’Tinggal kalau pemerintah serius menggarap vlogger ini, buatkanlah kompetisi-kompetisi agar makin berkembang di daerah,’’ sarannya.

Meski demikian, ujarnya, kompetisi dimaksudkan harus profesional. Pihaknya tidak ingin, kompetisi tersebut sebagai ajang formalitas untuk kepentingan kelompok dan golongan tertentu saja. Dengan intervensi pemerintah daerah, kata Hanafi, ada ruang bagi vlogger lebih dikenal.

“Saat ini pendapatan masih dari Google saja. Kalau pemerintah turut mengorbitkan dari pembinaan yang dilakukan, mungkin akan lebih banyak pihak swasta yang tertarik untuk endorse dan menambah pendapatan selain dari Google,” demikian sarjana lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram ini

Vlogging (istilah para vlogger membuat vlognya) secara umum dideskripsikan sebagai sebuah kegiatan biasanya dilakukan dengan berbicara di depan kamera menceritakan tentang sesuatu yang ia suka, berbicara berbagai tips, berbagi apapun yang ada di dalam pikiran, montase, bahkan ada pula yang membuat klip seperti film.

Sekarang ini, vlogger biasanya membuat vlog secara regular, harian, mingguan atau bahkan bulanan. Ada pula istilah take-a-long vlogging yang berarti vlogger yang menceritakan kesehariannya dalam durasi yang panjang, seperti pergi ke mall, kemudian mengendarai sepeda motor, lalu, pulang ke rumah dan tidur yang dimuat dalam sebuah video.   (Marham/Bulkaini/Ekbis NTB)

Share:

PLTU Jeranjang Lombok - NTB, PLN Kembangkan Penggunaan Pelet Sampah

Lokasi PLTU Jeranjang Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat

PLN terus mendorong penggunaan olahan sampah menjadi pengganti bahan bakar pembangkit. Setelah sukses di Bali, kini PLN bersama anak usahanya, Indonesia Power mengembangkan penggunaan pelet sampah untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeranjang berkapasitas 3 x 25 Megawatt (MW) yang berlokasi di Desa Taman Ayu, Lombok Barat Nusa Tenggara Barat (NTB).

PLH Manager PLTU Jeranjang, Nandang Safrudin, menjelaskan olahan sampah dalam bentuk pelet setara dengan batubara kalori rendah yang digunakan untuk bahan bakar pembangkit.

"Kami sudah lakukan riset dan ujicoba, khususnya untuk mengukur optimasi substitusi peletnya. Hasilnya antara 3 - 5, namun memang paling optimal ada di 3 persen," ucap Nandang dalam siaran pers yang diterima, Rabu, 12 Februari 2020.

Jika menggunakan batubara secara penuh, dalam satu jam kondisi maksimal, PLTU Jeranjang membutuhkan 200 ton batubara sebagai bahan bakar. Dengan substitusi sebesar 3 persen, maka dibutuhkan 600 kilogram pelet setiap jam sebagai pengganti batubara.


Untuk mendorong ketersediaan pelet guna kebutuhan PLTU Jeranjang, PLN saat ini telah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTB melakukan pendampingan kepada pengelola Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok untuk mengubah sampah menjadi pelet.
"Tantangan kami memang menjaga ketersediaan pelet. Oleh karena itu kami bekerja sama dengan Pemerintah daerah untuk melakukan pendampingan. Karena pelet untuk PLTU ini punya spesifikasi khusus," imbuhnya.
Contoh pelet sampah yang dimanfaatkan oleh PLTU Jeranjang sebagai bahan bakar.
 Melalui JOSS, sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok dikumpulkan dalam bak, lalu dimasukkan cairan bio activator untuk dilakukan proses peuyeumisasi, kemudian sampah dijemur hingga kering.

Setelah itu, sampah dimasukkan ke mesin pencacah dan tahap akhir melalui proses peletisasi. Mesin-mesin yang digunakan merupakan bagian dari program CSR PLN.

Usai berbentuk pelet, kemudian dijemur hingga kering. Selanjutnya, pelet bisa digunakan untuk campuran bahan bakar pembangkit listrik.

Sasaran pemanfaatan olahan sampah ini tidak hanya bertujuan untuk menurunkan biaya produksi listrik, tetapi juga sebagai alternatif solusi penanganan sampah daerah dan upaya memberdayakan masyarakat.  "Dengan olahan ini sampah bisa bernilai, masyarakat juga bisa punya penghasilan tambahan. Jadi ekonomi masyarakat sekitar juga meningkat," tambah Nandang.

Selain itu, pemanfaatan sampah menjadi energi ini juga menjadi alternatif solusi penanganan sampah di daerah.

Dody, pengelola TPA Kebon Kongok menyampaikan bahwa kehadiran pengolahan sampah sementara membantu mengurangi permasalahan sampah yang ada di Lombok. "Sampah ini masih jadi salah satu masalah untuk Lombok, padahal tempat kami ini menjadi destinasi wisata. Dengan program dari PLN ini tentunya dapat menjadi solusi dan mewujudkan Program Zero Waste yang diusung Pemerintah Provinsi NTB," pungkas Dody. (Marham/Kantor Sekretariat Presiden)

Share:

Monday 3 February 2020

Penanganan Gizi Buruk di NTB Butuh Perhatian Maksimal


Pelatihan pengelolaan gizi buruk terintegrasi bagi tenaga kesehatan di NTB
Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB dr. Eka Nurhandini Dewi mengakui penanganan gizi buruk di NTB masih membutuhkan perhatian serius pemerintah daerah. Menurutnya, dalam penanganan gizi buruk ini Dikes NTB menemukan masih ada mata rantai yang tidak nyambung di lapangan.
Dalam menangani mata rantai yang tidak nyambung ini, pihaknya melatih tenaga-tenaga kesehatan di puskesmas dan dokter spesialis anak agar penanganan gizi buruk sesuai dengan pedoman dan standar yang sudah ditentukan.

‘’Kita melatih tenaga-tenaga kesehatan di puskesmas dan dokter spesialis anak untuk menjadi leader untuk percepatan penanganan gizi buruk di kabupaten/kota masing-masing,’’ ujarnya pada Suara NTB usai membuka Pelatihan Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi bagi Tenaga Kesehatan di salah satu hotel berbintang di Mataram, Senin (6/1).

Dalam menangani gizi buruk terintegrasi, ujarnya, WHO sudah memberikan standar. Untuk itu, rata-rata secara individual tenaga kesehatan di NTB sudah dilatih bagaimana mengelola gizi buruk yang benar. Selain itu, tambahnya, dalam menangani gizi buruk dilakukan secara spesifik dan sensitif.

Di mana, penanganan secara sensitif dikerjakan oleh beberapa organisasi perangkat daerah, seperti Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kelautan dan Perikanan serta OPD lainnya. Sementara penanganan spesifik dikerjakan oleh Dinas Kesehatan dan jajarannya ke bawah. Untuk itu, pihaknya berusaha secara optimal menangani masalah gizi buruk di NTB, sehingga penanganan gizi buruk tetap berlanjut.

Sementara perwakilan UNICEF Kupang Blandina Rosalina Bait, menambahkan, stunting dan gizi buruk punya hubungan yang sangat erat. Anak yang stunting beberapa kali mengalami gizi akut. Untuk itu, pascagempa, UNICEF mendukung pemda dalam hal gizi ada pelatihan penanganan gizi buruk di fasilitas rawat inap dan fokus pada rawat jalan.

‘’Jadi anak yang menderita gizi buruk tanpa komplikasi sesuai dengan rekomendasi WHO dan pedoman Kementerian Kesehatan bisa dirawat jalan. Jadi seminggu sekali mereka ke puskesmas, diperiksa kesehatan dan diberikan gizi. Pendekatan ini sebenarnya meningkatkan cakupan. Karena sebenarnya kalau ditunggu anaknya sampai dengan komplikasi itu sudah agak terlambat dan butuh rawat inap,’’ terangnya.

Diakuinya, tidak semua orang tua punya kesempatan dan waktu menemani anaknya yang dirawat di rumah sakit, sehingga penanganannya menjadi terputus. Di mana, saat penderita gizi buruk berat badannya mulai sedikit naik, orang tua memutuskan perawatan anaknya dan pulang ke rumah dan mengakibatkan penanganan tidak tuntas.

‘’Kenapa bisa seperti itu? Pertama, orang tua berpikir siapa yang akan mengurus keluarga yang lain, mengurus kebun/sawah atau kerja. Persoalan-persoalan itulah yang membuat orang tua tidak betah menunggu lama. Kemudian kalau semua penderita gizi buruk dirawat inap, fasilitas kesehatan tidak mampu menampungnya,’’ tambahnya.

Dari data riset kesehatan dasar 2018 untuk kekurangan gizi akut,  ada 14,4 persen. Dari 14,4 persen ini  4,4 persen ini gizi buruk atau sekitar 76 ribu anak yang alami gizi buruk. Dari hasil laporan Dinas Kesehatan tahun 2019 baru 300 anak penderita gizi buruk yang ditangani. Itu artinya ada gap yang tinggi antara beban dan kasus yang ditangani. Tapi tren ini hampir terjadi secara global. Di tingkat nasional saja sama, karena penemuan di masyarakat itu tidak terjadi secara maksimal.

Untuk itu dalam menangani ini butuh peran semua pihak. Termasuk peran tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat sangat diperlukan. Begitu juga peranan PKK dan kader harus diaktifkan kembali. (Marham)
Share:

Tuesday 10 December 2019

Jelang MotoGP, Industri Kreatif di Loteng Mulai Siapkan Suvenir

Salah satu sketsa kreasi perajin di Loteng menyambut gelaran MotoGP 2021.  

Perajin perak di Desa Ungga Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) mulai tertarik untuk membuat aneka suvenir untuk menyambut event MotoGP di Sirkuit Mandalika tahun 2021 mendatang. Salah satu desain yang ingin dibuat antara lain berupa miniatur pembalap yang sedang berlaga, ikon MotoGP dan lainnya.

Farid Rizki, salah seorang perajin perak di Desa Ungga kepada Ekbis NTB mengatakan, para perajin sudah mendapatkan pelatihan dari Pemda Loteng terkait dengan pentingnya menyambut event MotoGP dengan produk suvenir yang bagus. Namun demikian, pihaknya masih khawatir soal hak paten desain yang dimiliki oleh Dorna Sports. Karena itulah para perajin masih menunggu kejelasan soal hak paten itu dari pemerintah pusat dan Dorna.

"Kita sudah punya desain suvenir untuk MotoGP ini. Namun orang Kementerian bilang kita tanyakan dulu ke Dorna apakah kita diizinkan membuat miniatur MotoGP atau tidak, karena jangan sampai kita bermasalah di sana," terangnya.


Farid mengatakan, setidaknya ada tiga desain yang akan dibuat menjadi suvenir oleh para perajin perak di Ungga misalnya untuk bros, mainan kunci dan kalung. Desain tersebut masih dalam bentuk gambar di atas kertas, namun sudah siap dituangkan dalam karya jika sudah ada kejelasan soal izin dan lain sebagainya.

Soal kesiapan para perajin di Desa Ungga, Farid mengatakan, para perajin selalu siap untuk membuat produk produk yang akan direspon oleh pasar.  Terlebih kemampuan dasar untuk membuat aneka kerajinan tangan dari perak, kuningan atau tembaga sudah bagus. Yang pasti desain, ukuran dan soal izin dari yang punya hak paten harus sudah tidak ada masalah lagi. 

Selanjutnya, para perajin akan memikirkan soal materi utama untuk membuat suvenir tersebut sebagai dasar menentukan harga produk. Misalnya perak murni dengan perak yang dicampur dengan kuningan atau tembaga.

" Bisa saja nanti kita buat dari kuningan dan tembaga, namun kita sepuh dengan perak. Yang pasti kita ingin menyambut event MotoGP ini dengan produk suvenir yang bisa dibeli oleh wisatawan," terangnya.

DISPERINDAG LOTENG BERIKAN PELATIHAN PADA PERAJIN

Sementara Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) sudah melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas produk industri kreatif di Loteng guna menghadapi perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dan MotoGP 2021. Namun pelatihan yang dilakukan masih terbatas yaitu dengan menyasar pengerajin perak di Desa Ungga, Kecamatan Praya Barat.
Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Loteng Hj. Baiq Enny Mardiana, SH, MM.,

Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Loteng Hj. Baiq Enny Mardiana, SH, MM., mengatakan, pelatihan untuk meningkatkan kualitas produk suvenir atau cinderamata ini dipandang sangat penting karena produk dari kerajinan perak bisa menjadi salah satu produk andalan untuk wisatawan yang datang ke daerah ini.

Apalagi dengan hadirnya MotoGP tahun 2021, para perajin suvenir di sana bisa membuat suvenir dengan aneka bentuk para pembalap atau dengan meniru kendaraan yang berlaga di MotoGP. Industri kreatif seperti ini sangat dibutuhkan untuk menjawab respons pasar yang semakin luas.

“Kita tetap lakukan peningkatan mutu serta kualitasnya. Terlebih kita sudah dapat predikat juara untuk desain mutu dan desain perak, kita juara nasional tahun 2017 lalu. Kita sekarang galakkan untuk meningkatkan kualitas-kualitas IKM kita ini untuk menopang dari keberadaan KEK Mandalika,” kata Baiq Enny.

Ia mengatakan, event bergensi seperti MotoGP adalah sebuah momentum yang sangat baik bagi seluruh pelaku IKM di Loteng khususnya agar bisa mengambil peran untuk meningkatkan hasil penjualan produk mereka. Para pelaku IKM bisa menjual produk mereka tak hanya secara offline, namun juga secara online, karena potensi penjualan secara digital dipandang terus mengalami tren peningkatan.

Secara umum, Disperindag Loteng akan memilih sekitar 60 IKM agar bisa masuk di e-commerce tingkat nasional. Tidak hanya e-commerce yang memiliki pasar dalam negeri, namun  e-commerce yang memiliki jaringan dunia seperti Alibaba juga akan dibidik agar IKM yang bisa masuk ke sana. “ Untuk pasar internasional ada tujuh IKM yang akan kita siapkan di tahun 2020 agar bisa masuk ke Alibaba,” terangnya. (Zainudin/Ekbis NTB)

Share:

Siapkah Perajin di NTB Manfaatkan Momentum MotoGP

Kondisi Pasar Seni Sesela Gunungsari Lombok Barat yang sepi dari pembeli. Akibat sepinya wisatawan membuat perajin belum bisa berkreasi membuat suvenir untuk MotoGP.
Pelaksanaan MotoGP di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika tahun 2021 mendatang sudah menggema. Apalagi Sabtu (23/11/2019),  telah dilaksanakan pra-launching MotoGP Mandalika di Jakarta. Bahkan, penjualan tiket juga telah dibuka secara online. Lalu, seperti apa kesiapan masyarakat, khususnya peranjin dalam menyambut momentum ini?

Minggu (8/12/2019) siang, suasana di Pasar Seni Sesela Kecamatan Gunungsari Lombok Barat (Lobar) tampak sepi. Sejumlah pemilik artshop memilih duduk di berugak yang ada di bagian depan. Mereka menunggu mobil bus atau minibus datang membawa tamu-tamu mancanegara atau nusantara untuk berbelanja.

Sementara di bagian dalam, sebagian pemilik artshop memilih tidak membuka usahanya. Di bagian aula berjejer beragam seni kerajinan di etalase kaca. Ada pula beberapa kerajinan berupa patung kuda dan kerajinan lain yang diletakkan di bagian atas etalase.

Jika beberapa tahun sebelumnya, selalu ada perajin di tempat ini yang membuat berbagai macam kerajinan, seperti cukli, patung hingga hiasan dinding. Namun, semenjak beberapa bulan terakhir, para perajin lebih memilih tidak membuat kerajinan.  ‘’Sudah berbagai macam upaya kami lakukan agar bisa bertahan. Tapi, beginilah tamu sepi,’’ ujar Dul, pemilik Kenzu Artshop Sesela.

Dul tahu pada Minggu ini ada kapal pesiar singgah di Pelabuhan Gili Mas, Lembar. Namun, karena tidak memiliki kesepakatan dengan pemandu wisata dan travel yang membawa tamu, ia bersama pemilik artshop di Sesela hanya bisa menjadi penonton. Meski demikian, besar harapannya, tamu-tamu kapal pesiar mau datang singgah di artshop yang ada di Sesela.

Untuk itu, ujarnya, kondisi perajin artshop di Sesela – khususnya dan Lombok Barat umumnya yang sepi pengunjung, menjadikan dirinya belum terlalu berpikir untuk membuat suvenir bagi para penonton MotoGP di KEK Mandalika. Bagi para perajin, sekarang ini adalah bagaimana caranya bisa bertahan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Menurutnya, jika kunjungan wisatawan ke Pasar Seni Sesela meningkat, maka perajin bisa berkreativitas. Termasuk, dalam mengantisipasi event MotoGP di Lombok Tengah. Mereka akan menyiapkan suvenir untuk oleh-oleh khas Lombok terkait MotoGP.

MotoGP Lombok
Diakuinya, dalam memasarkan kerajinan di Pasar Seni Sesela dilakukan dengan berbagai cara. Seperti menyebar brosur, promosi ke beberapa daerah hingga mempromosikan lewat media sosial. Namun, kunjungan wisatawan ke Pasar Seni Sesela masih saja sepi.

‘’Termasuk kita adakan pementasan peresean dengan mengundang travel agent. Tapi karena sudah keseringan, wisatawan tetap sepi dan yang nonton adalah sebagian besar warga kita sendiri, sehingga berhenti kita gelar,’’ akunya.

Untuk itu, pihaknya mengharapkan pemerintah segera bertindak agar nasib perajin di sejumlah sentra kerajinan tidak semakin rugi. Paling tidak, ada kebijakan pemerintah mengatasi persoalan yang dihadapi perajin, khususnya adanya persamaan harga terhadap hasil kerajinan yang dijual. Diakuinya, masalah harga dan komisi bagi pemandu wisata perlu segera dituntaskan, sehingga perajin dan sentra-sentra produksi kerajinan tetap eksis berkarya. Jangan sampai, karena minim memberikan komisi pada pemandu wisata, tidak mau mengajak tamu untuk singgah di Pasar Seni Sesela.

Pendapat senada disampaikan Ketua Pasar Seni Sesela Fathul Anwar. Diakuinya, belum ada persiapan apapun para perajin, terutama di Sesela yang menjadi pusat industri kerajinan. Meskipun mereka sudah tahu tentang MotoGP yang akan digelar di Lombok, Indonesia.

Perajin memiliki peluang membuat suvenir atau cinderamata MotoGP. Menurut Atta – sapaan akrabnya, untuk menghasilkan kerajinan – kerajinan kecil seperti itu tak rumit. “Cepat membuat suvenir yang begitu. Cuma banyak yang harus dipersiapkan,” katanya belum lama ini.

Ada beberapa bintang lintasan yang namanya saat ini sangat familiar. Misalnya Valentino Rossi, lalu Mark Marquez. Tahun 2021 mendatang, bukan tidak mungkin ada bintang-bintang lintasan baru yang akan muncul. ‘’Kita juga masih menunggu itu sebagai ikon untuk membuat suvenir,” jelas Atta.

Perajin juga punya keinginan besar untuk memanfaatkan momen besar yang akan dilaksanakan di KEK Mandalika. Pengalaman sebelumnya, event nasional Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke – 27 tahun 2016 lalu, perajin juga dilibatkan. Beberapa jenis kerajinan untuk suvenir yang dibuat misalnya rehan (dudukan Al Qur’an), kerajinan cukli, termasuk kaos Lombok. Atau produk-produk yang gampang dibawa.

Meski begitu, ada juga kekhawatiran perajin lokal akan kehilangan kesempatan. Kekhawatiran mereka, pengusaha-pengusaha luar yang memproduksi dan memasok suvenir dengan brand Lombok. Karena itu, mereka menunggu gerak pemerintah daerah. Mulai dari Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan OPD terkait lainnya. ‘’Bagaimana membina, menyadarkan para perajin apa langkah-langkah yang sedikit gemilang revolusioner ke teman-teman ini. agar jangan sampai tertinggal terlalu jauh,’’ ujarnya.

Perajin menunggu arahan dari pemerintah daerah. Bagaimanapun tidak bisa di pungkiri pengaruh pengusaha-pengusaha besar yang mendominasi secara modal, dan teknologi. Kekhawatiran ini diharapkan pemerintah juga hadir melakukan pendampingan untuk bersaing merebut peluang yang telah ada di depan mata.

Persiapan perajin masih normatif. Para perajin juga banyak yang belum recovery secara total. Mental dan finansial. Karena itu butuh sentuhan dua kali lebih kuat dari yang biasanya agar terarah ke jalan keluar menghadapi pasar yang demikian besar. ‘’MotoGP ini ibarat menghadapi perang besar. Tidak bisa dengan senjata-senjata sederhana menghadapinya,’’ demikian Atta mengibaratkan peluang pasar 2021.

Kondisi serupa juga di Pasar Seni Sayang-Sayang Kota Mataram. Event MotoGP di KEK Mandalika Lombok Tengah seolah-olah menjadi  milik bagi perajin yang ada di Lombok Tengah. Para perajin yang ada di tempat ini untuk sementara masih memajang kerajinan khas lokal, seperti kerajinan dari batok kelapa, cukli, gelang, kalung dan lainnya. Belum ada artshop yang memajang kerajinan untuk menyambut pagelaran MotoGP di KEK Mandalika.

Salah seorang pengelola artshop mengaku, belum tertarik memajang oleh-oleh khas MotoGP, karena beranggapan MotoGP tidak digelar di Kota Mataram atau Lombok Barat. ‘’Itu kan lokasinya di Lombok Tengah, paling-paling perajin yang ada di sana yang buat,’’ jawab salah satu penunggu artshop yang tidak mau dikorankan namanya dengan enteng.

Sekarang ini yang ditunggu perajin, katanya, adalah tamu yang datang berkunjung dan membelanjakan uang untuk membeli oleh-oleh di Pasar Seni Sayang-Sayang. Apalagi, katanya, akhir bulan Desember ini merupakan waktu libur Natal dan Tahun Baru, sehingga kunjungan wisatawan yang datang berbelanja sangat diharapkan. (Marham)
Share:

Sunday 24 November 2019

Tempat Pemujaan Zaman Kuno Ditemukan di Desa Sintung Lombok Tengah

Umpak batu bermotif kala tanpa rahang tipe zaman klasik Jawa Tengah abad 10 - 12 dan keramik China Dinasti Sung  ditemukan di Desa Sintung Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah 
Temuan sejumlah artefak atau benda-benda purbakala di Desa Sintung Kecamatan Pringgarata, membuat masyarakat setempat sangat antusias. Terlebih tim dari Balai Arkeologi Bali langsung datang dan berkunjung ke lapangan untuk mencari data-data tambahan sebagai pendukung temuan tersebut.

Saridin, salah seorang warga Sintung mengatakan, sebagian artefak tersebut sebenarnya sudah ditemukan cukup lama oleh masyarakat, saat warga memugar pembangunan masjid. Namun berkali-kali ditimbun karena dinilai benda yang kurang penting. Namun kini benda tersebut digali dan ditempatkan di salah seorang rumah tokoh masyarakat setempat sambil dilakukan penelitian oleh para arkeolog.

Ia mengatakan, benda-benda purbakala yang ditemukan oleh masyarakat tersebut kemungkinan besar ke depannya akan disimpan di satu bangunan tertentu menjadi museum agar bisa dilihat oleh masyarakat secara luas.

‘’Secara umum temuan ini belum terpublikasi, saya yakin masyarakat di Desa Sintung ini merasa bangga dengan adanya temuan yang dilakukan oleh para arkeolog ini. Kami masyarakat ingin memelihara temuan ini, dan melestarikan dengan baik,’’ katanya.
Keramik dari China yang ditemukan di Desa Sintung Lombok Tengah
Pada Jumat (22/11/2019), Tim Balai Arkeologi Bali melakukan kunjungan ke beberapa situs bersejarah di Desa Sintung dalam rangka survei lapangan. Salah satu situs yang dikunjungi adalah lokasi pemujaan zaman dahulu yang disebut dengan Pedewa di Dusun Lempenge, Desa Sintung. Meski sekarang situs tersebut sudah rusak, namun tim arkeolog sangat antusis melakukan penelitian.

Tim juga mendapatkan sejumlah informasi penting dari warga sekitar terkait keberadaan situs bersejarah tersebut. Para penutur berasal dari tetua desa yang memiliki ingatan penting tentang situs itu.

Misalnya Papuk Saidi (80) menuturkan, situs petilasan Pedewa tersebut dulunya tempat orang mencari berkah. Terdapat bangunan semacam tempat pemujaan yang lokasinya berada di dekat sungai dan sumber mata air. ‘’Dulu ada bangunan di sini, saat kita masih kecil. Kalau ada orang mau begawe, kita ke sini dulu baru dikasi makan,’’ katanya. (Zainuddin Safari/Suara NTB)
Share:

VISITOR

YANG SAYANG ANDA LEWATKAN

Blog Archive