Serbat, minuman
yang tak asing di telinga masyarakat Lombok umumnya. Dulu minuman ini
dihidangkan ketika para petani turun ngaro
atau membajak sawah untuk persiapan bercocok tanam. Kini minuman tradisional
khas Lombok ini pun berhasil menembus Istana Negara dan Ibu Negara Iriana Joko
Widodo pun sudah mencoba minuman ini.
Minuman dengan campuran jahe merah dan gula aren ini dibuat
oleh petani untuk menghangatkan tubuh ketika kedinginan akibat bermandi lumpur
saat membajak sawah. Minuman serbat ini juga kerap dihidangkan ketika
acara-acara kematian dan peringatan hari besar. Kini, produk lokal ini agak
jarang ditemukan dan dikonsumasi masyarakat umum.
Namun melalui tangan terampil, Abdul Hadi pelaku usaha
olahan aren Longseran Barat Selatan (LBS) Mandiri Desa Langko, Kecamatan
Lingsar, Lombok Barat (Lobar) ini ingin mengangkat serbat sebagai penganan lokal yang sehat dan tak kalah dengan
produk modern.
Bahkan ia ingin mengubah mindset
masyarakat bahwa serbat bisa dijadikan mata pencaharian yang potensial. Serbat
ini pun diolah menjadi beragam olahan, mulai dari kopi jahe serbat hingga es krim berbahan baku gula
aren. Hasil olahan gula aren dan serbat
yang dibuat Abdul Hadi ini pun telah masuk ke ritel-ritel modern bahkan hingga
ke luar negeri.
Diwawancarai Ekbis NTB,
Sabtu (10/8/2019), mantan TKI ini menceritakan awal mula dirinya membuat serbat tahun 2016 lalu. Idenya membuat serbat muncul karena terdorong dari rasa
prihatin akibat gempuran produk penganan modern dari luar yang masuk ke daerah
Lombok, termasuk minuman dari bahan jahe. Sementara ia berpikir, daerah ini
memiliki bahan baku berlimpah dan jauh lebih original (asli). Dibandingkan
produk luar ini, belum diketahui tingkat keasliannya apakah ada caumpuran bahan
kimia atau tidak.
Di desanya sendiri banyak warga membudidayakan jahe. Ia pun
mencoba bertanya-tanya ke para orang tua, apa minuman khas Lombok yang bisa
dibuat untuk menyaingi minuman modern tersebut. Dari keterangan para orang tua
tersebut, disebutlah serbat sebagai
salah satu minuman khas lokal yang dibuat dari campuran jahe dan gula aren.
‘’Berjalannya waktu, saya coba buat. Terus-menerus mencoba
sampai tiga bulan seperti apa komposisi dan rasanya, bisa diterima ndak oleh konsumen? Saya membuat hanya
berbekal bertanya-tanya ke orang tua,’’ terang dia.
Abdul Hadi bersama Gubernur NTB H. Zulkieflimansyah saat acara Jumpa Bang Zul dan Ummi Rohmi tahun 2018. |
Awal mula mencoba membuat serbat, ia menggunakan modal sendiri dengan peralatan seadanya. Ia
membuat serbat dari bahan jahe merah,
sere, kayu manis. Lambat laun ia terus berupaya mencoba membuat serbat dengan varian berbeda seperti
bubuk. Itupun masih dengan cara tradisional. Ia membuat serbuk serbat agar minuman ini bisa diseduh di mana
saja. Setelah dikembangkan dan memperlihatkan cara membuat serbat ini kepada yang ahli,ternyata cara pembuatan serbat yang dilakukannya benar.
Selama satu tahun awal-awal mengembangkan serbat, ia mengalami jatuh bangun. Sebab
saat itu ia belum memiliki alat. Sehingga ketika itu, ia tak bisa memproduksi serbat ketika cuaca tidak bagus. Ditambah
lagi ia belum memiliki oven. Di saat bersamaan ia dikejar waktu harus ikut
pameran di sejumlah tempat, sehingga ia pun terkadang tidak bisa ikut. “Selama
satu tahun itu, saya jatuh bangun.
Hampir-hampir putus asa,’’ akunya. Akan tetapi ia tak mundur begitu saja,
lebih-lebih produk serbat yang
dibuatnya sudah telanjur mulai dikenal oleh masyarakat.
Dengan peralatan seadanya, dalam sehari ia hanya mampu
membuat 6 sachet serbat. Itupun kata
dia begitu sulit dan lama. Namun karena ia memiliki tekad kuat, iapun terus
bertahan. Apa yang dirintisnya kini telah membuahkan hasil. Pelan tapi
pasti,usaha pembuatan serbatnya pun
berkembang. Hingga kemudian dibantu mesin pengolah oleh Pemkab Lobar, kendati
ia masih mengolah semi manual. Saat ini produksinya mampu mencapai 25 Kg per
hari, bahkan kalau bekerja sampai malam hari bisa mencapai 50 Kg serbat.
Di samping tingkat produksi yang jauh meningkat, ia juga
bisa membuat gula aren menjadi olahan beragam. Awalnya hanya membuat serbat, namun berkembang menjadi gula
semut. Tak berhenti di situ, bagi pecinta kopi ia pun mencoba meracik kopi jahe
gula aren. Produk kopi jahe gula aren ini pun banyak digemari oleh masyarakat. ‘’Terakhir
ini saya mencoba membuat es krim gula aren,’’ katanya.
Bahan pemanis inti yang
dipakai untuk membuat es krim ini dari gula aren. Kini produk yang dihasilkan
telah mampu merambah pasar luar. Sejauh ini produknya sudah masuk ke pasar
modern, Ruby dan pesanan lokal termasuk kantor-kantor pemda banyak yang memesan
produknya.
Pihaknya juga menjual melalui online dan masuk di Bukalapak,
namun belum terlalu laris. Tak hanya pangsa pasar lokal yang dirambahnya, namun
sudah masuk ke pasar luar daerah seperti daerah jawa.
Kebanyakan kata dia
dikirim Jakarta. Di samping merambah pasar sejumlah daerah, produk yang
dihasilkan ini sudah sampai ke beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura.
Meski pengiriman
melalui tangan orang ketiga, namun sejauh ini orderan dari luar negeri mencapai
10 kardus. Dari hasil penjualan produknya ini,
ia mampu meraup, dibandingkan dulu per hari ia hanya memperoleh 250-500
ribu per bulan. Sedangkan saat ini, omsetnya telah mencapai Rp 20-30 juta per
bulan. Dari usahanya ini, ia mampu mempekerjakan 6 orang karyawan dari warga
sekitar.
Namun saat permintaan yang tinggi, pihaknya menambah pekerja untuk
mengejar target. Sejauh ini ia mengalami
kendala alat kristalitator yang belum ada. “Ada rencana bantuan dari Disperindag
untuk pengemas,”jelas dia.
Di sisi lain, Abdul Hadi mengaku usaha pengolahan gula aren
yang digelutinya tak hanya semata bisa menjadi mata pencaharian bagi dirinya
dan warga setempat. Namun yang jauh lebih mulia dari adanya usahanya ini, bisa menekan pembuatan tuak atau miras
tradisional. Sebab kata dia dulu aren yang berlimpah ini dimanfaatkan oleh
warga untuk mengolahnya menjadi minuman keras (miras) tradisional. Bahkan
banyak pengepul miras tradisional berbahan aren di daerahnya.
‘’Namun semenjak kami mengembangkan gula aren menjadi
serbat, gula semut ini, pembuatan miras tradisional jauh menurun. Di daerah
kami tidak ada lagi pengepul-pengepul tuak,’’ jelas dia.
Warga mulai sadar bahwa cara mencari nafkah dengan
membuat tuak, tidak berkah. Ke depan warga harus sadar kalaupun mendapatkan
uang banyak dengan cara depat namun membuat tuak ternyata tidak berkah. Ia pun
ingin memberikan contoh kepada masyarakat dengan kembali membuat aren menjadi
serbat, dan penganan lainnya.
Di samping dengan berkembangnya Serbat ini, ia bisa
mengangkat kembali kearifan lokal khas daerah Lombok melalui minuman. Sebab,
kata dia, pengunjung yang datang dari luar pasti ingin apa minuman khas Lombok
yang bisa diketahui mereka. Ke depan ia sangat berharap agar lebih terbuka
lagi, kepada masyarakat untuk mengangkat kearifan lokal, seperti minuman dan
sebagainya. Karena salah satu yang menjadi motivasinya mengembangkan minuman
Serbat ini, karena ingin mengangkat kearifan lokal menjadi kekhasan dan
identitas daerah Lombok.
Sebab kata dia di daerah lain seperti Bandung punya minuman
khas Banrek, di Jawa punya minuman khas Wedang, lalu kalau jalan-jalan ke
Polewali Sulawesi Barat punya minuman khas Saraba. ‘’Lalu kenapa kita ndak
angkat Lombok ini lewat minuman Serbatnya sebagai lokal khasnya,’’jelas dia.
Lebih-lebih di Lombok khususnya di Lobar punya bahan baku berlimpah, seperti
jahe merah dan gula aren. Dibandingkan daerah lain seperti Garut, justru bahan
baku aren di Lobar jauh lebih berlimpah. “Ini juga memotivasi saya,”jelas dia.
Dari sisi kesehatan juga Serbat dan gula aren ini jauh lebih
sehat. Menurut dia gula aren ini sangat baik untuk kesehatan, dibandingkan gula
pasir. Sebab Kandungan yang ada dalam gula aren ini sukrosa dengan kadar kalori
sangat rendah, sedangkan gula putih sendiri memiliki kandungan glukosa dengan
tinggi kalori.(Heru Zubaidi/Lombok Barat)
1 komentar:
Semoga selalu tambah sukses...
Post a Comment