Film Perempuan Sasak Terakhir, karya Muhammad Nursandi. |
Pemprov NTB melalui Dinas Perindustrian (Disperin) NTB sedang
merintis untuk menggairahkan industri perfilman lokal. Para pegiat industri
kreatif ini disiapkan wadah dan akan didukung pemerintah daerah. Pemerintah
daerah memandang simpul-simpul untuk mengembangkan potensi ini cukup banyak,
yakni teater, vlogger dan lainnya.
NTB memiliki studio alam yang sangat luar biasa. Alam
pegunungan, hutan, pantai yang indah serta peninggalan bersejarah sangat cocok
dijadikan studio alam. Jika ingin memproduksi sebuah film dengan latar belakang
yang berbeda-beda, maka production house
(PH) bisa memindahkan lokasi syuting dengan cepat sesuai dengan tuntutan
skenario. Bahkan, latar belakang syuting film yang biasa dipergunakan sineas
Hollywood saja ada di NTB, yakni di Sekotong Lombok Barat. Itu artinya, kalau
ada produser film yang ingin memproduksi film-film bergenre apapun, bisa
dilakukan di Lombok atau di Pulau Sumbawa tanpa harus membangun studio .
Hal inilah menurut pemain dan sutradara film asal NTB
Muhammad Nursandi yang mesti disyukuri. Jika berkaca pada upaya yang dilakukan
di Hollywood di Amerika Serikat, ujarnya, praktisi film yang ada di Negara
Paman Sam itu membangun studio untuk syuting berbagai jenis genre film. Artinya
di studio itu mereka membangun properti untuk keperluan syuting 1 film sesuai
genre filmnya. Sementara kalau di Pulau Lombok, tambahnya, sangat pas untuk
dijadikan studio alam dalam proses produksi film.
‘’Alasannya, kemana-mana dekat ,mau ke pantai dekat, mau ke gunung
dekat, mau ke hutan dekat mau background-nya
seperti Texas ada, datang aja ke Sekotong atau di Lombok Timur bagian selatan,’’
tuturnya pada Ekbis NTB, Minggu (2/2/2020).
Untuk itu, jika ingin mengembangkan industri perfilman di
NTB, dibutuhkan keseriusan dari pemerintah daerah, sehingga bisa menjadi bagian
untuk mengembangkan kreativitas dari masyarakat yang ada di daerah ini.
Apalagi, ujarnya, potensi pemain yang ada di NTB tidak perlu diragukan lagi,
karena banyak punya orang yang memiliki
talenta untuk menjadi bintang film.
‘’Tapi selama ini kan wadahnya yang ngak jelas ada. Banyak
sekali kita punya, tinggal buka casting
saya yakin banyak orang yang akan datang untuk minta di tes casting, tapi siap ngak kita? Ada ngak
film yang akan kita buat? Ada ngak produser film kita,’’ ujarnya.
Meski demikian, tambahnya, dalam pengembangan tidaklah
mudah. Banyak kendala yang dihadapi. Selain masalah dana, kendala yang dihadapi
adalah sumber daya manusia (SDM), terutama orang yang betul-betul paham dan
punya ilmu di dunia film. Jangan sampai dalam mengembangkan film euforia sesaat
dan tidak lama bergelut di dunia film.
‘’Selebihnya itukan anak-anak euforia yang sesaat. Ketika
mereka rugi ya meraka tobat untuk
berekspresi. Yang saya inginkan atau
harapkan itu adalah orang yang punya ilmu di bidang pembuat film dan tahu arti
kesetiaan dalam berproses. Kalau dalam bahasa Sasak bukan yang lentang lentur,anget anget tain manuq. Tetapi
yang betul betul mendedikasikan dirinya pada dunia film itu yang kita mau cari
dan itu yang kita butuhkan,’’ terangnya.
Pengambilan gambar film, karya sutradara asal NTB Ming Muslimin. |
Sebagai pemain dan sutradara film, hingga saat ini dirinya belum
menemukan pemain film bintang dari NTB. Namun, kalau hanya film independen saya, dirinya yakin
banyak, tapi masih belum teruji, terutama dalam proses pembuatan filmnya. ‘’Tapi
kalau bicara potensi ada banyak yang memiliki potensi. Tapi sekarang bagaimana
industrinya di NTB saja ngak ada. Ini kan hanya baru sebatas wacana belum ada
tindakan dan belum dirumuskan seperti apa konsepnya,’’ ujarnya.
Pada bagian lain, Hanafi, salah satu Vlogger yang sejak 2018
mulai tertarik berkecimpung di dunia vlog menyebut, potensi SDM lokal
sebetulnya sama saja. jika pemerintah ingin menggarapnya, tinggal diwadahi para
vlogger yang ada untuk berkreasi. “Vlogger lokal sudah mulai muncul. Tapi masih jalan
sendiri-sendiri. Kalau diakomodir, pastinya akan terkumpul,” katanya.
Hanafi sejak 2018 memulai debutnya dengan membuat vlog
khusus event budaya peresean. Di kalangan komunitas peresean, Hanafi bukan
orang asing. Setiap event peresean, ia selalu siarkan langsung melalui
channelnya di YouTube.
‘’Channel saya
pernah di-hack (hacker) oleh hacker (diduga
dari) Jepang. Baru beberapa bulan ini buat channel
lagi di YouTube, kontennya tetap sama, ngangkat peresean,’’ jelas Hanafi.
Menurutnya, menjadi vlogger butuh kreativitas dan kepekaan
mengangkat konten. Di NTB, tambahnya, sangat banyak konten yang berkaitan
dengan pariwisata yang bisa diangkat oleh para vlogger. Apalagi upaya untuk berkreasi ini membutuhkan
modalnya yang tidak besar. Yang penting cara berkomunikasinya di kamera baik,
apalagi saat ini sudah didukung oleh ponsel-ponsel canggih untuk menjadi
vlogger. ‘’Tinggal kalau pemerintah serius menggarap vlogger ini,
buatkanlah kompetisi-kompetisi agar makin berkembang di daerah,’’ sarannya.
Meski demikian, ujarnya, kompetisi dimaksudkan harus
profesional. Pihaknya tidak ingin, kompetisi tersebut sebagai ajang formalitas
untuk kepentingan kelompok dan golongan tertentu saja. Dengan intervensi pemerintah
daerah, kata Hanafi, ada ruang bagi vlogger lebih dikenal.
“Saat ini pendapatan masih dari Google saja. Kalau
pemerintah turut mengorbitkan dari pembinaan yang dilakukan, mungkin akan lebih
banyak pihak swasta yang tertarik untuk endorse
dan menambah pendapatan selain dari Google,” demikian sarjana lulusan Universitas
Islam Negeri (UIN) Mataram ini
Vlogging (istilah para vlogger membuat vlognya) secara umum
dideskripsikan sebagai sebuah kegiatan biasanya dilakukan dengan berbicara di
depan kamera menceritakan tentang sesuatu yang ia suka, berbicara berbagai
tips, berbagi apapun yang ada di dalam pikiran, montase, bahkan ada pula yang
membuat klip seperti film.
Sekarang ini, vlogger biasanya membuat vlog secara regular,
harian, mingguan atau bahkan bulanan. Ada pula istilah take-a-long vlogging yang berarti vlogger yang menceritakan
kesehariannya dalam durasi yang panjang, seperti pergi ke mall, kemudian
mengendarai sepeda motor, lalu, pulang ke rumah dan tidur yang dimuat dalam
sebuah video. (Marham/Bulkaini/Ekbis
NTB)